"Hm hm hm~ Hm hm hm~"

Senandung kecil nan merdu menggema di kegelapan fana. Beresonansi pada tiap sudutnya yang tak terhingga.

Selang beberapa sekon kemudian, lantas terdengar tawa singkat yang kental akan kesenangan dan kepuasan.

"O thank for Your Bless, Ma Majesty.

For once again paid your attention to me.

I shall make you feel satisfied.

And You shall not had any regret about my show,"

Kegelapan perlahan memudar, mulai menampakkan punggung kokoh figur tegap berbalut busana era Yunani Kuno. Dalam genggaman tangannya, sebuah cawan keperakan mungil yang berisi cairan hitam pekat yang terus bergejolak, seperti benar-benar hidup.

"The sheeps was sleep, the wolves do hunt.

The sheeps awake, the wolves now ruled.

The time is up, the time is up,"

Keadaan sekitar semakin terang dan jelas kala sosok itu menuangkan isi cawan ke dalam sebuah kolam kecil di hadapannya. Kejernihan kolam itu dengan cepat lenyap, kalah oleh dominasi hitam dari sebuah tuangan cawan.

Setitik nila merusak susu sebelangga.

Air dalam kolam itu lantas bereaksi dengan hebatnya. Nampak seperti lumpur yang mendidih. Meletup dan pecah. Meletup dan pecah. Lalu perlahan menyusut ke bawah. Seolah air dalam bak mandi yang tersedot ketika penutup bak dibuka. Hingga hilang tanpa sisa.

Figur itu membuka genggaman tangannya. Cawan yang ada lantas lenyap menjadi abu. Tidak jatuh ke lantai dan membuat bunyi berisik.

Ia pun menarik senyuman lebar. Senyum yang membisikkan segala kelicikan dan tipu muslihat.

"Terimalah air suci dariku, manusia,"


Inspired by The Stain and Legion

Ajeng Hyakuya proudly present

x

x

Chained Up : Demon Slaves

Chapter 1

'RAIN'

x

x

Disclaimer : All characters belong to their God, parents, and fans

Genre : Horror, Mystery, Angst, Romance

Cast : EXO members and SM artists

Pair : SuLay, HunHan, and others

Rate : T+ (for story) and M (for blood and sexual scene)

Warning : Shou-ai (Boys Love), Typos, OOC, AU, dll.

x

x

x

If you don't like, just don't read

If you like, just read

I'm not force you to give a review

But i will very happy to get a review sincerely from your deep heart

x

x

This work is pure from my mind and doesn't copy any fanfiction

x

x

x


"Xing,"

"Yixing!"

Pria itu menggeram kecil. Rasa merinding kontan merayap ke sekujur tubuhnya ketika selimut hangat yang membelainya ditarik oleh sang ibu. Membuat badan mulusnya terpaksa menyapa dinginnya hawa pagi.

"Yixing, ayo bangun,"

"Sebentar, ma,"

"Hari ini kamu pertama kuliah kedokteran, kan? Ayo, bangun. Dokter itu bukan pemalas,"

Menyerah pada kekeras-kepalaan ibunya, akhirnya Yixing membuka matanya yang agak memerah oleh rasa kantuk yang masih membebani kepalanya. Pandangannya beralih ke jendela besar kamarnya yang memaparkan pemandangan luar.

Pepohonan rimbun yang dulu menghiasi tepian jalan depan rumah masih meranggas. Suasana sekitar tetap saja gersang seperti beberapa bulan terakhir. Bahkan kicauan burung sudah tak terdengar lagi sekarang.

Ia tak suka dengan keadaan seperti ini.

"Cepat mandi. Mama siapkan sarapan dulu,"

"Xie,"

Yixing bangkit dari ranjangnya. Pandangannya tak beranjak dari bingkai kotak jendelanya.

Kalau saja ia bisa sihir. Tak ada salahnya bukan jika ingin menurunkan hujan?

...

"Gege lama sekali kayak kura-kura,"

Baru saja pantatnya mendarat di kursi ruang makan, Yixing sudah disambut dengan keluhan dari adik semata wayangnya yang entah itu bermaksud menyindirnya atau memang mengeluhkan lamanya ia mandi hingga berpakaian.

