"Hei ganggang laut?"

Gilbert menolehkan kepalanya pada gadis brunette yang duduk di hadapannya dengan tusuk-tusuk sate panggang di atas piring.

"Kenapa para manusia bisa mencintai yah?"

"Huh?"


.

.


Ketika berkunjung ke mansion besar Rainsworth, Alice awalnya tidak menyadari apapun. Gadis itu hanya menatap sekeliling rumah dengan tatapan takjub karena baru kali pertama melihat rumah besar bergaya Victoria tersebut. Namun seiring berlalunya waktu, Alice mulai sadar. Ada figura besar berisi keluarga Rainsworth yang terpaku di dinding aula.

Senyum Sharon kecil bahagia, juga kedua orangtuanya yang merangkul sang anak dengan sayangnya.

Alice bingung.

Mengapa mereka seperti itu?

Gilbert membuang nafasnya. Kemudian melirik teh di atas meja yang sudah tidak lagi mengepulkan asap.

"Entah." Gilbert menjawab seadanya, kemudian meraih cangkir teh tersebut dan menyeruputnya hingga tandas.

Alice terdiam dengan ekspresi merenung. Ada beberapa tusuk sate lagi yang masih utuh. Alice menopangkan dagunya dengan muram. Dia tidak berniat membalas ucapan Gilbert dengan teriakan nyaring seperti biasanya. Oz tengah pergi menyusuri kota dengan Break, entah mencari apa Alice tidak peduli—jadi sekarang dia di sini, duduk di café pinggiran kota untuk sekedar menikmati makan siang.

Gilbert melirik Alice yang masih terdiam. Dia menghela nafas pelan.

"Kau tau," Pemuda bersurai legam itu membuka percakapan, membuat Alice mengadahkan kepalanya menatap sang Nightray. "Manusia itu unik. Kau tidak tahu apa yang mereka rasakan, juga perasaan mereka."

"Oh, benar." Alice bergumam. "Aku bukan manusia."

"Bukan!" Gilbert menyanggah dengan nada cukup keras. "Kau tahu bahwa terkadang aku juga berpikir bahwa aku bukanlah manusia." Pemuda bersurai seperti kain pel itu menggaruk tengkuknya. Kenapa rasanya dia malah jadi penyemangat Alice begini sih? Kelinci bodoh itu jadi makin kelihatan bodoh 'kan memikirkan ucapannya.

Sang Chain memiringkan kepalanya. "Kenapa?"

Kakak dari Vincent dan Elliot itu menghembuskan nafas. Benar sekali. Kenapa? Kenapa Gilbert merasa bukan menjadi manusia. Apakah itu hal yang wajar? Tentu saja tidak!

Café lumayan sepi. Pesanan mereka masih seperti sebelum-sebelumnya di café lain. Masih dengan tea tawar hangat dan juga sate panggang porsi jumbo untuk si Chain yang kelewat freak terhadap daging. Astaga, memikirkan itu Gilbert merasa isi dompetnya harus segera dimasukan ke dalam berangkas.

"Apa kau pernah mencintai seseorang?"

Gilbert memalingkan wajah datarnya yang sedikit merona. "Tidak." Dia menjawab dengan pelan. "Aku tidak tahu bagaimana rasanya mencintai."

Alice mengangguk-angguk kepalanya. Gadis Chain dengan julukan B-Rabbit itu mengibaskan rambut brunettenya yang kelewat panjang. "Terserah. Aku tidak mau mendengar curhatanmu yang membosankan itu ganggang laut!"

Twitch!

Sudut siku-siku berhasil bertengger manis di dahi sang Raven.

"Apa kau bilang Kelinci bodoh?!"

"Jangan berisik!" Alice menjulurkan lidahnya. "Kau merusak selera makanku!"

Gilbert menggeram. Iris pucatnya menatap galak gadis di hadapannya. Astaga, demi apapun! Setelah bertanya dengan ekspresi seperti itu, dia dengan santainya mengalihkan pembicaraan dan seolah-olah tidak peduli dengan yang ditadi ditanyakannya? Gila! Cukup seminggu berdua dengan gadis ini dan Gilbert yakin dia akan kehilangan kewarasannya!

Sulung Nightray menghela nafas.

"Hei ganggang laut!" Suara nyaring Alice membuat Gilbert memicingkan matanya.

Yang berisik itu di sini siapa?

"Hn?"

"Ayo kita saling mencintai! Agar tahu bagaimana rasanya cinta itu!" Cengiran tanpa dosa dilayangkan pada sang sulung.

Gilbert merasakan wajahnya memerah. Dasar bodoh! Gilbert merutuk dalam hati. Senyuman tipis di bibirnya terukir dengan sempurna.


Disclaimer is Jun Mochizuki


Salam hangat-,

Panda Merah