How long
Eren Jeager/Levi Ackerman
Disclaimer: Shingeki no Kyojin isn't mine, its belong to Hajime Isayama
"How long is forever?" "Sometimes, just one second."
.
Awalnya ia tidak sengaja menemukan lembaran kertas itu kala membersihkan ruangan Levi-heichou. Tidak seperti tumpukkan kertas di meja Erwin atau kelewat kumal karena terlalu sering dicoret dan diremas seperti milik Hanji, yang satu ini masih bersih, terlipat saja tidak. Seperti sengaja ditaruh oleh seseorang dibawah lemari, menunggu untuk ditemukan. Dan ia baru saja berniat untuk membacanya kala seseorang merampas kertas itu dengan cepat. Eren mengadah.
Itu Levi. Ia menilik kertas itu sekilas sebelum melipatnya dan menyembunyikannya dibalik saku jaketnya.
"Apa yang kau lakukan disini, Bocah?" Suara itu terdengar dingin, Eren bergidik mendengarnya. "Seingatku kau kuperintahkan untuk membersihkan seisi gedung, tapi aku tidak ingat jika aku menyuruhmu untuk membersihkan kamarku juga."
"M- mohon maaf atas kelancangan saya, heichou!"
"Keluar."
Eren mengerjap.
"Aku tidak akan mengulangnya untuk kali kedua, Jeager."
Setengah panik, Eren berdiri dari tempatnya dan langsung berlari meninggalkan kamar sang Kapten sebelum sempat memberikan penghormatan.
.
"Dia tidak memarahimu?" Erwin mengernyit. "Bagaimana bisa?"
"Saya juga tidak tahu, Erwin danchou. Tapi nada suaranya dingin sekali saat meminta saya keluar dari kamarnya."
Karena Armin sedang tidak berada di tempat dan Hanji juga sedang sibuk dengan eksperimennya, maka satu-satunya orang yang bisa ia 'curhati' tentang kejadian tadi hanyalah Erwin. Beruntung sekali laki-laki itu sedang duduk santai di ruangannya, hanya ditemani secangkir kopi dan laporan ringan dari Hanji.
"Katakan padaku apa saja yang sempat kau lihat dari surat itu, Nak."
"Saya tidak melihat banyak, tapi yang saya ingat," Eren memejamkan mata, berusaha mengingat, "oh! Ada semacam kata seperti 'forever' di baris terakhir. Itu pun jika tidak salah."
Ia tidak mendapatkan reaksi apapun dari sang atasan. Tapi Eren bisa melihat dengan jelas jika manik biru Erwin sempat terkejut kala mendengar penjelasannya.
"Erwin-danchou?"
"Eren, aku juga tidak tahu apakah perkiraanku ini benar atau tidak." Erwin berdeham sebentar, menghasilkan kerutan di dahi pemuda di hadapannya yang tidak mengerti. "Tetapi menurut perkiraanku –yang berdasarkan keteranganmu, surat itu berasal dari Petra."
Dan Eren membatu bersama cerita yang menguar dari bibir sang danchou, menceritakan sebuah kisah lama diantara Kapten dan perempuan yang sudah ia anggap seperti kakak sendiri itu.
.
"Maafkan saya atas kelancangan saya tadi siang, heichou."
Eren membungkuk sebentar sebelum akhirnya berdiri tegap. Bisa dilihatnya tatapan sang Kapten yang masih sama tajamnya seperti tadi siang, hanya saja tidak terlalu menusuk hingga membuatnya merinding.
Yang dimintai maaf hanya menaikkan alis dan menganggukkan kepalanya pelan sebelum menenggak gelas kopinya lagi.
"Heichou, boleh saya bertanya tentang satu hal?"
Sungguh, Eren tidak berharap Levi akan memperbolehkannya berbicara sampai sejauh itu, apalagi mengingat jika yang dilakukannya tadi siang agak melewati batas karena membuka barang pribadi milik Kaptennya itu.
Tapi Levi tidak melarangnya, irisnya memandang jauh ke depan, masih memperhatikan latihan para trainee dan tangannya masih setia menggenggam cangkir kopi.
"Silahkan."
"Kata 'forever' itu, sebenarnya memakan waktu berapa lama, heichou?"
Ia berharap untuk mendapatkan reaksi dingin dari sang Kapten, atau paling tidak tatapan tajam disertai kernyitan di dahi. Tapi sang Kapten masih diam dan tetap memandang lurus ke depan. Diteguknya kembali kopi dari dalam cangkir sebelum mulutnya membuka dan memunculkan kalimat,
"Terkadang, hanya satu detik."
END
