Cardfight! Vanguard by Itou Akira - Bushiroad
fanfic by Ratu Galau.
warnings: OOC. Ngelepasin headcanon.
Denting cemburu penggetar batin, memerangkap hati putih dalam bayang-bayang hitam.
Aku mencintainya. Dan dialah segalanya untukku.
Sampai hari itu, aku bersumpah bahwa seorang Morikawa Katsumi adalah dewa keberuntunganku. Aku tak akan pernah menyangkal bahwa dialah yang menghubungkan kami melalui kartu rampasannya.
Sungguh aku tak pernah mengutuk perbuatan Morikawa Katsumi.
Sampai kau muncul. Hari itu.
Aku bersumpah demi mentari yang selalu terbit, mewarnai hari-hariku dengannya.
Aku tertawa bersamanya. Berbagi suka dan duka bersamanya. Dia selalu dapat menenangkan hatiku. Dialah yang kutunggu. Dia adalah cahaya yang kupunya.
Sampai kau tiba. Hari itu.
Aku bersumpah atas dalamnya lautan, mengerikan namun juga cantik. Sama dengan warna manik mataku.
Dia menyukai warna mataku. Dia memuji bagaimana penampilan dan sifatku. Dia juga menyukai kemampuanku bermain kartu. Ah ... apa maksudnya aku sama seperti lautan? Yang cantik dan tenang pada permukaan, namun mampu menyembunyikan monster dan mimpi buruk dalam dasar gelapnya?
Entah Yang jelas, aku senang. Aku bahagia ketika dia bersamaku. Aku menyukainya. Seluruhnya. Wajah tampan dengan senyum tipis yang jarang ia tampakkan Tatapan tajam dari manik hijaunya, rambut lembut berwarna cokelat dengan wangi yang samar-samar. Juga suaranya ketika memanggilku.
Aku akan selalu merindukannya. Dia yang telah merampas rasa batinku.
Sampai kau menyongsong, merangsek seenaknya.
Kau datang dan masuk ke antara kami. Kau berada di dekatnya dengan enteng, santai dan penuh tawa. Ah, sedangkan aku hanya dapat diam dan menerima. Benar, aku adalah pribadi manis. Menyungging senyum bagai malaikat adalah keahlianku.
Tentu aku tak punya pilihan ketika kau masuk ke dalam hubungan kami.
Tapi bukan seperti ini, Suzugamori Ren.
.
.
[ Bukan begini! ]
.
.
Dia melihatmu. Dia melirikmu. Dia percaya padamu. Untuk kemudian dia pergi bersamamu.
Siapa yang menyuruhmu mengambilnya dariku?
"Untuk itulah, aku takut dengan definisi cinta yang kauagung-agungkan, Aichi."
"Aku anggap itu pujian, Suzugamori."
Helai merahmu melambai-lambai, menari seirama alunan angin malam. Aku menyibak poniku, menelusupkannya ke belakang telinga.
"Wow, Aichi-kun yang kukenal tak pernah memanggilku sebagai 'Suzugamori'."
"Kalau begitu kau sedang tidak mengenalku, Suzugamori Ren."
Kau tersenyum, amat simpul. "Well ... Aku pantas takut padamu, Aichi. lihatlah, kautatap aku dengan amarah tersirat. Aku seolah sedang berhadapan dengan seorang psikopat."
"Aku masih waras dan bukan seorang psikopat," kuyakin senyumku manis sekali. "Tenang saja."
"Lalu ...? Ada yang kauinginkan, Aichi-kun?" senyummu juga tak kalah manis. Manis sekali.
"Suzugamori Ren ...," aku menahan napas, mencoba mendorong masuk seluruh panas yang menderu-deru dadaku. "Antara aku dan dia ... Kau ini siapa?"
Tatapan tak berarti, juga senyum dari si helai menyala. Hanya di situ. Sampai di situ yang kuingat.
.
[ Kau ini siapa? ]
.
Aku tak pernah ingat lagi setelahnya. Seluruhnya hitam. Gelap dan pekat, seolah memenjarakanku dalam dasar laut yang dingin. Seluruhnya terdistorsi. Kau dan dia tak lagi membekas dalam labirin memoriku utuh-utuh. Ada seorang pria asing yang bilang itu sudah terjadi berminggu lalu. Aku tak tahu. Entah. Aku tak bisa mengingatnya.
.
Dia itu siapa?
Dia itu apa?
Siapa dia yang seharusnya kucintai?
Suzugamori Ren itu siapa?
[ Siapa? ]
.
Kepalaku didera sakit luar biasa. Kurasa sebentar lagi akan meledak dan pecah. Entah. Entah. Entah. Aku berteriak minta tolong. Aku menjerit tanpa tertahan. Batinku tiba-tiba panas penuh emosi. Suara langkah-langkah kaki selalu membuatku sebal, karena setelahnya, aku tahu pasti bahwa pandanganku akan berangsur gelap. Aku akan lemas secara tiba-tiba dan akan bangun keesokan harinya dengan tubuh terikat dan pakaian serba putih.
"Dia masih belum pulih," suara pria paruh baya di sana sayup-sayup menggantungi pendengaranku. Lagi-lagi jas lab putih berbaur dengan setelan gelap. Langkah-langkah lainnya datang, berbaris, lalu diam mengamati. Seakan pemandangan seseorang yang tengah kesakitan adalah tontonan layak.
"Tambah saja dosis obatnya."
"Sayang sekali, padahal kemampuannya cukup hebat. Daripada menjadi pemain Vanguard, kurasa dia lebih berbakat untuk menjadi—"
Pria lainnya menepuk pundak rekannya, seraya memberi gestur 'tutup mulutmu, Sendou Aichi dapat mendengarnya'.
Hah, kalimat selanjutnya bahkan sudah berkali-kali kudengar.
Daripada menjadi pemain Vanguard, kurasa dia lebih berbakat untuk menjadi—
.
Jarum suntik kembali menembus kulitku.
.
—pembunuh bayaran.
.
End
Haloo. jadi ini dalam rangka mati lampu dan aku bosan :"( Jadinya nulis aja. Sekalian ngetes versi betanya Upload dokumen via Aplikasi FFn. ternyata kurang banget, ya? atau ini cuma tabku? Editornya ketutupan sama keyboard, jadi mau ngedit susah D": Jadi buat editing aku masih ngandelin PC :""))))
