BUAK!
"Jangan pernah mendekatinya lagi," pemuda berambut pirang itu dengan mudahnya menarik kerah orang yang ada dihadapannya dengan kasar. "Atau kau akan menyesal."
Dengan santainya, ia melempar pemuda berambut putih keabu-abuan itu sampai terpental beberapa meter dari tempatnya berdiri. Namikaze Naruto dengan tanpa rasa bersalah pun berbalik, meninggalkan orang yang baru ia 'tegur' tepar di ujung jalan sana.
Sesaat, tatapan mereka pun bertemu. Naruto menatap dingin seorang perempuan yang kini menundukkan wajahnya, yang secara fisik sangat mirip dengannya. Secara fisik, bukan mental maupun sifat.
Namikaze Naruto menatap Namikaze Naruko yang kini menunduk malu. Naruto hanya bisa menghela nafas menatap adik kembarnya itu, selalu takut dan mudah menyerah, terlalu lembut dan tidak berdaya, mudah untuk dicelakai. Ow yeah, terbalik dengan kakaknya yang sangar, mengerikan, preman, kuat, dan sulit untuk dikalahkan.
Naruto menyeringai dalam hati.
Angin sore menerbangkan helaian rambut pirang mereka yang serupa. Naruko yang kini perlahan menaikkan wajahnya, menatap kakaknya dengan pandangan takut sekaligus menyesal. "Maafkan aku, Nii-san… a-aku tidak tau kalau akan terjadi seperti ini…"
"Kau seharusnya sadar, Naruko." Naruto mengambil tas sekolahnya yang tergolek lemas di aspal, "Kau itu lemah, mudah untuk diincar."
Naruko menghela nafas, kedua tangannya yang kini memegang tas sekolah miliknya sedikit bergetar. "A-Aku tau kok.."
"Kalau kau sudah tau, kenapa kau mau mengikuti Hidan sampai disini, hn?" Kata Naruto, tasnya ia taruh di belakang kepalanya, pundaknya menumpu berat tas hitam miliknya, ia terkekeh pelan. "Kalau aku tidak mengikutimu sampai sini, aku tidak tau apa yang terjadi padamu, Naruko." Ia berjalan kearah adiknya, "Kau tau kan Hidan itu benci padaku? pasti kalau dia ingin cari masalah denganku, dia harus menjebakmu. Dasar bodoh,"
"Maafkan aku, Naruto-nii… ku-kukira dia—"
"Apa? Berbalas budi? Karena kebaikanmu pada semua orang yang merepotkan itu hm? Atau kau berpikir karena kau baik dengan Hidan, kau bisa berteman dengannya? Heh, jangan konyol. Dia musuhku," Naruto menyeringai, "Dan itu berarti dia juga musuhmu."
Naruko menutup kelopak shappire-nya, mencoba untuk sabar dan berusaha tegar. Kalau Naruto melihatnya menangis, pasti kakaknya itu akan menghinanya lebih dari ini. Ia pun hanya bisa pasrah, pasrah dengan takdirnya. "I-Iya…"
"Kita pulang," Naruto melewati Naruko, berjalan kearah rumah mereka yang cukup jauh dari gang kecil yang aspalnya kini mereka pijak. "Pasti Kaa-chan marah kalau kita pulang sesore ini."
"Uhm," Naruko mengangguk pelan, mengikuti langkah Naruto. Ia menatap punggung kakaknya itu, dari rambutnya yang mencuat-cuat keatas dan tidak pernah disisir, kulit tan yang diwarisi oleh ayah mereka, serta postur tinggi mereka yang kini berbeda jauh. Berbanding dengan Naruko yang rambut pirang panjang yang terawat, kulit putih tanpa cacat seperti sang ibu, dengan badan pendek serta kekuatannya yang berbeda jauh dengan Naruto. Gadis itu tersenyum kecil, "Kakak jadi besar ya…" gumamnya pelan, berharap kalau Naruto tidak mendengarnya, dan kalau pun mendengarnya, mungkin Naruto akan menghiraukannya.
Naruko menatap langit sore yang kini berubah menjadi oranye, matahari sudah mulai condong ke Barat, bersiap berganti dengan bulan. Gadis itu memudarkan senyumnya kala melihat matahari mulai tidak terlihat, berganti dengan sinar bulan yang sedikit redup dan gelap.
'Tapi dia tidak sayang lagi padaku…'
.
.
.
.
.
.
.
Naruto © Masashi Kishimoto
Beside Me © Luscania 'Effect
Naruto Namikaze x Naruko Namikaze
Rated T semi M (jaga-jaga)
Genre : Romance/Family/Hurt/Comfort/Friendship
Warn : OOC, AU, typo(s), sedikit dramatis, feelnya nggak terasa, etc.
Chapter 1 : My Big Brother
.
.
.
.
.
"Tadaima,"
Naruto membuka pintu rumah diikuti oleh Naruko yang kini berada di belakangnya, dengan tidak sopannya ia langsung melempar sepatu sekolahnya dan langsung berjalan keatas, ke kamarnya. Naruko yang menyadari itu, hanya bisa menunduk dan merapikan sepatu mereka berdua. Naruko dengan santai menapaki lantai kayu rumahnya, ia berjalan ke dapur, berharap kalau ada orang disana. Tapi sayang, disana kosong, tidak ada siapa-siapa.
Naruko menghela nafas, 'Pasti lembur lagi,' pikirnya. Dengan cepat ia menapaki tangga dan membuka pintu kayu berwarna kuning bertulis 'Naruko' di dinding pintu, bersebelahan dengan kamar Naruto. Ya, mereka kembar, tapi belum tentu harus sekamar bukan?
