Title: Un-ordinary Girl
Cast: VIXX - Lee Jaehwan, Jung Taekwoon, cameo!N
Pairing: Keo
Genre: AU, Romance, Gender-Bender
Lenght: two-shoot
Rate: M(Meolla? lol)
-=o0o=-
Lee Jaehwan. Boleh dikatakan sebagai primadona di Jellyfish Art Highschool. Mata bulat yang indah, hidung mancung yang membuat iri, bibir tebal yang terlihat seksi, rambut panjang yang berkilau, serta tubuh yang tinggi dibandingkan dengan siswi lain. Bak bidadari yang kehilangan jalan pulang ke kahyangan. Selain fisik, Jaehwan juga baik dalam berbagai hal. Nilai tertinggi di hampir semua pelajaran, ketua klub paduan suara, pandai memasak serta bela diri. Sungguh gadis yang sempurna.
Kesempurnaan itu membuatnya selalu dikelilingi para namja di sekolah. Mereka tak keberatan melakukan apapun untuk sang primadona. Bahkan banyak dari mereka yang sering berpura-pura tak sengaja menabrak Jaehwan hanya untuk bersentuhan dengannya. Remaja-remaja gila memang. Kecuali satu, Jung Taekwoon. Ketua klub sepak bola itu tak pernah terlihat tertarik pada Jaehwan. Bahkan bila lewat di depan Jaehwan, tak seperti siswa lain yang langsung menyapanya, Taekwoon justru menembakkan tatapan tajam yang membuat Jaehwan merinding. Jaehwan tak tahu mengapa Taekwoon tak seperti namja lain. Tapi ia tak peduli. Kepada para siswa yang selalu mengelilinginya saja, ia tak peduli. Kenapa ia harus mempermasalahkan orang yang tak sama sekali mempedulikannya?
Dikelilingi oleh namja, tak berarti Jaehwan dekat dengan siswi yang lain. 98% siswi di sekolahnya justru membenci Jaehwan. Tak satu pun dari mereka yang mau berteman dengannya. Bila ada, akan langsung dilabrak oleh ketua geng 'Anti Primadonna'. Mereka iri akan perhatian yang diberikan para siswa bahkan guru kepada Jaehwan. Tak sedikit yang putus dengan pacarnya yang lebih memilih menjadi stalker Jaehwan. Bahkan salah satu sahabat Jaehwan, Narin, pindah sekolah karena tak kuat melihat namja yang ia sukai terus-terusan mencoba mendekati Jaehwan.
Meski di mata para siswa ia adalah sang primadona, di mata para siswi lain Jaehwan hanya sebatas 'Perebut pacar dan gebetan orang'. Tak lebih.
Meski para namja selalu memberi perhatian pada Jaehwan secara berlebihan, gadis itu tahu, tak satu pun yang benar-benar menyukainya. Mereka hanya tertarik pada fisik dan kesempurnaan yang Jaehwan miliki. Tapi mereka tak tahu, ada sesuatu dibalik kesempurnaan gadis cantik itu. Rahasia yang tak satu orang pun ketahui.
Lee Jaehwan bukanlah gadis biasa.
-=o0o=-
Jaehwan POV
Aku berjalan menyusuri trotoar pertokoan sepanjang jalan menuju rumahku. Sendirian. Ya, di sekolah aku mungkin menjadi pusat perhatian. Banyak namja yang selalu ingin menarik perhatianku-meski aku tak sedikit pun mempedulikan mereka. Tapi di luar sekolah, aku bukanlah siapa-siapa. Aku tahu alasannya. Para namja bodoh itu tak benar-benar menyukaiku. Mereka hanya remaja yang gila akan kecantikan dan sosok seorang yeoja. Masih labil. Dan Para namja labil itu pula yang membuatku dibenci siswi satu sekolah. Aku dianggap merebut pacar mereka. Padahal kenyataannya, tak ada satu pun nama namja-namja gila itu yang aku tahu.
Langkahku terhenti ketika aku melewati sebuah toko roti. Bukan, bukannya aku tertarik untuk membeli roti di sana. Aku lebih tertarik dengan kaca di depan toko itu, yang memantulkan sosokku secara utuh. Aku memperhatikan tubuhku di kaca.
Tubuh ini. Tubuh dan wajah yang terlalu sempurna ini, aku tak pernah menginginkannya! Kenapa aku harus memiliki sosok ini, sedangkan tak ada satu orang pun yang ingin berteman denganku? Aku benci diriku! Tidak, aku hanya membenci tubuhku yang sekarang ini.
Aku masih terdiam menatapi pantulan tubuhku meski awan-awan mendung di langit mulai merintikkan hujannya. Air mataku yang hampir keluar, kini tersembunyi di antara titik-titik air hujan yang mendarat di wajahku. Aku tak peduli.
