"Umma.. Umma!~" seorang anak berpipi chubby melompat-lompat diatas tempat tidurnya, memanggil seorang namja manis yang tengah berdiri didepan pintu kamar sang anak.

Lee Sungmin membuka pintu kamar anaknya lebih lebar, mengamati putranya, Taemin yang kini tengah melompat-lompat diatas ranjangnya dengan penuh semangat.

"Umma!" Taemin menggerakkan tangannya memanggil Sungmin, "Umma temani Minnie tidul ~" rengek anak manis itu seraya berhenti melompat. Kedua kaki Taemin kini terjulur ke salah satu sisi ranjang, menggoyang-goyangkannya, membuatnya terlihat begitu imut, mirip dengan umma-nya, Sungmin.

"Ne, ne, umma temani Taeminnie tidur.." Sungmin tersenyum sambil berjalan menuju ranjang Taemin yang senyumnya semakin lebar setelah dihampiri Sungmin. Namja berusia lima tahun itu cepat-cepat memerangkap lengan Sungmin dalam pelukannya setelah Sungmin duduk diatas ranjang, mencegahnya kabur ataupun keluar dari kamar lagi.

"Umma ~" bocah itu merengek lagi, "Taemin mau celita ~~ Umma dongeng cebelum bobo ~~" katanya dengan aksennya yang cadel, membuat Sungmin tertawa gemas kemudian mencubit-cubit pipi anaknya.

"Tapi umma tidak bisa mendongeng, Taeminnie ~" Sungmin mengecup kening anaknya, kemudian mendorong dan memposisikan Taemin sehingga sekarang anak itu dalam posisi berbaring. Sungmin baru saja meraih selimut Taemin yang berada diujung ranjang ketika lagi-lagi Taemin kembali memerangkap lengan Sungmin dengan tangan dan kakinya, seperti seekor anak sloth yang berpegangan pada induknya.

"Umma ~~ Tapi Minnie mau dongeng ~" anak manis itu masih saja merengek, kali ini disertai dengan puppy eyes andalannya yang secara mutlak didapatnya dari sang umma. Melihat anaknya beberapa kali, dan berpikir sejenak, Sungmin mengangguk.

"Arraseo.. Umma... akan mendongeng malam ini.." Sungmin tersenyum, dan seketika itu juga Taemin menjerit kegirangan. Bocah itu langsung meraih selimutnya, kemudian menyelimuti dirinya sendiri. Kemudian menggeser tempatnya sedikit, memberikan Sungmin tempat untuk berbaring disebelahnya.

Beberapa menit menyamankan diri, Sungmin mulai bercerita...

"Pada suatu ketika..."

-oOo-


Title : The Evil and the Bunny

Author : -XiahticLie-

Disclaimer : the cast' aren't mine ~

Warnings : gaje! Dongeng alert (?)

Note : nggak ada note.. – sekian –


-oOo-

TRANG!

TLANG!

SRET!

"Aakh!"

Suara dentingan pedang terus terdengar berulang-ulang dari arah hutan. Tampak seorang pria dengan jubah berwarna merah terus berusaha menebas troll-troll yang tidak terlalu besar yang tengah berusaha memukulnya dengan godam mereka yang besar. Pria dengan tinggi menjulang diatas rata-rata itu terus mengayunkan pedang apinya dengan semangat, berusaha sedikit demi sedikit membakar godam mereka yang terbuat dari kayu.

"Graaawwrrrr...!" erang salah satu troll berotak kecil itu ketika godamnya hangus dan berubah menjadi kecil. Troll itu meraung bingung ketika sang pria menyeringai menakutkan dan langsung menebas kepalanya hingga kini darah bermuncratan kemana-mana.

"Raaawwrrrr!" raung troll lain yang melihat kepala temannya sudah berada tidak jauh darinya. Troll itu perlahan mulai mengabaikan pria itu dan mulai memukul-mukul kecil tubuh temannya yang sudah tak berkepala. Tak disia-siakan oleh sang pria berjubah, ia langsung menebas kepala troll yang tengah memukul-mukul mayat temannya itu, langsung membuat troll ketika memandanginya ketakutan.

"Grrr.." troll ketiga memandang pada sang pria yang kini pakaian dan jubahnya berlumur darah berwarna kehijauan lengket—darah kedua temannya. Sang pria hanya perlu menyeringai sedikit dan...

"Grrryyaaaaaa!~" troll ketiga langsung lari terbirit-birit, meninggalkan mayat kedua temannya begitu saja. Sementara melihat si troll berlari, sang pria mulai tertawa. Tawa evil-nya yang terkenal.