Pria dengan lesung pipi khas itu pun melayangkan pandangan sewot ke arah saudara manjanya itu, "Kayak kamu enggak lama aja pas milih baju,"

"Aku milih bajunya lama soalnya bajuku banyak, tahu,"

"Alesan, alesan,"

"Beneran, tahu!"

"Sudah, sudah. Kalian berdua ini. Pagi-pagi sudah berantem,"

"Nah, dengarkan kata baba kalian," sahut Nyonya Zhang seraya menata hidangan-hidangan untuk sarapan pagi, "Terutama kamu, Zitao. Kakakmu, kan, hari ini pertama kali masuk kuliah. Harusnya kamu beri semangat, bukannya malah diejek,"

"Xie, mama,"

Mata kakak beradik itu pun bertemu sekilas, sebelum keduanya saling melemparkan pandangan dengan gumaman 'huh'. Sedangkan Nyonya Zhang hanya bisa menggeleng melihat kelakuan kekanakan putra-putranya itu.

Tuan Zhang menyantap sesuap sup jamur bagiannya, "Tadi baba lihat ramalan cuaca. Katanya hari ini akan ada hujan, loh!"

Semuanya nampak terkejut bukan main mendengar pernyataan kepala keluarga Zhang itu.

"Ini beneran, baba?" tanya Zitao, benar-benar tak percaya dengan apa yang baru saja dikatakan sang ayah.

"Iya. Sampai orang-orang dinas meteor-apalah itu diwawancarai juga,"

Wanita berkepala empat itu tersenyum lega, tak dapat menutupi rasa bahagianya, "Wah, akhirnya. Sudah enam bulan ini tidak turun hujan,"

Sementara itu Yixing yang nampaknya tak begitu memperhatikan topik pembicaraan hangat keluarganya pun beranjak bangun dari meja makan. Yang ada di pikirannya sekarang adalah sampai gedung universitas tepat waktu, "Aku mau berangkat dulu, baba, mama, Tao,"

"Hati-hati, ge,"

"Jangan lupa bawa payung,"

Yixing menggeleng pelan, "Tidak usah," ucapnya sembari mengambil tasnya.

"Aku berangkat dulu. Dah!"

Sosok anak sulung keluarga Zhang itu pun menghilang di balik pintu ruang makan, menuju pintu utama rumah.

Suasana ruang makan menjadi hening mengikuti kepergian Yixing yang mendadak.

"Ada yang mau ikut baba hujan-hujanan?

"Baba ... "

Nyonya Zhang dan putra bungsunya hanya bisa menghela napas, sweatdrop.

...

"Kelas hari ini cukup sampai di sini. Selamat siang,"

"Siang,"

Yixing mendesah lega sambil menata buku-bukunya. Akhirnya hari pertama kuliah yang cukup berat selesai juga. Bagaimana tidak berat? Dosennya sudah memberikan segunung materi yang membuatnya agak kelabakan dalam mencatat tiap detail pokoknya dalam buku catatannya.

Yah, tapi setidaknya ia akan mulai terbiasa untuk beberapa pertemuan ke depannya.

Lelaki itu reflek memandang langit dari kaca jendela kelas. Nampak gumpalan-gumpalan awan gelap memenuhi langit, mengubah biru pudar menjadi abu-abu kehitaman. Seolah suasana siang hari itu bagaikan petang hari.

Ia jadi teringat perkataan ayahnya kalau hari ini akan hujan.

Setelah sekian lama, batinnya.

Jujur dirinya memang merasa sangat senang dari lubuk terdalam hatinya.

Tapi, kenapa ia malah punya firasat yang buruk?

Sangat buruk.

...

"Hai,"

Yixing menoleh ke samping kanan. Seorang lelaki muda, mungkin seumurannya, menghampirinya yang masih berjalan menyusuri halaman universitas menuju gerbang keluar.

"Zhang Yixing, kan?"

"Iya," jawabnya singkat seraya mengangguk.

"Kita sekelas,"

Pria asli China itu nampak berpikir sejenak, "Oh, iya, iya. Aku ingat,"

"Byun Baekhyun,"

Keduanya pun berjabat tangan.

"Zhang Yixing. Panggil saja aku Lay,"

"Lay?"

