Disclaimer : Naruto © Kishimoto Masashi-sensei. The Light is You © saya sendiri.
Warning : Fic ini mengandung unsur SasuXfemNaru, AU, gaje (sedikit), OOC (sedikit). My first SasuNaru fic. Jadi maaf, kalau jelek.
Fiction rated : T
Genre : Saya bingung sebenarnya buat milih yang tepat. Tapi akhirnya saya milih yang 'itu'. Tolong kasih tau saya kalau salah genre.
Pairing : Udah dibilang tadi SasuXfemNaru.
A/N : O, iah! Anggap saja di fic ini Naruto masih umur 13 tahun, dan Sasuke seumurannya. Terus teman-teman Naruto yang lain umurnya bervariasi, silakan pembaca perkirakan sendiri.
Happy reading!
-
-The Light is You-
-
Chapter 1
-
"Geraaah…" gerutu seorang gadis yang sejak tadi berdiri di pinggir jalan sambil mengusap peluhnya. Sinar matahari membakar seluruh permukaan kulitnya. Membuat kulitnya yang memang kecoklatan berubah menjadi lebih coklat.
Di hari seterik ini, dia sama sekali belum istirahat dari aktifitasnya. Dia menjajakan kue-kue kecil di trotoar jalan besar itu. Sudah ketahuan dari penampilannya kalau dia bukanlah anak yang normal seperti anak seusianya. Pakaiannya lusuh, menjinjing sebuah keranjang tempat kue, dan sebelah tangan yang satunya memegang tongkat sebagai tumpuannya berdiri. Ya. Gadis itu cacat. Sebelah kakinya tak bisa digerakkan. Sejak kecelakaan yang menimpanya 3 tahun lalu, dia kehilangan kemampuannya untuk berjalan sebagaimana mestinya. Kalau saja waktu itu orang tuanya punya uang, tentu dia tak akan menjadi cacat. Karena mereka pasti akan bisa membiayai operasinya dan mengusahakan agar dia bisa berjalan lagi.
Ah, semuanya cuma mimpi. Kemalangan silih berganti datang kepadanya. Orang tuanya meninggal hanya berselang dua hari setelah kecelakaan yang menimpanya berlalu. Hartanya pun semuanya disita. Dan kini dia diasuh oleh neneknya yang juga sudah renta. Akibatnya dia harus bekerja sekarang, semampunya. Sebatas apa yang bisa dilakukannya.
"Naru-chan…" panggil seorang anak lain yang juga berpakaian lusuh.
Yang dipanggil menoleh dan menyahut, "Shikamaru…"
Shikamaru mendekat lalu menyodorkan air minum kemasan gelas kepada gadis cacat tadi. "Ini, kau pasti haus kan?" tawarnya.
"Terimakasih…" jawabnya senang dan langsung menusukkan sedotannya.
"Naru-chan tidak apa-apa? Kau tidak kelelahan?" tanya Shikamaru.
"Tidak apa-apa. Aku kuat kok… Gini sih biasa…" sahut gadis berambut pirang pendek itu sambil menghisap sedotan minumnya.
"Tapi tadi nenek Tsunade bilang padaku katanya kau agak tidak enak badan…" kata Shikamaru dengan nada sedikit cemas.
"Hhh… Nenek… Aku kan hanya sedikit bersin saja tadi pagi gara-gara alergi bulu kucing. Sampai segitunya…"
"Baguslah kalau begitu. Ya sudah, aku akan pergi ke sana dulu ya…" ucap Shikamaru sambil melangkah meninggalkannya.
"Iya… Terimakasih minumnya!" jawab Naru-chan sambil melambai pada temannya sesama pedagang asongan. Dia tetangganya. Rumah mereka juga berdekatan.