Di kamar sederhana tersebut, Naruko meletakkan tasnya di meja belajar dengan gerakan kalem, ia kemudian membuka ikat rambut yang ia pakai dan meletakkan di tempat aksesorisnya, rambutnya yang panjang itu ia biarkan terurai. Naruko tersenyum, kalau boleh jujur, Naruko sangat sayang dengan rambutnya, ia bahkan sering merawatnya, tidak seperti Naruto yang sama sekali tidak peduli dengan rambutnya yang kini seperti durian, bahkan menurut Naruko, Naruto mungkin juga tidak akan peduli kalau ia dilahirkan sebagai bocah botak.
Naruko menyisir helaian rambutnya dengan jari-jarinya. Kemudian ia berbalik dan segera membuka lemari baju, dan segera mengambil piyama berwarna kuning dengan motif gambar wortel oranye. Ia pun kini berganti pakaian dan segera berbaring di kasur single bed kepunyaannya. Kemudian ia mengecek ponsel yang ia tinggal sejak bersekolah beberapa jam yang lalu. Mata shappire yang besar itu mengerjap pelan, ia kemudian membuka email yang memang sudah dikirim untuknya beberapa jam yang lalu.
'Naruko-chan, Kaa-san dan Tou-san hari ini mungkin pulang telat. Masih ada sayuran di kulkas. Kau makan malam dengan kakakmu ya.'
Naruko menghela nafas pelan, lagi-lagi lembur. Naruko mencoba untuk santai, lagipula ini bukan pertama kalinya kok ia dan Naruto ditinggal oleh orang tuanya, bahkan sejak mereka SMP, hampir setiap hari mereka jadi seperti ini.
Naruko beranjak berdiri, kemudian ia menguncir rambut pirangnya dan berjalan kearah dapur. Mata gadis itu berbinar kala masih ada banyak sisa makanan disana. Ia pun nyengir dalam hati, dengan santai ia segera keatas, menuju kamar Naruto.
Tok tok tok
"Onii-san, Onii-san mau makan apa?" tanya Naruko riang.
Lama Naruko menunggu jawaban, namun sampai menit ketiga tidak ada jawaban sama sekali. Mata Naruko mengerjap pelan, "Onii-san?"
Tok tok tok
"Onii-san tidur ya?" Naruko mencoba untuk berpikir positif, siapa tau kan Naruto lelah, makannya sampai sekarang kakaknya itu tidak menjawab. Naruko tersenyum lirih, toh kakaknya itu kelelahan akibat dirinya yang nakal. Yep, nakal karena mudah dipengaruhi oleh orang lain. Membuat kakaknya kelabakan mencari dirinya yang ternyata bersama musuh bebuyutan Naruto. Ckckck, adik macam apa dia?
Naruko menghela nafas pelan. Mungkin benar, kakaknya sedang tidur. Naruko pun berbalik, berniat menuju dapur dan menyiapkan makan malam untuk dirinya sendiri. Namun ia terhenti kala pemikiran muncul dalam otaknya.
Kalau kakaknya tidak makan, pasti dia sakit.
Oke, mungkin itu pemikiran yang logis. Naruko mencoba mengingat jadwal makan kakaknya hari itu. Kalau tidak salah Naruto terakhir makan tadi pagi, di sekolah ia tidak makan siang, karena Naruto sering berkumpul dengan teman-temannya sewaktu istirahat. Dan ini sudah malam, berarti…
'Hari ini dia cuma makan sekali!?'
Naruko menepuk kedua pipinya bersamaan, dia harus menyiapkan makan malam untuk Naruto! Harus!
Dengan langkah cepat, ia menuju dapur dan mempersiapkan bahan-bahan di atas meja. Dengan lihai ia memotong-motong bawang dan mentumisnya di wajan, disusul dengan mentega. Lalu ia masukkan daging asap sisa sarapan tadi pagi beserta wortel, kacang polong, dan jagung. Ia masukkan nasi dengan cepat kemudian mengaduk-ngaduknya rata. Ia tersenyum senang. Gadis itu sudah memiliki bahan resep yang sudah ia cetak di otaknya, makanan hasil kreasi sendiri. Ganbatte, Naruko-chan!
'Pasti Onii-san senang.'
~oOo~
Naruto membuka matanya. Ia menggeram kesal dan segera duduk disamping kasur, pemuda itu menoleh dan mendapati jam weker terpampang diatas meja.
21.19 PM
"Brengsek," gerutunya. Ia kemudian berbaring lagi diatas kasur. Naruto menatap langit-langit kamarnya yang berwarna oranye itu, pakaiannya sudah berganti dengan kaos putih yang kontras dengan kulit tan-nya. Matanya menerawang.
'Ternyata mereka sudah bergerak, heh?'
Dengan cepat Naruto membuka ponsel flip-nya, kemudian segera ke menu contact dan mendapati nama yang kini ingin diteleponnya. Lalu ia meletakkan ponsel itu di telinganya, terdengar nada sambung disana.
'Hm? Apa?'
"Teme, mereka sudah bergerak."
'Siapa?'
Naruto berdecak, "Akatsuki. Mereka mencoba mengganggu adikku."
'Naruko di bully?'
"Tidak, cowok beruban itu menjebak Naruko."
'Hidan maksudmu? Apa yang dilakukannya?'
"Dia mengajak Naruko ke suatu tempat. Untung saja aku melihatnya waktu dia mengobrol dengan Naruko," Naruto menghela nafas, "Kalau tidak ada aku, entah apa yang terjadi dengannya."
'Naruko percaya?'