"Teman-teman SMA-ku dulu sering memanggilku Lay,"

Mendengar penuturan dari Yixing, Baekhyun lantas mengangguk-angguk sembari bergumam 'ooo'.

Keduanya lalu terdiam. Mungkin karena masih merasa canggung. Lagipula Yixing sendiri tak menyangka akan langsung punya kenalan di hari pertama kuliah. Biasanya ia butuh dua atau tiga hari untuk berkenalan dengan teman-teman barunya di sekolah dulunya. Tapi baguslah. Kata ibunya, ia harus punya banyak-banyak kenalan. Biar nanti gampang cari kerja, katanya.

Yixing pun membuka suara, "Hari ini mendung sekali, ya. Tak seperti biasanya,"

"Iya,"

"Akhirnya, hujan turun juga. Rasanya seperti keajaiban,"

"Waspadalah,"

"Hm?" Pria itu menoleh kembali ke arah teman barunya itu.

Baekhyun balas menatapnya. Raut wajahnya begitu serius, "Kau harus hati-hati. Ini bukan mukjizat, tapi bencana. Malapetaka,"

"Maksudmu, Baekhyun?"

"Hanya yang mendapat berkah dari Tuhan yang bisa tetap hidup,"

Yixing makin keheranan dengan kata-kata Baekhyun yang semakin lama, semakin susah dicerna.

Membingungkan.

"Ya sudah. Aku pamit dulu. Sampai jumpa lagi!"

Belum sempat ia meminta kejelasan, temannya itu sudah berlari pergi seraya melambaikan tangan. Meninggalkan Yixing yang diliputi sejuta kebingungan dalam kepalanya.

...

Yixing menyesap teh hijau pesanannya, sebisa mungkin membuat dirinya rileks di sofa empuk cafe itu.

Ia menoleh ke luar.

Orang-orang nampak bersorak sorai menyambut hujan yang turun dengan begitu derasnya membasahi tiap jengkal tanah. Bahkan hanya dirinya seorang yang masih berada di dalam cafe.

"Hujan! Hujan!"

"Terima kasih, Tuhan!"

"Terpujilah Engkau, Tuhan!"

Sahutan demi sahutan dengan volume keras terus mengalun dari keramaian di tengah jalan.

Mengenai hujan, entah kenapa perkataan Baekhyun terus terngiang-ngiang. Kenapa ia mengatakan hujan ini adalah bencana? Ada apa antara berkah Tuhan dan tetap bertahan hidup? Apakah ia bisa melihat masa depan?

Dan semakin ia memikirkannya, semakin pening kepalanya.

Ia pun kembali meminum teh hijau yang masih hangat itu.

Yixing menghela napas panjang.

Sepertinya ia harus menunggu hujan reda sebelum melanjutkan perjalanan pulang ke rumah.

...

Bau basah dan bau tanah yang bercampur menjadi satu aroma unik begitu kental dalam udara jalan. Aroma yang sudah sejak lama tak tertangkap oleh indera penciumannya. Rasanya asing, tapi begitu penuh akan nostalgia.

Yixing berbelok ke arah kanan. Rumahnya tinggal beberapa meter lagi dari persimpangan gang.

"Hm?"

Ia spontan menghentikan langkah kakinya.

Di sebuah gang buntu depan persimpangan, ada seseorang, mungkin kakek tua, yang tengah berlutut membelakanginya. Suasana langit yang masih segelap malam membuat sosok itu tak begitu jelas dalam pandangannya.

'Kenapa ada orang di tempat seperti itu?' tanyanya dalam hati. Ia juga sebenarnya heran kenapa malah berhenti. Salahkan alam bawah sadarnya yang mendorongnya untuk memberikan atensi berdasar rasa penasaran pada kakek itu.

Setelah lama memperhatikan, pria itu pun mengendikkan bahu dan kembali berjalan. Sepertinya lelaki tua di hadapannya sendiri tidak menyadarinya. Dan mungkin ini urusan pribadi.

Namun, tanpa Yixing sadari, kakek itu sontak berdiri.

Kepalanya berputar ke belakang dengan perlahan sebagaimana burung hantu memutar kepalanya, hingga terdengar suara tulang yang patah.

