Vocaloid © Yamaha
Dearest © Marchenhaft
Len/Gumi, slight Kaito/Miku
DEAREST
I: Kuning dan Hijau
.
.
"Keeper? Yang benar saja!"
Pemuda berambut pirang itu menggebrak meja yang terbuat dari marmer mewah itu dengan geram, seakan-akan Ibunya baru saja mengatakan sesuatu yang dapat menghancurkan dunianya. Melihat Ibunya tidak bereaksi apa-apa, ia mencoba menenangkan dirinya dan kembali duduk di kursi yang bersebrangan dengan sosok wanita paruh baya yang mengenakan gaun merah itu.
"Baik, aku tahu kalau aku ini pangeran paling bebal dan tidak bisa melanjutkan status Ayah sebagai Raja kerajaan ini," sahut pemuda itu kesal. "Tapi tidak perlu sampai memanggil seorang Keeper juga, kan?"
Sang Ratu, yang berwajah cantik meskipun umurnya sudah mencapai kepala lima itu tetap tenang sambil meminum earl gray tea-nya. "Len, jangan merengek. Ini sudah keputusanku dengan Ayahmu," sahut Ratu dan menaruh cangkirnya, menatap Len dengan tajam.
"Tapi—ugh, Keeper itu semacam babysitter! Ia hanya akan menceramahiku soal ini-itu, memaksaku belajar, dan akhirnya mempengaruhiku untuk menjadi Raja!" lawannya, semakin kesal dengan jawaban yang Ibunya berikan. "Sudahlah! Berikan saja status itu kepada Rin! Aku lebih baik menjadi ksatia kerajaan dibandingkan menjadi Raja!"
"Rin sudah mendedikasikan dirinya menjadi pendeta kerajaan dan dia tidak bisa keluar dari kuil sembarangan, Len. Kau sudah lupa?" sahut Ratu menghela nafas, menyesal mengapa ia membiarkan anak lelakinya dilatih ilmu pedang dari kecil.
Len menggerutu dan mendecak berkali-kali, namun hanya dibalas dengan desahan sang Ratu. Satu, dua, lima, delapan, sepuluh menit berlalu dan tidak ada satu kata pun yang terucap dari mulut mereka berdua. Yang satu terlalu kesal untuk berbicara, sedangkan yang satu lagi terlalu lelah untuk berbicara.
"Sudahlah," Len beranjak berdiri dan meninggalkan ruangan minum teh milik Ibunya. Sebelum Ratu bisa menghentikan atau mengatakan apapun pada Len, sosok anaknya yang sudah menginjak umur 17 tahun itu sudah menghilang di balik pintu mewah berwarna putih itu. Wanita itu menghela nafas, hanya berbicara seperti itu dengan anaknya saja lebih melelahkan daripada rapat selama tiga jam penuh dengan para penasehat kerajaan.
"Anda mau menambah tehnya lagi, Nyonya?" sahut seorang gadis berambut biru yang dikepang ke depan, mengenakan gaun berwarna hijau tua dengan bordiran perak yang indah.
Sang Ratu tersenyum lembut pada gadis itu. "Boleh, Miku," sahutnya. Miku, sang sekretaris sekaligus kepala pengurus perpustakaan kerajaan, menuangkan teh ke cangkir Ratu, lalu ia duduk di kursi yang baru saja ditinggalkan Len.
"Tuan Len sepertinya sedang dalam masa pemberontakan, bukan begitu, Nyonya?" Miku menyisip teh yang baru saja ia tuang.
"Ya, berbeda sekali dengan Rin. Gadis itu jauh lebih tenang dan berkepala dingin," sahut Ratu, menghela nafas. "Namun Len lebih memakai otot dibandingkan otak. Itu yang kukhawatirkan."
"Tapi, Nyoya, soal Keeper itu…apakah anda yakin dengan dia?" tanya Miku. "Keeper itu bukankah seperti babysitter sekaligus guru privat dan psikolog?"
"Aku cukup yakin," sahut Ratu mantap. "Keeper itu…gadis itu. Ia berasal dari dunia yang akan menampar keras Len."
"Gadis? Keeper yang anda sewa masih muda?"
Sang Ratu tersenyum lebar. "Earl gray tea buatanmu memang paling enak, Miku," sahutnya tidak menjawab pertanyaan Miku sama sekali, membuatnya semakin terheran-heran.
.-.-.-.
"Oi, Len, kau ingin menjadi induk para monyet diatas sana?" ejek seorang pria berambut biru, mengenakan seragam ksatria yang lengkap.
Len, yang sedang menenangkan diri di atas pohon apel yang sedang berbuah, mendecak kesal. "Tolong, Kaito. Aku sedang beristirahat disini," desahnya kesal, memetik sebuah apel yang sudah ranum.