"Yaa.. kau taulah dia, terlalu baik." Sorot mata biru Naruto menajam, "Kita harus membalasnya, Teme."
'Tenang Naruto,' Naruto cemberut ketika mendengar suara kekehan menyebalkan diujung sana, 'Ada waktu untuk kita membalasnya.'
"Tapi sampai kapan hah?" Kata Naruto, "Sampai adikku benar-benar dijebak? Kau tau kan… aku tidak mungkin selalu ada disampingnya."
'Tsk, dia itu sudah besar, sama seperti kita. Dia pasti tau apa yang baik dan buruk, Naruto. Jadi tenang saja.'
"Aku tidak bisa tenang kalau Akatsuki masih berkeliaran di luar sana," Naruto menutup matanya, "Naruko itu polos, terlalu baik, dan lemah. Dia tidak bisa berbuat apa-apa tanpaku, Sasuke! Dia itu bahkan tidak tau orang jahat yang mana, pasti dia selalu berpikiran kalau semua orang di dunia ini adalah orang baik! Dia itu bodoh!"
Tidak ada jawaban dari Sasuke, Naruto menghela nafas panjang, mencoba untuk tenang, "Nanti akan kutelpon lagi." terdengar suara tutupan ponsel di kamar Naruto. Ia pun berbaring lagi, mencoba untuk tidur, berharap istirahat dapat menenangkan pikirannya yang kalut.
.
.
.
.
'Naruko itu polos, terlalu baik, dan lemah. Dia tidak bisa berbuat apa-apa tanpaku, Sasuke! Dia itu bahkan tidak tau orang jahat yang mana, pasti dia selalu berpikiran kalau semua orang di dunia ini adalah orang baik! Dia itu bodoh!'
Kalimat yang merupakan bentakan itu masih terngiang-ngiang di pikiran Naruko yang kini berdiri di depan pintu kamar Naruto. Akibat jarak yang sangat dekat, Naruko dapat mendengar teriakan Naruto yang satu itu. Kepalanya menunduk, poninya yang panjang menutupi matanya yang redup, tangannya yang memegang nampan tampak sedikit bergetar.
'Naruko itu lemah… Naruko itu lemah…'
"… Hiks,"
'Bahkan kakakku sendiri berkata seperti itu..'
Naruko mencoba untuk menghela nafas panjang, ia segera menghapus air matanya dan mencoba untuk memasang raut ceria. Dengan satu tangan ia memegang nampan tersebut dan satu lagi mengetok pintu.
Tok tok tok
"Onii-san, bisa buka pintunya? Ano, aku membuat makan malam untuk Onii-san."
Naruko menunggu dengan tenang, ia yakin kalau kakaknya itu masih bangun. Karena ia tau beberapa detik yang lalu Naruto baru menelepon Sasuke.
Cekrek
Naruko tersenyum kecil, ia mendapati kepala Naruto menyembul di balik pintu, dengan sorot mata yang tajam dan sinis, ia berkata, "Mau apa kau?"
"Onii-san mau makan?" Naruko memperlebar senyumnya, menawari nampan yang kini ada di kedua tangannya, "Kupikir Onii-san lapar, jadi—"
"Aku tidak lapar," katanya Naruto sinis, "Pergi. Aku mau tidur," Naruto bersiap untuk menutup pintu, namun dengan cepat Naruko menahannya, "Tapi Onii-san belum makan dari tadi siang, jadi tolong, makanlah…" Naruko menatap Naruto lirih, "Aku tidak mau Naruto-nii sakit…"
"Kau pikir aku lemah sepertimu?" jawab Naruto, matanya masih menatap Naruko tajam, "Aku tidak akan mati meski tidak makan sehari saja. Aku mau tidur, aku capek!"
Naruko menggigit bibir bawahnya, "Onii-san, kumohon… sesendok saja.." bahu Naruko bergetar, takut kalau perlawanannya ini membuat Naruto semakin marah. Tapi ia harus, ia harus membuat Naruto makan, meski hanya sesuap saja, "Kakak belum ada makan seharian ini.. jadi makanlah, aku sudah membuatnya susah payah…"
BRAK!
Naruko terkesiap, ia melihat kakaknya itu menatapnya dengan bengis. Saking takutnya, Naruko segera berjalan mundur. Pintu kamar ditarik oleh pemilik kamar dengan kasar, membuat Naruko menatap Naruto sepenuhnya.
"Aku tidak pernah menyuruhmu membuatkanku makanan!" nada Naruto sedikit meninggi, membuat Naruko menelan ludah, "Lebih baik kau pergi dari sini, dan JANGAN GANGGU AKU!"
Deg.
BLAM!
Naruko masih terdiam kala pintu itu tertutup dengan kasar tepat dihadapannya. Matanya masih terbuka lebar-lebar, tidak percaya apa yang baru saja ia alami tadi.
Itu kakaknya kan? Kalau itu kakaknya, kenapa dia harus dibentak?
Seharusnya tugas seorang kakak adalah melindungi adiknya, bukan?
Tapi, kenapa ini sebaliknya?
Seorang kakak tidak mungkin menghina dan membentak adiknya, apalagi adik kembarnya sendiri…
Setetes air mata muncul di iris Naruko. Ia ingin berteriak, berteriak kencang kenapa hidupnya seperti ini. Ia masih mencoba menahan nampan di kedua tangannya, mencoba untuk nampan itu tidak jatuh. Padahal dia sudah membuatnya sepenuh hati, Nasi goreng yang ia buat dengan suka cita, tapi malah ditolak mentah-mentah…
Nasi goreng yang berbentuk wajah kakaknya, Naruto.
