Chapter 1
Cinderella
.
.
.
Jaman dahulu kala di sebuah negeri antah berantah, hiduplah seorang pemuda bersama ayah tiri dan dua saudara tirinya. Sedangkan orang tua kandung pemuda itu telah meninggal. Ibunya meninggal saat dia masih berusia tujuh tahun. Dan dua tahun kemudian, ayahnya menikah lagi dengan seorang lelaki yang memiliki dua putra dari pernikahan sebelumnya.
Salah satu putranya berusia empat tahun lebih tua darinya, sedangkan putra lainnya dua tahun lebih muda darinya. Di awal pernikahan ayahnya, pemuda itu merasa bahagia karena akhirnya dia mempunyai keluarga yang lengkap lagi. Dia bahkan memiliki saudara yang belum pernah dia miliki sebelumya.
Namun semua itu berubah setelah ayah kandung pemuda itu meninggal. Diusianya yang ke-lima belas, ayah kandung pemuda itu meninggal karena sakit paru-paru yang dideritanya sejak tiga tahun terakhir. Ayahnya meninggalkan rumah, perkebunan dan warisan untuknya, namun karena dia masih dibawah umur ayah tirinya lah yang mengurus semuanya.
Dia berhak mewarisi semuanya setelah dia menginjak usia dewasa yaitu dua puluh tahun. Ayah dan saudara tirinya juga mendapat bagian warisan. Namun mereka baru berhak mendapatkan warisan tersebut setelah si pemuda beranjak dewasa dan atas persetujuannya.
Sikap ayah tirinya yang dulu selalu memanjakannya, kini berubah seratus delapan puluh derajat semenjak ayah kandungnya meninggal. Sikap baik dan rasa sayangnya selama ini hanya kepura-puraan semata. Setelah kematian ayah kandungnya, ayah tirinya mulai memperlakukannya semena-mena. Ayah tirinya memecat semua pembantu dirumah itu dengan alasan pemborosan. Kemudian dia menyuruh pemuda itu yang mengerjakan pekerjaan rumah.
"JIHOON!" Teriak Jisung dari ruang tengah.
"Kenapa ruangan ini berantakan sekali? Apa kau tidak membereskannya?" raungan Jisung menggema di ruangan itu. Ditunggunya selama beberapa saat, tapi tidak ada jawaban dari si pemuda.
"JIHOON! APA KAU TULI? KENAPA KAU TIDAK MENJAWABKU HAH!" Urat-urat kini tampak menonjol jelas di leher Jisung.
"Aduh ayah, kenapa pagi-pagi kau berisik sekali? Ini kan hari Minggu, kau menggangu tidur cantikku!"
Seorang pemuda menggerutu keluar dari kamarnya dengan keadaan yang tampak masih mengantuk. Matanya masih setengah terpejam dan jalannya pun terseret-seret.
"Dasar bocah kurang ajar! Berani-beraninya kau mengataiku berisik. Kenapa ruangan ini berantakan? Playstationmu bahkan masih menyala. Dan cd games mu berserakan dimana-mana. Kenapa tidak kau bereskan? Sampai jam berapa kau bermain games semalam?"
Jihoon yang diberondong pertanyaan dan teriakan bertubi-tubi itu hanya menguap sembari menggeliatkan badannya.
"Sudah biarkan saja, nanti aku akan main lagi. Jangan di matikan, levelku sudah jauh, aku tidak mau mengulanginya lagi," jawab Jihoon enteng.
"JIHOON HYUNG! Dimana jaketku yang baru kubeli minggu lalu?"
Suara cempreng menginterupsi pertikaian mereka. Seorang pemuda berperawakan kurus kecil dengan rambut pirangnya datang sambil berkacak pinggang.
"Jaket apa? Aku tidak melihatnya," sanggah Jihoon.
"Jangan bohong, tiga hari yang lalu aku menyuruhmu untuk mencucinya. Tapi sampai sekarang tidak ada di lemariku. Kau pasti mengambilnya!" Tuduh Daehwi, adik tiri si pemuda.
"Oh jaket denim itu. Karena kau berikan padaku, kupikir itu untukku jadi ya kupakai. Lagipula jaket itu terlalu besar untuk tubuh kurus keringmu. Lebih pantas untuk tubuhku yang seksi dan berisi ini."