Naru-chan. Begitu panggilan akrabnya. Nama aslinya Naruto Uzumaki. Tapi lebih suka dipanggil Naru-chan karena nama Naruto itu lebih terdengar seperti nama seorang anak lelaki. Dulu, sebelum jadi cacat, dia adalah anak tunggal konglomerat Uzumaki. Namun, putaran takdir kini merubah nasibnya secara total. Naru-chan adalah seorang anak yang selalu ceria. Tak peduli dengan keadaan fisiknya yang terbatas, dia selalu melakukan apa yang ingin dilakukannya sendiri. Misalnya yang dilakukannya sekarang, bekerja untuk menghidupi neneknya dan dirinya. Dia tak ingin dikasihani meski dia seorang cacat. Karena itulah, orang-orang di sekitarnya tak pernah menganggapnya seperti orang cacat. Tetapi Naru-chan, gadis normal seperti lainnya.
Tak berapa lama dia menunggu, sebuah bis datang. Menurunkan beberapa muatan, dan dari pintu yang satunya beberapa orang masuk. Termasuk Naru-chan yang berusaha naik dengan susah payah karena harus membawa keranjang dagangannya dan berjalan dengan tongkat. Beberapa kali dia didesak orang yang berusaha masuk lebih dulu.
"Pluk…" air minum gelasan yang tadi dibawa dan belum sempat dihabiskannya terjatuh karena tersenggol seseorang. Baru berniat akan memungutnya kembali, gelas itu terinjak kaki seseorang.
Orang itu menoleh. "Oh, maaf." Kemudian pergi mendahuluinya masuk bis.
Ingin sekali dia marah pada orang itu. Tapi apa daya, orang cacat sepertinya tak akan mendapat apresiasi apapun atas segala yang dilakukannya. Lagipula, rasanya kata maaf saja sudah cukup untuk menggantikan rasa kesalnya.
Akhirnya dengan susah payah dia berhasil masuk ke dalam bis. Dia berniat menjajakan kuenya yang masih tersisa separuh kepada penumpang bis ini. Biasanya pun dia melakukannya dan selalu berhasil menghabiskan sisa dagangannya.
"Silakan, tuan, nyonya… kuenya…" dia menjajakan ke setiap penumpang bis itu. Seseorang membeli. Dan kemudian disusul beberapa orang lain.
Akhirnya tibalah bis itu di sebuah halte. Dan dagangan Naru-chan masih tersisa beberapa buah. Tapi dia segera turun dan berganti menunggu bis yang berlawanan arahnya dengan bis tadi, yang akan mengantarnya ke tempat semula sebelum naik bis tadi.
Di dalam bis yang ditumpanginya kali ini, dia tidak menjajakan dagangannya. Selain penumpangnya sepi, lagi pula sisa dagangannya pun hanya tersisa kurang dari sepuluh buah. Dia berpikir akan membawanya pulang dan memakannya bersama seseorang yang akan ditemuinya sebentar lagi.
-
-
Sesampainya dia di halte tempatnya turun dari bis, dia segera menuju ke arah jalan pulangnya. Namun baru beberapa meter, dia berbelok arah. Bukan menuju ke tempat tinggalnya. Tetapi berbelok arah ke jalan yang menuju sebuah panti asuhan.
"Semoga dia senang aku datang dan membawakan kue ini…" batin Naru-chan riang.
Setelah lima belas menit berjalan, sampailah ia di depan rumah yang tidak terlalu besar dengan banner depannya 'Dandelion House'. Dia masuk melewati pintu pagar belakang rumah itu. Ada anak-anak yang sedang bermain riang di halaman rumah. Di Dandelion House itu ada tujuh anak yang di asuh. Hampir semuanya adalah anak kecil tapi ada seorang yang sebaya dengannya.
Mata biru Naru-chan menangkap sosok yang dicarinya sedang duduk bersila di bawah pohon sambil memegangi sebuah buku. Seorang anak yang seusia dengannya dan juga sangat akrab dengannya karena mereka senasib.
"Sasuke-kun!" panggilnya.
Yang merasa dipanggil sama sekali tidak menoleh. Tapi tampak jelas dia tersenyum menanggapi panggilan itu.