Dengan kedua tomat dan timun yang menghiasi nasi goreng itu, sehingga membentuk wajah dan mata, serta telur dadar yang dipotong-potong dan disusun seperti rambut. Dan saus yang dibentuk melengkung keatas, seperti bibir yang tersenyum. Naruko tersenyum miris, "Mungkin dia tidak tertarik dengan masakanku…" gumamnya.
Ia menghela nafas panjang, mencoba untuk tegar. "Uhh, Onii-san…" panggilnya pelan.
"Ka-Kalau Onii-san lapar, aku akan meletakkannya di lemari dapur, jadi.. uhm.." Naruko menggigit bibir bawahnya, merutuki dirinya yang cengeng kali ini, akibat tetes-tetes air mata terkutuk itu kini membasahi wajahnya yang merah akibat menahan air mata, "A-Atau kalau Naruto-nii tidak mau makan masakanku yang ini, O-Onii san bisa membuat ramen, ramen instan kita masih ada kok, ja-jadi…" ia tersenyum lebar, membayangi kakaknya dihadapannya, dan tersenyum padanya. "Selamat tidur, Onii-san. Naruko sayang Naruto-nii…"
Naruko pun berbalik, ia tidak ambil pusing apa Naruto di dalam sana sudah tidur atau belum, ia ingin segera meletakkan makanan gagal ini di dapur dan segera tidur. Dan berharap kalau Naruto tidak marah padanya. Biar saja kalau ia yang dibentak, yang penting Onii-san senang. Pikir Naruko kalem, mencoba berpikir positif.
Meski Naruto sering membentaknya, tapi Naruko tau, kalau itu adalah bentuk kasih sayang kakaknya terhadapnya.
Iya, kan?
~oOo~
Pagi menjelang, Naruko kini sudah siap dengan seragam sailornya. Ia segera menguncir rambut pirang panjang menjadi ikat dua, ciri khasnya. Ia tidak suka mengurai rambut saat sekolah, tidak peduli dengan gaya-gaya ngetren zaman sekarang, Ia juga tidak peduli dengan teman-temannya yang sering mencibirnya sebagai anak kecil. Karena kalau menurutnya, mengurai rambut itu merepotkan, bisa mengganggu konsentrasi belajar dan lehernya pun panas. Naruko ya Naruko, mereka ya mereka. Be yourself, merupakan salah satu motto yang tercantum dalam diri Namikaze Naruko.
Naruko segera berlari kecil ke dapur. Ia mendongak, belum ada siapa-siapa disana. Berarti orang tua mereka belum bangun. Ia dengan cepat membuka lemari dapur, wajahnya langsung kecewa kala melihat nasi goreng yang ia buat tadi malam masih utuh, tidak tersentuh sama sekali. Dengan gontai ia letakkan di meja dan duduk dihadapan makanan itu. ia menghela nafas dan mengambil sesendok, "Itadakimasu," gumamnya pelan, ia memasukkan sesuap nasi goreng itu dimulutnya dan mengunyahnya dengan lesu.
'Padahal rasanya enak, tapi kenapa Naruto-nii tidak mau makan ya?' ia mendelik, menatap nasi goreng itu, 'Atau memang tidak menarik?' pikirnya.
Ia pun memakan nasi goreng itu sampai suapan terakhir, lalu mencuci piringnya sampai bersih. Pikirannya masih melayang ke kejadian tadi malam. Ia tidak menyadari kalau seseorang sudah berdiri di depan pintu dapur.
"Naruko-chan?"
Nyaris saja Naruko menjatuhkan piring yang kini ia genggam, dengan cepat ia menoleh kebelakang, mendapati wanita paruh baya dengan rambut merah yang unik. Ia bernafas lega, "Kaa-san… ohayou," Naruko tersenyum kikuk.
"Ada apa? Kok kamu kaget begitu?" tanya Kushina, ia tersenyum mendapati anaknya itu malah nyengir kepadanya. "Seperti liat setan saja," Kushina berjalan kearahnya.
Naruko menggembungkan pipinya, "Ah, Kaa-san sih, datang tiba-tiba begitu!" gerutunya.
Kushina tertawa kecil, ia mengelus rambut putrinya, "Bagaimana sekolahmu kemarin? Maaf ya Kaa-san tidak bisa gabung makan malam denganmu, kemarin ada urusan mendadak di kantor, jadi Kaa-san harus—"
"Aku tau aku tau," Kata Naruko, "Kaa-san jangan memasang muka kecewa gitu dong! Kan aku jadi tidak enak melihatnya," kata Naruko pelan.
Kushina mengacak rambut Naruko, "Dasar kau ini… sudah sarapan?" tanyanya sambil mencuci tangan di wastafel dapur.
"Uhm! Ano, Kaa-san…"
"Ya?"
Naruko berjalan mundur, "Hari ini aku ingin pergi ke sekolah sendiri…"
"Eh? Kenapa?" Kushina berbalik, menatap anak gadisnya yang kini takut-takut melihatnya, "So-Soalnya nanti kalau aku menunggu sampai Onii-san bangun, a-aku nanti terlambat…"
Kushina tersenyum, "Biar Kaa-san yang membangunkannya. Kamu bersiap-siap saja, Naruko-chan. Akan Kaa-san ma—"
Belum sempat ia melanjutkan kalimatnya, Naruko memotong, "Biarkan saja Kaa-san! Naruto-nii capek…"
Kushina mendelik, "Capek? Semalam dia tidak pulang bersamamu?"