Aku hanya terus menatap tubuhku dengan tatapan benci. Berharap dengan itu, sosok gadis sempurna ini bisa hilang. Namun aku tahu itu tidak mungkin, sebelum waktunya datang. Seperti kata-katanya waktu itu.
'Temukan cinta sejatimu, baru kau bisa kembali seperti semula.'
Tiba-tiba, hujan berhenti. Oh, bukan. Ada yang memayungiku. Aku menoleh ke belakang, dan kulihat sosok tingginya di depanku. Jung Taekwoon. Namja paling dingin di sekolah sekaligus si raja anti-sosial. Aku tak mengerti, biasanya dia tak pernah peduli padaku. Tapi kini ia bahkan memayungiku.
"Mau apa kau?" Kataku sembari mencoba menghapus air mata di wajahku.
"Hujan." Ucapnya singkat tanpa merubah ekspresi wajahnya. Dasar namja aneh, tak pernah bicara lebih dari satu kalimat.
"Anak TK juga tahu ini hujan." Ucapku kesal. "Menyingkir. Aku mau pulang."
Aku melangkah menjauhinya dan payungnya. Namun aku menoleh kembali ketika kurasakan tangannya besarnya menarik lengan kiriku.
"Rumahmu masih jauh, kan? Rumahku di sekitar sini. Tak lama lagi deras, berteduhlah dulu di rumahku. Kau bisa pulang setelah hujan reda nanti." Aku sedikit terkejut dengan kalimatnya. Lumayan panjang. Tapi kuambil intinya, ia ingin aku berteduh di rumahnya.
"Tidak perlu." ucapku agak keras.
Entahlah, bukannya aku membencinya. Tapi mood-ku memang sedang tidak baik hari ini.
Aku mencoba melepas genggamannya dari lenganku, berniat melanjutkan perjalanan. Tapi ia malah menarik tanganku secara paksa. Aku pun mau tak mau mengikutinya dibawah payung sampai ke rumahnya. Selama perjalanan, tangannya tak lepas dari pergelangan tanganku entah dia sadar atau tidak.
-=o0o=-
Kami memasuki sebuah gerbang rumah yang cukup besar. Aku cukup terkesima dengan kemewahan rumahnya. Di balik pagar, ada sebuah taman dengan kolam ikan di tengahnya, serta ada sebuah gazebo di salah satu sisinya. Sayangnya, hujan yang mulai deras ini membuat keindahan taman tak terlalu mencolok. Tapi aku bisa membayangkan bagaimana taman ini terlihat bila cuaca sedang cerah. Pasti indah sekali.
Selanjutnya, Taekwoon mengajakku masuk ke rumahnya. Di balik pintu besar di teras, ada sebuah ruang tamu dengan furniture yang mengesankan. Aku tak bisa membayangkan betapa mahal barang-barang di sana. Tapi aku tahu keluargaku tak akan sanggup membelinya.
Yang dipikiranku saat ini adalah, 'Aku tak tahu kalau dia anak orang kaya.'
Ia kemudian menarik tanganku menuju lantai dua. Di depan dua buah pintu, ada sebuah ruang tamu kecil.
"Duduklah." Aku mengangguk lalu duduk di sofa di ruangan itu.
Ia kemudian masuk ke salah satu pintu itu. Ku rasa itu sebuah kamar. Tak lama menunggu, Ia keluar dengan sebuah handuk, dan ku rasa satu setel pakaian.
"Keringkan tubuhmu." Ia memberikan handuk itu padaku.
"Ne. Kamsahamnida." Ucapku sembari mengambil handuk dari tangannya.
"Pakailah. Ini milik noona-ku." Ucapnya sembari memberikan satu setel pakaian itu.
"Milik noona-mu? Memang kau punya noona?" Tanyaku sembari mengeringkan rambutku dengan handuk.
"Ne. 3 orang. Tapi mereka semua sudah menikah dan tinggal dengan keluarganya masing-masing."
Aku hanya mengangguk. Kemudian berdiri dari sofa tempatku duduk.
"Um.. Di mana aku bisa ganti baju?"
"Ada kamar mandi di kamar itu." Ia menunjuk pintu di sebelah ruangan yang tadi ia masuki.
"Ne. Kamsahamnida." Ucapku lalu berjalan memasuki ruangan itu.
-=o0o=-
Aku keluar dari kamar mandi sembari merapikan baju yang kini kupakai. Kukibaskan blus putih yang kini menyelimuti tubuhku, dan kucoba turunkan rok berwarna oranye yang melingkar di pinggangku. Aku tak mengerti mengapa ia memberiku rok sependek ini. Setengah pahaku. Aku tidak terbiasa dengan rok pendek. Apa noona-nya sering memakai rok seperti ini dulu?