"Bertengkar dengan Baginda Ratu lagi, Len?"
Len tidak menjawab. Kaito menganggap itu sebagai 'ya'. Ia tertawa kecil dan duduk di dekat pohon itu. "Kasihan Ratu, ia kerepotan mengurusi urusan kerajaan bersama Ayahmu, Len," Kaito mulai menceramahi Len, yang disambut dengan sebuah apel yang melayang dari atas, mengenai kepala Kaito. "Hei! Kalau kau mau memberiku apel, tidak usah dilempar ke kepalaku, Len!"
"Tidak usah ikut-ikutan menceramahiku, Kaito!" balas Len kesal. Ia beranjak berdiri dan lompat ke bawah, tepat di sebelah kanan Kaito. "Aku ini ksatria yang memegang pedang, bukan calon raja yang kerjanya hanya duduk di kursi berjam-jam dengan para perdana menteri yang membosankan itu!"
"Len, pelankan suaramu!"
"Persetan dengan mereka! Lalu kenapa kalau mereka mendengarku menghina nama mereka? Apa peduli mereka?" bentak Len kesal.
Kaito dengan cepat mengunuskan pedangnya tepat di depan wajah Len, dan itu berhasil membuat laki-laki itu bungkam. "Diam, Len."
"Kau menantangku, Kaito?"
"Jika itu yang kau mau."
Len mengeluarkan pedang dari sarungnya, dan bersiap-siap menyerang Kaito dengan kekuatan penuh. Kaito sudah siap memasang pertahanan dan sudah membaca gerak-gerik Len—kalau saja Miku tidak tiba-tiba menghampiri mereka berdua; yang tentunya memecahkan kosentrasi Kaito.
Len menjitak kepalanya. "Ya ampun, Miku? Bisakah kau membaca situasi?" Len mendecak kesal, membuat Miku kembali menutup mulutnya. "Setengah jam lagi waktu istirahat, dan aku akan memberikanmu waktu untuk berduaan dengan Kaito!"
Miku menggeram kesal. "Bukan itu, Tuan Len!" sahutnya, menengok ke belakang. "Keeper anda sudah datang." Sesaat setelah Miku mengatakan itu, mata Len langsung tertuju ke seorang gadis berambut hijau yang dikepang setengah dan diikat kebelakang menggunakan pita berwarna krem. Ia mengenakan gaun sederhana berwarna kuning cerah, dengan bordiran hijau dan pita yang berwarna sama. Senyumannya tulus dan lembut, tubuhnya mungil, seakan-akan dia adalah boneka porselin yang rapuh.
"Kee…per?" Len terbata-bata, baru kali ini ia melihat seorang Keeper yang masih muda dan begitu…manis. "Kau…Keeper-ku?"
Gadis itu tersenyum. "Iya, nama saya Megumi. Ah, anda bisa panggil saya Gumi saja," sahutnya, menggunakan suara yang lembut. Ia memberi hormat pada Len, lalu memberikannya senyuman yang membuat jantung Len terasa dipanah.
"Ah-uh, ya…" wajah Len memerah, dan ia berusaha untuk menghindari kontak mata dengan mata hijau milik Gumi. "Kau masih muda untuk seorang Keeper…uhm, Nona Gumi?"
"Gumi saja sudah cukup, Tuan Len," sahut Gumi. "Ya, saya masih 16 tahun. Tapi saya ini Keeper bersertifikat resmi, Tuan."
Cara Gumi berbicara menggunakan bahasa formal menggelitik Len, menginginkan gadis itu untuk berhenti berbicara dengan nada dan kalimat seperti itu. Namun, bibir Len terasa kelu. Ia tak ingin mengatakan apa-apa, karena ia merasa ia telah dikalahkan oleh Ibunya. Sepertinya, mempunyai Keeper semuda dan semanis Gumi tidak jelek juga—
Ah, itu hanya first impression Len saja, bukan begitu?
To be continued.
Note: Untuk sekedar informasi yang sebenarnya juga rada engga penting; penampilan Len di fic ini kayak Len di PV Karakuri Burst/Ikasama Casino, rambutnya enggak diikat. Abisnya, Suzunosuke-sensei kalo gambar Len rambut dilepas ganteng ;;)
Ini cuma saya doang atau FFnet sering error kalo di log-in? :/
Eniwei, saya kembali dengan fic bersambung Vocaloid! Karena kecintaan saya dengan pair Len/Gumi, akhirnya saya buat satu fic buat pair itu juga ;_;
Mohon kritik dan sarannya ya! Please review!
Thank you~