Naruko menggeleng cepat, "Bu-Bukan begitu! Kemarin… waktu pulang, Naruto-nii lelah, bahkan dia memintaku mengantarkan makan malamnya di kamar. Dia juga istirahat seharian kok.. ja-jadi aku tidak ingin mengganggunya." Dustanya. Naruko berbalik dan segera mengambil tasnya, "Aku berangkat ya, Kaa-san, sampaikan salamku pada Tou-san!" teriak Naruko dari pintu masuk rumah, sedangkan Kushina masih menyandar di dinding dapur.
Tak lama kemudian, terdengar pintu tertutup dengan cepat. Kushina hanya bisa menggelengkan kepalanya, menuju kamar anak lelakinya dan berniat membangunkannya.
~oOo~
Naruko berjalan dengan waspada, matanya tajam menatap jalanan sepi yang ada dihadapannya. Ia berharap ia sampai disekolah tanpa bertemu seorang pun, lagipula ini masih pagi, jadi gadis berkuncir itu menemukan waktu yang tepat untuk pergi sendirian.
Ia mendongak menatap langit pagi yang berwarna jingga itu, matahari mulai terbit dari ufuk timur. Membuat Naruko seketika tersenyum senang kala melihatnya.
Naruko berhenti, ia menutup matanya, merasakan angin musim gugur yang menerpa dirinya.
'Onii-san…'
Naruko POV
Aku membuka mataku perlahan, masih menatap langit pagi yang menurutku indah itu. Dulu, aku ingat.. waktu kecil.. aku dan Naruto-nii selalu bermain bersama. Naruto-nii selalu melindungiku dan menemaniku bermain. Dia juga sering memukul orang yang mengejekku. Yaa, mungkin waktu aku kecil, banyak yang menghinaku akibat tanda lahir yang sudah ada di kedua pipiku ini. Naruto-nii selalu bersamaku. Dia selalu ada, selalu ada disampingku. Meski dia punya banyak teman, tapi dia juga membagi waktunya untuk bermain denganku. Aah, senangnya dulu…
Tapi…
Entah kenapa, semakin kami bertumbuh menjadi remaja, Naruto-nii mulai jarang bermain denganku. Bahkan sejak kami SMP, dia tidak mau lagi belajar denganku. Ia mungkin hanya mengurung diri di kamar sehabis pulang sekolah, atau pergi entah kemana bersama teman-temannya. Bahkan dia mulai berani memarahiku. Aku… aku benar-benar tidak tahu apa yang harus kulakukan. Aku hanya bisa pasrah dan menerima semua kemurkaannya. Aku bahkan pernah mengatai Naruto-nii jahat, tapi… dia malah tersenyum mengerikan dan meninggalkanku waktu itu. Aku tidak tahu kenapa dia jadi berubah begitu drastis..
Waktu kecil, Naruto-nii adalah sosok yang ceria dan sangat hebat. Namun sekarang… entahlah.
Aku pernah menanyakan alasannya kenapa dia jadi berubah padaku, ia hanya menjawab kalau 'aku ini merepotkan.'
Terkadang aku berharap, kalau aku ini merupakan sosok orang lain, bukan putri dari keluarga Namikaze, bukan adik dari Namikaze Naruto.
Hanya saja Kami-sama sudah meletakkanku disini, sebagai putri tunggal Namikaze, adik kembar dari preman tersangar a.k.a Namikaze Naruto.
Dan aku harus menjalaninya, apapun yang terjadi.
Normal POV
In other side –Naruto Namikaze, 06.46 AM.
Kushina menatap tajam putranya yang kini masih meringkuk diatas kasurnya yang nyaman. Naruto sama sekali tidak tau kalau ternyata ibunya sudah berada dalam kamarnya.
Dengan rasa tidak berdosa, Kushina mengangkat sebaskom air mandi dan menjatuhkan airnya tepat di wajah Naruto yang kini masih menutup matanya dengan mulut sepenuhnya terbuka, air liur setia menghiasi mulutnya yang seperti toa itu.
BYUUR!
"AKH! Tenggelam! Tenggelam! Kaa-channn! Tolong aku! Dattebayoo!" Naruto langsung menggeliat diatas kasur yang kini dingin akibat air dingin yang barusan Kushina tumpahkan. Kushina mulai menghela nafas panjang, "Bangun, Narutooooooo!"
"..Te-tenggelam tenggelamm! Kaa-chaaaaannnn!"
Kushina menarik nafas kemudian menjewer telinga kanan Naruto, membuat Naruto merintih kesakitan. "A-Aduduh! Sakitt!"
"Kau pikir ini dimana hah? Di laut?" Kata Kushina kesal, "Bangun sana! Ini sudah jam enam Naru, cepat mandi!" Kushina melepas jewerannya, berganti berkacak pinggang.
"… Eh? Eh? Jam enam?" mata Naruto mengerjap-ngerjap polos. Ketika menatap sang ibu yang kini menatapnya horror, matanya langsung terbuka lebar-lebar. "APA!? AKU TERLAMBAT!"
"Dasar bodoh!" Kushina menggelengkan kepalanya, ia memberikan handuk kepada Naruto, "Kaa-chan tunggu dibawah ya," Kushina segera beranjak dari sana, tidak peduli dengan Naruto yang dengan begonya masih kelabakan.
Namun saat Kushina ingin menutup pintu, suara berat milik anaknya itu nyaris mencopotkan jantungnya.
"Dimana Naruko?"
Kushina berbalik, tersenyum, "Dia berangkat duluan,"
Naruto beranjak dari kasur, ia menguap sebentar, "Tumben anak itu, dasar…" gumamnya.
"Naruto,"
"Hm?"
"Kalian berantem?"