Naru-chan mendekatinya, lalu duduk di sebelahnya.
"Naru-chan pulang cepat?" tanya anak lelaki itu.
"Ya… Aku memang ingin cepat pulang. Ini, aku bawakan sisa daganganku. Kita makan bersama, ya…"
"Kenapa disisakan? Kenapa tidak dijual semuanya saja?"
"Hmm… Aku ingin memakannya dengan Sasuke-kun sih, jadi aku membawakannya untukmu."
"Terimakasih…"
Sasuke meraba-raba sesuatu di samping dan di depannya. Naru-chan mengerti. Akhirnya dia meletakkan sebuah kue di telapak tangan Sasuke.
"Maaf, aku merepotkan Naru-chan…" ucap Sasuke. Naru-chan tersenyum.
Ya, Sasuke adalah seorang anak yatim piatu yang diasuh di sana. Dia teman akrab Naru-chan sejak Sasuke dititipkan di sini. Dia juga senasib dengan Naru-chan yang cacat. Dia buta. Sebuah kecelakaan juga telah merenggut penglihatannya. Syaraf matanya terputus dan akibatnya dia sama sekali tidak bisa melihat lagi sekarang. Sedangkan kedua orangtua dan kakaknya tewas bersamaan dengan kecelakaan itu. Hanya dia yang selamat meski harus cacat. Dulu Sasuke selalu murung. Dia tidak mau bermain dengan teman lain di panti itu, dan sepertinya teman-teman barunya di panti itu pun enggan berada di dekatnya. Hingga dia berkenalan dengan Naru-chan yang kemudian bisa menghiburnya dan tersenyum kembali.
-
Sebulan yang lalu…
"Sasuke, aku akan menitipkanmu si sini. Di panti asuhan ini kau pasti akan lebih baik. Maaf, paman tidak bisa membawamu. Aku harus pergi ke luar negeri dalam jangka waktu yang belum pasti. Belum lagi aku harus sering berpindah-pindah…" kata seorang laki-laki sambil memeluk seorang anak yang akan ditinggalkannya di Dandelion House.
"Bilang saja kalau aku hanya akan merepotkan paman kalau aku ikut. Iya, kan?" jawab Sasuke tanpa ekspresi.
"Bu, bukan begitu…" Lelaki yang dipanggilnya paman melepas pelukannya.
"Aku tidak peduli. Lagipula benar kan yang aku bilang? Ya sudah… Kalau begitu paman pergi saja. Dan jangan pikirkan apa-apa tentangku lagi. Aku akan tinggal di sini sesuai keinginan paman dan menjadi anak baik," kata Sasuke dengan ketus.
Pria di depannya menghela nafas. "Baiklah, aku pergi…" Akhirnya dia pergi setelah menitipkan Sasuke, keponakannya ke panti asuhan.
"Sasuke…" Nona Anko yang menjadi pengasuh panti asuhan itu perlahan mendekati Sasuke yang masih berdiri. "Ayo, aku bantu kau ke kamarmu. Setelah itu kau harus memperkenalkan diri kepada semua teman-teman barumu di sini…" katanya dengan lembut.
Sasuke diam saja. Nona Anko memapahnya menuju halaman belakang dimana banyak anak-anak bermain.
"Anak-anak, kalian dapat teman baru. Namanya Sasuke. Tapi… Dia buta, jadi kalian harus baik-baik dengannya ya… Jangan perlakukan dia seperti orang cacat lain, karena sekarang dia sudah menjadi bagian dari keluarga kita…" ujar nona Anko.
"Sasuke, kau duduk saja dulu di sini. Aku akan membereskan barang-barangmu dulu…" Nona Anko memapah Sasuke menuju ke sebuah bangku. Sasuke menurut.
Tak lama setelah Nona Anko pergi, seorang anak menghampiri Sasuke. "Hei, buta… Apa kau bisa melihatku? Aaahahaha…!"
Sasuke diam. Merasa tak digubris, anak itu melemparkan kerikil kecil ke arahnya.