"APA? Aku menyuruhmu mencucinya bukan memberikannya kepadamu!" teriak Daehwi dengan histeris.
"Ayah, dia mengambil jaket baruku. Padahal aku saja belum pernah memakainya." Rengek Daehwi kepada ayahnya.
"YAK PARK JIHOON KURANG AJAR! Berani-beraninya kau mengambil jaket anakku. Aku membelikannya khusus untuk Daehwi sebagai hadiah kenaikan kelas." Rahang Jisung tampak seperti nyaris terlepas karena dia berbicara terlalu cepat.
"Ah, sudahlah ayah. Toh kau juga membelinya dengan uang warisanku. Jadi aku berhak memakainya." Jawaban Jihoon benar-benar membuat Jisung dan Daehwi mati kutu. Karena tidak satupun hal yang dikatakan Jihoon itu tidak benar.
"Sekarang aku mau makan dulu. Hyung masak apa ya?" Jihoon pun pergi berlalu ke ruang makan.
Jika kalian pikir Jihoon adalah seorang upik abu yang menderita di siksa oleh ibu tirinya, kalian salah besar. Walaupun kisah hidupnya sepintas mirip dengan Cinderella, namun kepribadiannya sangat jauh dari seorang Cinderella. Jihoon adalah anak yang sangat malas. Kerjanya hanya bangun, makan dan bermain games. Dia pun rela tidak mengikuti kegiatan extra kurikuler di sekolahnya hanya untuk segera sampai ke rumah untuk bermain games.
Semasa ayahnya hidup, sang ayah akan menuruti semua kemauannya, dan semenjak sang ayah meninggal, ayah tirinya tak bosan-bosan menyuruhnya melakukan pekerjan rumah, meskipun hasil yang didapatnya akan nihil. Jihoon tetap malas melakukan pekerjaan rumahnya dengan berbagai alasan.
Dia juga selalu bertengkar dengan adik tirinya, Daehwi. Selalu saja ada hal-hal yang mereka ributkan. Mulai dari hal kecil seperti berebut remote TV sampai masalah yang menurut mereka besar, yaitu tentang siapakah anggota WANNA ONE yang paling tampan. Jihoon bersikeras Park Jeojang lah yang paling tampan, sedngkan Daehwi bersikukuh Lee Magu-Magu lah yang seharusnya menjadi visual di grup itu.
Jihoon mempunyai senjata ampuh jika ayah tiri dan adik tirinya mulai bersikap semena-mena.
"Akan ku coret nama kalian dari daftar warisan!"
Dan jika Jihoon sudah berkata seperti itu, baik Jisung maupun Daehwi tidak bisa berbuat apa-apa. Karena Jihoon lah yang berhak memutuskan apakah mereka mendapat bagian warisan atau tidak. Mereka sebenarnya sangat gatal untuk menyingkirkan Jihoon. Tapi sayang sekali, ayah Jihoon menuliskan disurat wasiatnya, jika terjadi apa-apa kepada Jihoon, maka semua warisan dan rumah itu akan di donasikan kepada kerajaan.
.
.
.
"Hyung, aku lapar. Apakah makanannya sudah siap?" tanya Jihoon kepada pemuda yang sedang berdiri di depan kompor.
"Oh Jihoon, kau sudah bangun?"
Suara yang merdu menyapa gendang telinga Jihoon. Mata rubah itu melengkung cantik saat dia memberikan senyuman tulusnya. Rasa kantuk Jihoon pun langsung hilang seketika saat dia melihat senyum manis yang membuat siapapun yang melihatnya akan berdebar.
"Sebentar ya, kau duduk dulu di kursi. Sebentar lagi pancake nya akan matang. Hyung hanya perlu membuat beberapa lagi untuk ayah dan Daehwi juga."
Jihoon berjalan melewati kursi yang ditunjuk kakak tirinya itu dan langsung berdiri di belakang kakaknya yang tengah berusaha membalik pancake di atas wajan. Dilingkarkanlah kedua lengannya di pinggang kakaknya itu. Tubuh kakaknya yang jauh lebih tinggi membuatnya nyaman untuk menyandarkan kepalanya di punggung sang kakak.
"Kenapa? Kau masih mengantuk?" sang kakak bertanya sembari terus melanjutkan kegiatan memasak pancake nya.
Jihoon hanya menggelengkan kepalanya sebagai respon.