Matanya menghitam seperti penuh oleh tinta.

Dan ia menggeram.

...

"Aku pulang,"

Suasana gelap menyambut Yixing seusai menutup pintu masuk.

"Mama? Baba?" panggilnya. "Tao?"

Perasaan lelaki itu makin tak enak karena tak ada suara balasan. Kaki jenjangnya perlahan melangkah menuju ruang tengah.

Apa jangan-jangan ada pembu-?

"Gege!"

Yixing agak terkejut ketika sang adik tiba-tiba saja muncul dan memeluknya dengan sangat erat.

"Tao, ada apa?"

Dengan enggan, sang adik melepaskan pelukannya. Bukannya menjawab, ia justru menunduk dan terdiam seribu bahasa.

"Yixing, syukurlah,"

Pria itu menoleh ke arah belakang Tao, tepatnya depan pintu kamar orangtuanya. Di mana Nyonya Zhang yang terduduk lemas bersandar pada dinding sebelah pintu, "Mama?"

"Cepat bawa Zitao pergi!" sergahnya dengan keras.

Ia agak terkejut dengan bentakan dari sang ibu. Kenapa mereka berdua ketakutan? Ada apa ini? "Sebenarnya apa yang terjadi di sini?!" tanyanya kesal, tak tahan dengan ketidakjelasan dari ibunya maupun adiknya.

Dan di mana ayahnya?

BRAK! BRAK!

"Itu suara apa?" tanya Yixing spontan, panik dan kaget.

Tao akhirnya menengadahkan kepalanya, menatap mata Yixing, "Itu baba. Baba tiba-tiba ... jadi seperti monster," tuturnya pelan. Ia pun ganti memeluk lengan sang kakak. Sampai Yixing sendiri bisa merasakan tubuh adiknya yang bergetar ketakutan.

"... apa?"

"Kalian tunggu apa lagi? Cepat pergi!"

Bentakan dari Nyonya Zhang kembali menyadarkannya dari lamunan rasa tak percayanya.

"Tapi mama bagaimana?" tanya Yixing.

"Sudah, cepat! Yang penting kamu sama Zitao selamat du-ugh!" Belum selesai berkata, Nyonya Zhang tiba-tiba memegang dadanya dan perlahan membungkukkan badannya.

"Mama!" teriak Tao. Dari nadanya, seperti tak ingin kehilangan sang ibu.

Tanpa basa-basi lagi, Yixing menggenggam erat tangan Tao dan menariknya seraya berlari menuju pintu depan rumah.

Yixing sekilas melirik ke arah belakang.

Ibunya memuntahkan gumpalan-gumpalan hitam mengerikan. Dan ketika ia mengangkat kepalanya dan menoleh ke arah Yixing, matanya berubah menjadi hitam legam, tanpa warna putih sedikitpun.

Saat itulah, Yixing merasa tubuhnya sangat lemas.

Dan ia ingin pingsan.


x

x

x

To Be Continue

x

x

x


Sesosok lelaki mendarat di sebuah atap menara. Sayap hitam bak kepemilikan gagak itu pun membentang lalu membungkus tubuhnya, melindunginya dari segala ancaman.

Di bawah sana, orang-orang mulai berkeliaran tak tentu arah. Mata mereka semua sama.

Hitam pekat bak tinta.

Ia pun menyeringai lebar menyaksikan mahakaryanya.

"Your angel is coming, my slaves,"


Yap, akhirnya fic kedua saya publish juga.

Jadi ini ceritanya mirip kayak fic-fic zombie. Cuma agak diubah dikit, di mana konsep orang-orang keinfeksinya mirip film Legion. Yang pernah nonton filmnya, pasti tahu.

Main pair-nya Sulay sama Hunhan. Tapi tenang. Bakalan ada pair-pair EXO lainnya juga, kok. Kayak Kristao sama Chanbaek.

Cuma ini yang bisa saya sampaikan. Sampai jumpa di chapter berikutnya.

Jangan lupa review, chingudeul. Makin banyak review, makin cepet update-nya.

Annyeong... ^^

Note : Ada yang bisa tebak siapa sosok misterius di awal dan akhir chapter? Clue-nya dia member EXO.