"Hei! Apa-apaan kau?" Sasuke marah dan berdiri.
"Apa? Marah…? Memangnya kau bisa apa ha…?" anak itu kembali menertawainya.
"Kau pikir aku tak berani padamu! Aku bahkan bisa melawanmu meskipun aku tak bisa melihatmu!!" Sasuke mengacungkan tongkatnya.
"Oh ya…?? Rasakan ini!" Anak itu melemparkan bola ke padanya.
Dan, "BUUKK…!" tepat mengenai kepalanya. Sasuke jatuh terguling.
"Ahahahaha…!!!" anak itu tertawa lebih keras.
"Ku, kurang ajar…" Sasuke bersiap akan membalas.
"Hei, hentikan!!" sebuah suara mengagetkan mereka. "Jangan kasar begitu…!" itu suara Naru-chan. Dia datang lewat pintu belakang.
"Cepat minta maaf!" kata Naru-chan marah.
"Uuugh… Ma, maaf…" anak itu langsung berlari.
"Kau tidak apa-apa? Ayo, kubantu berdiri…" Naru-chan mengulurkan tangan pada Sasuke. Namun langsung ditepisnya ketika tangan itu menyentuh lengan Sasuke.
"Siapa kau? Tak usah berbaik hati padaku. Aku bisa melakukannya sendiri. Kau mau sok kasihan padaku karena aku buta, kan? Asal tahu saja, aku tak akan berterima kasih padamu meski kau telah menolongku! Aku tak pernah minta pertolonganmu. Meskipun kau tak ada, aku juga tak akan kenapa-kenapa…"
"Hhh… Aku tidak pernah merasa kasihan padamu. Dan juga, aku tak pernah mengharapkan terimakasih dari mulut kasarmu itu…!"
"Baguslah, sekarang menyingkirlah…! Aku tak butuh kau!"
"Dasar egois!!" teriak Naru-chan.
"Heh?"
"Aku tahu kau baru datang hari ini. Aku tahu kau tak bisa melihat. Aku juga tahu kau sebatang kara. Tapi begitukah sikapmu…?"
"…" Sasuke tak menjawab. Dia duduk bersila.
"Aku juga sebatang kara. Tapi kurasa tak seegois dirimu. Aku masih mau berteman dan bermain dengan yang lain. Karena aku sadar, aku pasti membutuhkan orang lain…!"
"Lalu apa maumu sekarang!!" bentak Sasuke. "Kau tiba-tiba datang dan berceramah begitu saja, seolah-olah kau paling tahu apa yang ada di hatiku! Memangnya tahu apa kau dengan apa yang aku rasakan?!"
"Sudah kubilang kan, tadi? Aku juga sebatang kara, sama denganmu. Jadi… Bukalah hatimu. Aku, akan menjadi sahabatmu… karena aku mengerti kamu…" Naru-chan menggenggam punggung tangan Sasuke.
Sasuke tak mampu berkata apa-apa. Entah kenapa, genggaman tangan itu tak mampu ditolaknya. Seperti keajaiban, hanya dengan genggaman kedua tangan Naru-chan, kemarahan yang tadi menguasai hatinya, hilang begitu saja. Seolah-olah, sentuhan tangan gadis itu mampu meluruhkan bara api di hati Sasuke. Tangan yang sejuk, dan membuatnya nyaman.
"Namaku Naruto. Panggil saja Naru-chan…"
"Aku… Sasuke…" jawabnya.
"OKE, Sasuke-kun. Mulai sekarang, aku sahabatmu. Ceritakan saja apa yang ada di hatimu. Aku, pasti akan mendengarkannya. Jangan pernah merasa sendirian lagi, ya…"
Sasuke masih diam. Genggaman tangan Naru-chan pun belum terlepas.
Kemudian Naru-chan duduk di sebelah Sasuke.
"Kau juga anak panti ini?" tanya Sasuke akhirnya.