Jihoon memang tidak cocok dengan ayah dan adik tirinya. Tapi Jihoon sangat menyayangi kakak tirinya ini. Kehadirannya bagaikan pengganti ibunya yang telah tiada. Dia yang membantu dan mengajarkan Jihoon jika dia merasa kesulitan dengan tugas-tugas sekolahnya. Dan jika ayah tirinya menyuruhnya melakukan tugas rumah yang berat, kakak tirinya lah yang akan membantunya diam-diam.
Kakak tirinya adalah seorang pemuda yang cerdas dan berwawasan luas. Dia bercita-cita ingin menjadi Perdana Menteri dan dia bahkan mendapatkan beasiswa dari pihak kerajaan untuk berkuliah di ibu kota. Dia mendapatkan beasiswa itu dua bulan setelah kematian ayah Jihoon. Tapi dia rela tidak mengambil beasiswa itu dan berkuliah di ibu kota demi untuk mengurus Jihoon dan Daehwi karena Jisung harus mengurus perkebunan mereka.
Maka dari itu Jihoon sangat menyayangi kakak tirinya ini. Bahkan Jihoon pun bercita-cita, jika dia dewasa nanti, hanya sang kakak tirilah yang akan diberi warisan dan diajak tinggal di rumah ini. Sedangkan Jisung dan Daehwi akan diusirnya dari rumah. Tapi dia sadar hal itu tidak akan terjadi. Kakaknya yang berhati malaikat itu tidak mungkin akan rela membuat ayah dan adik tirinya keluar dari rumah.
"Hyung mendengar ribut-ribut tadi. Apa kau bertengkar dengan ayah dan Daehwi lagi?" Suara merdu itu kembali menanyainya dan hanya dijawab dengan helaah nafas oleh Jihoon.
"Kau membantah ayah lagi? Berebut barang dengan Daehwi? Atau dua-duanya?" si kakak masih bertanya dengan lembut.
"Ini kan hari Minggu, aku hanya ingin tidur lebih lama, tapi ayah berteriak-teriak membangunkanku. Dia bisa kan membangunkanku dengan lembut. Ayah memang membenciku." Rengek Jihoon di punggung si kakak.
"Ayah tidak membencimu Jihoon, dia hanya ingin kau lebih bertanggung jawab. Ingat kau adalah pewaris keluarga ini. Bagaimana kau bisa mengurus perkebunan ayah nanti jika kau tidak berlatih tanggung jawab dari sekarang. Lagi pula beres-beres hanya masalah kecil kan."
"Tapi kan dia bisa bicara baik-baik seperti ini, bukannya marah-marah."
"Kau tau bagaimana perkebunan kita akhir-akhir ini. Musim kemarau yang panjang membuat hasil panen kita menurun. Ayah pasti stress karena hal itu dan dia tidak bisa mengontrol emosinya."
Jihoon hanya mampu terdima oleh perkataan kakaknya.
"Lalu kenapa kau bertengkar dengan Daehwi? Apa benar kau mengambil jaketnya?"
"Jaket itu kebesaran untuknya. Dia kelihatan konyol jika memaksakan diri untuk memakainya. Toh nanti aku akan menggantinya dengan yang baru."
"Lalu apa kau sudah mengatakan hal itu kepada Daehwi?"
Lagi-lagi Jihoon hanya mampu terdiam oleh perkataan kakaknya.
"Cobalah berbicara baik-baik padanya, dia pasti mengerti. Apa kalian tidak capek bertengkar setiap hari?"
Jihoon kembali menghela nafasnya dan mengeratkan pelukkannya kepada kakaknya.
"Sudah kau duduk saja dulu, mari kita makan. Setelah itu hyung akan membantumu membereskan ruang tengah, oke?"
"Baiklah, Minhyun hyung."
TBC
.
.
Hello, long time no see! Akhirnya Ang bisa publish chapter story lagi. Kali ini aku bikin chapter fic OngHwang. Tenang aja walopun Minhyun baru keluar dikit dan Ong belum nongol, ini OngHwang fic koq ^w^
I made this fic to celebrate OngHwang month. I dunno when will I update the next chapter, but I plan to start this fic on Minhyun's birthday and end it on Ong's Birthday. Jadi chapter dan konfliknya gak akan banyak. I hope I can make it, so wish me luck ^^
Jangan lupa review nya ya. See you in the next chapter.
-Ang-