Naruto mendelik, rautnya berubah total dari yang Kushina lihat tadi. "Tidak,"
Kushina terkekeh pelan, "Kaa-chan tau kalian sedang berkelahi. Ada apa?" tanyanya, mencoba untuk memancing anak putranya untuk membeberkan rahasia kedua anak kembarnya tersebut.
"Tidak ada apa-apa Kaa-chan. Kami akur kok," Kata Naruto nyengir, ia segera menutup pintu kamar mandi, meninggalkan Kushina yang hanya bisa menghela nafas panjang.
~oOo~
Istirahat di Tokyo Academy telah dimulai beberapa menit yang lalu, semua siswa-siswi mulai berpencar entah kemana, termasuk Naruko dan Naruto. Namun meskipun mereka kembar, mereka tidak akan bersama selalu. Mereka akan berpisah di lain tempat, kecuali di rumah tentunya.
Naruko berjalan bersama Haruno Sakura, sahabat karib Naruko, sekaligus kekasih dari Uchiha Sasuke. Mereka berdua merupakan teman lama sejak SMP, jadi wajar saja mereka sering lengket dimana pun, layaknya Naruto dan Sasuke. Sakura yang merupakan gadis ceria dan berani sangat kontras dengan Naruko yang pendiam dan kalem.
Saat ini, mereka ada di lapangan belakang sekolah dalam rangka have lunch together, mereka duduk di rerumputan ujung lapangan. Selain nyaman, mereka juga jadi tidak takut-takut untuk saling berbagi rahasia disana, karena disana sepi tentu saja.
"Sakura-chan mau mencoba bento-ku?" tanya Naruko tersenyum. Ia melihat wajah Sakura berbinar-binar senang, "Mau!" teriaknya.
Mereka saling mengobrol tentang banyak hal, dari hal-hal yang biasa Sakura lakukan dirumah, Sakura yang mengeluh akibat overprotective-nya sang pacar, Sakura yang selalu diomeli oleh ibunya, Sakura yang berharap punya adik laki-laki yang tampan, dan yang lainnya.
Naruko mengerjap pelan, "Sakura-chan ingin punya adik?" tanyanya antusias.
"Uhm! Baru dua bulan sih, tapi aku harapnya laki-laki!" katanya riang.
"Hihi, semoga saja tampan seperti Sasuke-kun," Sakura cemberut, "Tapi rambutnya jangan deh! Aku maunya jabrik saja, hahaha!"
Naruko memasukkan makanan ke dalam mulutnya, "Um.. kalau seperti itu, berarti mirip Menma-san yang anak kelas sebelah itu ya?"
"He? Cowok yang mirip kakakmu itu? Tidak juga sih. Pokoknya kuharap aku ingin adik kecil yang lucu!" Sakura menepuk pipinya yang merona, membayangkan seorang bayi yang menatapnya polos sambil tersenyum, menampakkan gigi ompongnya yang sama sekali belum tumbuh, "Kyaaa, manisnya!"
Naruko tersenyum lebar. Mereka akan melanjutkan makan kala Sakura bertanya hal yang membuat Naruko kaget.
"Naruko-chan bagaimana? Ingin punya pacar tidak?"
Naruko terdiam, pipinya merona hebat, ia menggelengkan kepalanya kuat, "Aah! T-Tidak, a-aku belum berpikiran sampai situ.."
"Belum kepikiran?" Alis Sakura mengernyit, ia menyandarkan tubuhnya di batang pohon, "Kenapa? Kita kan sudah enam belas tahun. Masa belum ingin punya pacar sih?" Sakura tersenyum, "Punya pacar itu asyik loh."
Naruko tersenyum lirih, "A-Aku belum pernah berpacaran…"
"Hah, masa?" Sakura menatap Naruko lekat-lekat, "Padahal kau cantik, pasti banyak laki-laki yang mengantre untuk jadi pacarmu, Naruko-chan!"
Naruko menunduk, "A-Aku hanya—"
Sakura merapatkan diri ke Naruko, wajahnya menampakkan penasaran, "Apa?"
Naruko menghela nafas. Dia sedikit ragu, apa ini harus diceritakan oleh Sakura atau tidak. Tapi Sakura kan sahabatnya, dan mungkin saja gadis bersurai merah muda itu dapat membantunya. Matanya menerawang keatas, melihat langit biru yang cerah dihiasi dengan awan-awan yang putih.
"Sebenarnya, sejak awal masuk SMA, Onii-san sudah melarangku dekat-dekat dengan laki-laki…" Naruko tersenyum miris, "Entah kenapa dia jadi seperti itu. tapi mungkin dia hanya ingin melindungiku,"
Sakura membuka matanya lebar-lebar, "Naruto membatasi pergaulanmu? Kenapa? Seharusnya kau berhak berteman dengan siapa saja!"
"Sakura-chan, kau tidak mengerti…" Naruko bergumam, "Kau tau kan… kalau Onii-san itu banyak musuhnya, ja-jadi mungkin dia sedikit takut kalau aku diganggu oleh mereka." Ia tersenyum lembut, "Umm, makannya aku kurang dekat dengan cowok."
Sakura berkacak pinggang, "Tapi tidak harus begitu juga kan? Kalau begini terus kapan kamu punya pacar?"
Senyum lembut Naruko perlahan memudar, ia menatap Sakura dengan tatapan harapan-entah-apa-itu, yang jelas Sakura tidak bisa menebaknya.
Naruko mengerjap-ngerjapkan matanya, ia merasa ada sesuatu akan keluar dari kelopak matanya, "Tidak apa-apa kalau tidak punya pacar," Naruko berkata dengan suara serak. Sakura yang menyadari hal itu langsung panik seketika, sepertinya dia sudah kelewatan. Namun perkataan sahabatnya itu langsung membuatnya diam membisu.