Beberapa saat setelah memasang posisi kuda-kuda—masih berjaga-jaga apabila kedua troll lainnya kembali terbangun—ia melangkah mundur dan menyenderkan dirinya ke sebuah pohon, meraih sebuah saputangan dari dalam kantong celananya, kemudian mulai mengelap wajah tampannya yang ternodai lendir hijau.

"Aaakh.. Troll bodoh benar-benar merepotkan!" erangnya sambil berusaha menghilangkan cairan lengket yang mengotori wajahnya. Berhenti sejenak, dipadamkannya pedang apinya yang sedari tadi masih menyala-nyala, kemudian memasukkannya kedalam sarung pedang (?) yang tergantung di pinggangnya. Menghela nafas sejenak, ia mendudukkan dirinya diatas tanah berumput, masih berusaha mengatur nafasnya dan terus mengelap wajahnya.

"Hih!~" erangnya jijik sambil menyingkirkan lendir-lendir gaje (?) itu. Masih terus dilakukannya kegiatan yang sebenarnya sangat tidak cocok dengan ketampanan wajahnya itu ketika ia sadar sesuatu memperhatikannya.

Perlahan ia menoleh kearah kanannya. Dan seketika itu juga raut wajahnya berubah bingung.

Kelinci?

Matanya mengedip lembut ketika melihat kelinci berbulu putih bersih tersebut. Entah kenapa dirinya mendadak merasa gemas melihat kelinci tersebut. Pria yang tadiya berwajah seram itu kini mulai menampakkan senyum manisnya pada hewan yang masih terdiam di tempatnya, memandang langsung ke mata sang pria.

"Hai, kelinci kecil.." si pria menyapa. Tangannya terulur dan kakinya mulai menggerakkan tubuh lelahnya kearah si kelinci. Pria itu bergerak pelan-pelan, seolah ingin memberitahu si kelinci bahwa ia tidak bermaksud jahat.

"Kelinciii ~" panggil pria itu lebih lembut ketika kelinci itu mundur selangkah. Pria itu melepas sarung tangan hitamnya sejenak sebelum menyentuh kepala kelinci tersebut. Si kelinci memejamkan matanya dengan nyaman ketika pria itu menyentuhkan jarinya, menikmati sentuhan pria berjari panjang tersebut.

Pria itu tersenyum saat merasakan bulu-bulu halus si kelinci menyapa jari-jari tangannya yang selama bertahun-tahun jarang merasakan kelembutan. Setiap hari sarung tangan kulitnya meutupi tangannya, mencegahnya terluka saat menggunakan pedangnya. Tangannya bergerak senang menelusuri kepala berbulu lembut si kelinci ketika bulu-bulu halus kelinci itu menyentuhnya.

CTAAARRR! (?)

Suara petir yang tiba-tiba menyambar sontak membuat kelinci itu melompat kaget kedalam pangkuan pria itu. Dan entah seolah refleks, pria itu langsung menyentuh punggung (?) si kelinci, mengelus-elus hewan yang ketakutan itu. Tapak-tapak kaki si kelinci sedikit bergetar, membuat pria itu secara tidak langsung tahu jika kelinci itu ketakutan.

"Sssh ~ Tenanglah, kelinci manis.." pria itu terus mengelus-elus punggung kelinci yang ketakutan itu. "Itu hanya petir, tenang saja.."

Kelinci itu tidak menjawab, tetapi tapak-tapak kakinya yang sudah mulai tenang menjadi jawaban bagi pria tersebut. Dan mengingat bahwa petir sudah menyambar sekali, pria itu tahu. Tahu bahwa appa-nya sudah memanggilnya.

"Nah, mian, kelinci.." pria itu perlahan mengangkat kelinci yang masih asyik menggigit-gigit kalungnya itu. Sesudah itu diturunkannya kelinci yang kini memandangnya dengan bingung. Pria itu tersenyum seraya merendahkan tubuhnya, mengecup kepala si kelinci, membuat si kelinci bisa melihat kalung pria itu lebih jelas lagi.

Kelinci itu masih memandangi pria yang kini berdiri, kemudian berlari keluar hutan dengan terburu-buru. Kakinya meninggalkan jejak-jejak lumpur. Dan kelinci itu masih mengingat jelas tulisan yang terdapat di kalung pria itu.

Evil Max.

-TBC-

.

.


permisi... *ketok pintu* still remember me?

Iino Sayuri's here, with a new penname :)

Aku memutuskan kembali… setelah kejadian penghapusan itu, rasanya makin sedikit aja ff disini walaupun memang nggak sedikit yg re-publish.. Aku ga berharap banyak sih, cuma, mungkin kalian berkenan meninggalkan review di prolog gaje ini? -_- beneran deh, aku lupa caranya nulis...

Gomawo ^^