"Mmh… Bukan, aku tinggal di dekat sini. Tetapi setiap hari aku main di sini. Dengan anak-anak sini…"
"Lalu, kenapa anak yang menggangguku tadi langsung minta maaf begitu kau suruh?"
"Hmmm… Kenapa ya? Mungkin karena aku sering membawakan kue untuk mereka. Mereka suka sekali dengan kue buatanku. Karena itu, mereka tak mau membuatku marah. Karena dengan begitu mereka tak akan mendapatkan jatah kue dariku… Hihihi…"
"Begitu, ya?"
"Nanti Sasuke-kun juga boleh coba. Lain kali aku bawakan…" tawar Naru-chan.
"Ma, maaf. Tadi aku marah padamu. Dan terimakasih…" ucap Sasuke pelan.
"Hmmm? Tak perlu begitu. Sekarang kita teman kan? Tidak perlu memikirkan maaf dan terimakasih…" Naru-chan tersenyum.
-
Begitulah awal persahabatan mereka. Mereka senasib. Meski baru sebulan berteman, mereka akrab sekali. Sasuke tak pernah merasa sungkan lagi sekarang. Dia dengan leluasa bisa mencurahkan semua isi hatinya pada Naru-chan. Naru-chan pun selalu menanggapinya dengan ucapan-ucapan yang bisa menenangkannya. Bagi Sasuke, setelah bertemu Naru-chan dia bagai menemukan sebias cahaya yang selalu dia inginkan di dalam kegelapan yang dideranya.
Tapi selama mereka bersahabat hingga sekarang, ada satu rahasia yang selalu disimpan rapat oleh Naru-chan. Dia tak pernah mengatakan hal ini pada Sasuke. Selain itu, dia juga selalu melarang semua anak-anak di panti asuhan untuh menceritakannya. Bahkan Nona Anko pun dilarangnya.
Dia tidak ingin Sasuke tahu. Dia terlalu malu. Dan bukan hanya itu, hal ini disembunyikannya bukan hanya karena rasa malunya. Tapi karena Naru-chan telah menyukai Sasuke. Bukan sebagai sahabat atau saudara. Tapi lebih dari seorang lelaki yang dicintainya. Ya, rahasia ini selalu disimpannya. Tak akan pernah ia katakan sampai hatinya siap. Naru-chan tak pernah mengatakan pada Sasuke bahwa dia sendiri adalah seorang cacat. Yang tidak mampu berjalan baik tanpa bantuan tongkat penyangga. Naru-chan selalu berhati-hati berada di dekat Sasuke. Dia selalu mengajak Sasuke duduk dan mengobrol, tongkatnya pun disingkarkan agak menjauh darinya. Ya, setidaknya hingga saat ini Sasuke tak pernah tahu apa yang disembunyikan Naru-chan. Dan beruntung, Sasuke tak pernah menyadari keanehan apapun jika dekat dengannya. Sungguh, Naru-chan tak ingin Sasuke tahu rahasianya.
-
-
To be continue
Setelah selesai membuat fic ini, saya jadi sempat berpikir kalau saya ingin mencoba membuat fic dengan semua pairing yang ada di fandom ini. Dulu, NaruHina slight NaruSaku, sekarang SasuNaru, terus yang masih di laptop itu ada ItaDei dan SasoDei jadi satu. Jadi kepikiran mau bikin KakuHidan atau KakaIru tapi bakal masih dalam konteks normal, dan belum menjurus pada hubungan yaoi… Haha… Pikiran yang muluk sekali ya? Yah, kalau ada waktu saya ingin coba.
Terimakasih bagi yang sudah mau membaca. Tetapi saya akan lebih berterimakasih lagi bila ada yang berkenan untuk mereview. Apabila anda merasa ada yang aneh dengan fic ini, jangan sungkan-sungkan untuk protes. Silakan sertakan juga kritik, saran, komentar atau apapun dengan cara meng-klik tulisan 'Review this Story/Chapter' di bawah ini.
Hyoran.