"Asal Onii-san selalu ada disampingku, itu sudah cukup kok…"
~oOo~
Bel pulang berbunyi dan bergema di seluruh ruangan KA. Namikaze Naruko segera keluar dari kelasnya dan berlari kecil menuju kelas paling pojok koridor sore itu. Gadis berparas imut itu bersandar di dinding tembok, mengawasi satu-satu siswa-siswi yang mulai keluar dari kelas 2-4 tersebut. Ia sedikit mengernyit kala tidak melihat cowok berambut pirang ada dari salah satu orang-orang yang berlalu lalang di sana.
Naruko segera menghampiri cowok berambut coklat yang kebetulan merupakan urutan paling akhir yang keluar dari kelas itu, "Kiba-kun!" panggilnya terburu-buru.
Kiba yang kebetulan juga melihat Naruko yang berjalan menghampirinya, juga menyapa, "Hai, Naruko-chan." Sapanya ramah.
Naruko membalas senyumnya, "Apa kau lihat Naruto-nii?"
"Naruto?" Kiba menggaruk rambut belakangnya, tampak berpikir. "Tadi sepertinya dia bolos pelajaran terakhir, aku tidak tau dia ada dimana sekarang." Jawabnya jujur. Memang Naruto bolos kan? Barangnya saja masih ada di kelas, pikirnya.
"Aaa…" Naruko berjalan mundur, kemudian membungkuk. "Terima kasih, Kiba-kun."
Kiba tersenyum tipis, ia kemudian berjalan menjauh dan melambaikan tangannya. "Aku duluan ya, sampaikan salamku pada Naruto,"
Naruko mengangguk antusias, "Uhm! Sampai jumpa," Naruko membalas lambaian Kiba yang mulai berjalan menjauh darinya.
Senyum Naruko perlahan memudar seiring dengan Kiba yang mulai hilang di tikungan koridor. Ia segera berlari dan membuka pintu kelas, matanya yang biru menangkap meja kelas yang masih penuh dengan buku-buku pelajaran yang berantakan. Tas-nya saja teronggok lemas di lantai. Naruko segera berjalan menuju meja yang kebetulan ada di pojokan itu dan segera merapikan semua. Naruko kini menenteng dua tas. Yang satu sedang ada dipunggungnya, yang satu lagi ada di kedua tangannya yang ia taruh di depan dada.
'Naruto-nii kemana ya?'
~oOo~
"Aaahh, Teme! Minta ramen-nya lagi dong!"
Di sebuah ruangan luas yang bernuansa biru dongker, Naruto dan Sasuke, kedua sahabat yang tidak pernah terpisahkan sedang duduk dihadapan layar tivi berukuran 36 inc sambil memainkan stick PS yang masing-masing ada di tangan mereka. Wajah mereka terlihat serius, sekali-kali badan Naruto oleng ke kanan dan ke kiri, searah dengan mobil miliknya yang ada di tivi tersebut.
"YEAH! AKU MENANG!" teriak bocah rambut pirang itu menggelegar, membuat Itachi yang ada di lantai satu menggerutu.
Sasuke berdecak, "Baru dua kali sudah bangga," umpatnya.
"Heeee, daripada kau yang sama sekali belum menang," Naruto mencibir tidak jelas, mata birunya yang indah itu mendelik menyebalkan kearah Sasuke, "Hahaha! Teme kalah!"
"Berisik!" Sasuke meletakkan stick PS itu dan berbaring di kasur, "Sudah sana pulang, aku capek!"
Naruto cengo, wajahnya pura-pura menyesal dengan puppy eyes khasnya, membuat Sasuke ingin muntah. "Aaah, Sasu-chan ngambek ya~?" tanyanya dengan nada menjijikkan.
"Dasar Dobe," gumamnya. Ia hanya terdiam kala mendengar suara cempreng Naruto yang mendominasi kamar tersebut, ia melirik jam kamar. Sasuke menatap Naruto yang masih berceloteh tentang banyak hal.
"Ini sudah jam enam, kau tidak pulang?" Tanyanya tanpa melihat Naruto.
"Hm? Malas ah! Aku masih ingin disini." Jawabnya enteng. Ia berjalan menuju rak buku, "Aku masih mau main." Jawabnya polos.
"Tapi kau tadi bolos kan?" kata Sasuke datar, "Siapa tau Naruko mencarimu," jawabnya asal.
Mereka berdua mendadak terdiam. Naruto hanya bisa menatap buku yang kini ia pegang dengan raut sedikit mengeras, "Bisa kau tidak membicarakan dia, Sasuke?" Naruto menaruh buku itu kembali, seolah tidak nafsu lagi untuk membacanya.
"Tapi dia adikmu kan?" Sasuke menutup matanya, mencoba untuk rileks. "Kenapa kau sangat membencinya?"
"Aku tidak membencinya." Jawab Naruto serius, Sasuke menyeringai tipis. Inilah Naruto's other side, selalu memasang tampang serius jika berkaitan dengan adiknya. "Dia itu sudah besar, sudah waktunya aku melepas Naruko." Ia menatap langit yang kini berubah menjadi mendung, entah apa yang terjadi tiba-tiba, tadi seingat Naruto masih cerah, "Sudah ya, aku pulang."
Sasuke melebarkan senyumnya, seolah lega ketika Naruto meninggalkan kediaman Uchiha. "Hn."
~oOo~
In other side —Namikaze Naruko, 18.11 PM.
Naruko memasang muka khawatir, ia mengeratkan tas Naruto yang kini ada dipelukannya. Di jalanan kota Tokyo yang ramai, gadis itu masih saja celingukan mencari lelaki berambut pirang yang serupa dengan dirinya. Ia menatap jalanan yang ada di depannya.
Barusan, beberapa menit yang lalu, Naruko baru saja keluar dari Game Center langganan Naruto. Ia sudah berkeliling kota Tokyo ke tempat yang biasa Naruto kunjungi. Namun hasilnya nihil, tidak sesuai harapannya, kakaknya itu tidak ada disana. Naruko menghela nafas lelah.
Di sekolah, ia sudah berkeliling di tempat luas itu, dari halaman belakang, seluruh kelas, ruang guru, Lab Biologi, atap sekolah, bahkan sampai ke toilet laki-laki, tapi Naruto benar-benar tidak ada disana. Kemudian ke taman, lalu sampai sini, Game Center langganan kakaknya itu.
Ia menatap langit sore yang mulai menggelap. Akibat awan hitam yang mulai menghiasi langit-langit sore. Ia menggigit bibir bawahnya.
"Bagaimana ini?" Ia bergumam, "Naruto-nii… kau dimana?" Ia menutup matanya erat-erat, seakan takut apa yang akan terjadi hal buruk pada kakak satu-satunya itu.
Gadis berikat dua itu mulai berpikir keras. Ia mulai mengingat-ngingat dimana biasanya Naruto nongkrong sore-sore begini. Ia tersenyum tipis, sepertinya ia lupa satu tempat favorit Naruto yang satu itu.
"Hihi, pasti di tempat itu."
Naruko mulai berputar arah, ia segera berlari cepat ketika ia mulai merasakan air-air hujan mulai menyentuh kepalanya.
'Semoga disana!' pikirnya penuh harap.
.
.
.
.
In other side —Namikaze Naruto, 19.23 PM.
Naruto segera membuka pagar, ia berlari cepat menuju pintu rumah, mengingat hujan semakin deras.
Cekrek
"Tadaima,"
"Okaeri!" teriak Kushina yang segera berlari menuju arah Naruto, pemuda itu masih melepas sepatunya. Kushina mengernyitkan alis, ia bingung. Ya, ia bingung. Kenapa anaknya hanya satu? Bukannya dua?
"Naruto,"
"Hm?" Naruto berjalan menuju tangga, melewati Kushina yang masih ada di pintu depan.
"Dimana adikmu?"
Mendengar hal itu, sontak langkah Naruto berhenti. Ia membalikkan tubuh dan melihat ibunya kini memandangnya khawatir. "Bukannya dia sudah pulang?"
Kushina menggelengkan kepala, ia tampak sedikit panik, "Bukannya dia pulang bersamamu?" Kushina menatap Naruto tajam, "Kenapa juga kau pulang malam-malam begini, Naruto?"
"… Tadi aku ada urusan sama Kakashi-sensei soal ujian, makannya agak lama." Naruto menjawab dengan nada santai, seolah berbohong di depan ibunya merupakan hal biasa. "Naruko sepertinya sudah pulang duluan."
"Tidak. Sejak tadi sore, Kaa-chan menunggu kalian, tapi Naruko belum pulang." Mereka berdua terdiam sejenak, pemikiran yang aneh-aneh mulai bermunculan di otak mereka.
'Atau jangan-jangan…' Naruto mulai mengingat kebiasaan Naruko. Biasanya sepulang sekolah, adiknya itu akan menunggunya di depan kelas, ia tidak peduli kalau Naruto terus memarahinya. Dan akibat Naruto yang bolos pelajaran terakhir, dia jadi…
Naruto mulai berlari ke lantai atas, membuat Kushina yang ada di depannya sedikit tersentak dengan pergerakan anaknya yang secepat kilat itu. Ia mendapati Naruto memasang jaket tebal oranye-nya, serta jaket kuning cerah yang Kushina tau milik Naruko.
"Kaa-chan! Aku keluar sebentar!" Naruto berlari cepat, tidak peduli dengan Kushina yang masih meneriakinya kencang. Ia menutup pintu rumah dengan bantingan.
Sedangkan di dalam, Kushina terduduk lemas di sofa, ia memencet-mencet tombol di layar ponselnya, Kushina meletakkan ponselnya di telinga.
"Moshi-moshi, Minato…"
To Be Continued ~
Author curcol :
Haiiii minna minna-ku yang cantik dan baik hati, ada yang kangen sama aku nggak? Kalo iya makasih banget yak!/lambailambaipenuhpesona
Aye dateng lagi dengan fict multichapter aye, maaf ya kalo saya bikin mc lagi, pasti ada yang bosen ya? /pundungdiwc
Aku dengan fict incest! Wkwkwkwk, makasih ya buat kakak Zoccshan yang penuh wibawa sudah memberitau aku apah itu incest, love you kak Nanda. Muah! #peyukcium
Saya usahakan akan update cepet, soalnya masih banyak fict mc saya yang udah belumutan di ffn, maap ya kalo ada yang nunggu kelanjutan fict saya. Saya USAHAKAN update bulan ini, kalo enggak… yaudah. Ehe :3
Ne ne minna, saya mulai ngetik fict NarutoxNaruko ini dari fict Rifuki yang berjudul 'Seseorang yang Paling Mengerti Dirimu' weeeeesss, so sweet banget kan? :v x'D
Nah, cukup deh curcolan alay saya, makasih yang udah rela men-scrool sampe bagian ini!
Kalo ada niat, mau nggak sekedar mampir ke kotak review. Log in ato nggak, terserah! Saya sangat senang kalo ada yang rela mereview fict abal saya… :') #nangisharu
So, RnR? :'D