"Kau sudah selesai?"
Kudengar sebuah suara dari sudut kamar. Mataku terbelalak ketika kulihat ia tengah bertelanjang dada di depan sebuah lemari. Kurasakan wajahku memanas. Lalu kutundukkan kepala, menghindari tatapannya.
"A- apa yang kau lakukan di sini?"
"Kenapa? Ini kamarku." Ucapnya singkat, membuatku terkejut.
Kenapa ia menyuruhku masuk ke kamarnya? Apa dia merencanakan sesuatu? Atau jangan-jangan-
Aku menggeleng-gelengkan kepalaku, mencoba membuang pikiran-pikiran tak jelas yang masuk tiba-tiba ke otakku.
"Ka- kalau begitu aku keluar." Ucapku, masih menunduk dan mulai melangkah menuju pintu keluar.
"Kenapa?" Ucapnya meghentikan langkahku.
"Ti- tidak pantas seorang perempuan masuk ke kamar laki-laki. Begitu pula sebaliknya. Begitu kata ibuku." Ucapku sambil tersenyum kikuk. Kemudian melanjutkan langkahku menuju pintu keluar.
Saat tepat di depan pintu, kurasakan ada tangan yang menarik pergelangan tanganku. Mataku terbelalak, terlebih ketika sebuah lengan menarik pinggangku. Ia memelukku dari belakang.
"Apa-"
"Sebentar saja. Biarkan seperti ini."
Aku berniat melepaskan diri dari kedua lengannya. Namun ada ajakan di hatiku untuk tidak melakukannya. Jadi kubiarkan dia memelukku. Aku tak tahu apa yang aku pikirkan tapi aku merasa nyaman di dalam pelukannya. Aku menutup mata, sedangkan tanganku meraih pergelangan tangannya yang melingkar di sekitar leherku.
"Taekwoon." Panggilku.
"Hm?"
Aku terdiam sebentar, mencoba mencari apa yang akan kukatakan padanya. Tapi tak ada apapun yang masuk ke otakku.
"Ani."
Kami kembali terdiam. Tak lama, aku baru menyadari. Bahwa Taekwoon memelukku masih dalam keadaan telanjang dada. Menyadari itu membuat wajahku kembali memanas. Jantungku pun berdetak tak seperti biasanya. Lebih cepat.
"Ma- maaf, Taekwoon. Tapi kita tak bisa seperti ini." Ucapku sembari melepaskan lengannya yang melingkar di leherku secara perlahan.
"Wae?"
"Kita tak punya hubungan apapun." Aku menunduk, tak berbalik. "Aku permisi."
Aku kembali melangkah. Sampai di depan pintu kamar, aku langsung membuka pintu. Namun langsung tertutup kembali oleh Taekwoon. Aku terkejut dan menoleh untuk melihat Taekwoon.
"Taekwoon. Apa yang-"
"Kalau begitu, jadilah milikku."
Mataku terbuka lebar, terkejut dengan kalimatnya barusan. Ditambah ketika ia tiba-tiba membalikkan tubuhku dengan paksa, dan mendorongku hingga punggungku menabrak pintu.
"Akh! Taekwoon! Apa yang- mmh?!" Aku tak bisa protes ketika ia tiba-tiba mencium bibirku dengan nafsu. Ia tak ragu-ragu langsung memasukkan lidahnya ke dalam rongga mulutku, menjilati setiap sudutnya. "Ahh.."
Aku mau tak mau mendesah, merasakan rasa nikmat yang menjulur dari mulut ke seluruh tubuhku.
Aku juga tak tahu, tapi aku tak bisa menolaknya. Tak lama, ia melepaskan ciumannya. Aku menatapnya, nafasku terengah-engah. Begitupun Taekwoon.
"Apa yang kau lakukan?" Tanyaku.
"Aku menunjukkan perasaanku kepadamu, Lee Jaehwan."
Aku bingung mendengarnya. Perasaan apa yang ia maksud? Ia tak pernah terlihat tertarik atau pun suka padaku selama di sekolah. Apa yang ia maksud itu perasaan untuk memuaskan nafsunya sebagai seorang namja, sama seperti namja-namja lain yang melihatku hanya dari fisik? I guess. Ia tak berbeda dari namja-namja gila itu.
"Pe- perasaan apa maksudmu?" Tanyaku masih penasaran. Aku tak bisa hanya bergantung pada pendapat dan kesimpulan yang kubuat sendiri. Aku harus tahu kebenarannya.
Ia menatapku. Tak seperti bila kami bertemu di koridor sekolah, ia selalu menatapku dengan tatapan tajam. Kali ini, tatapannya begitu lembut, membuat rasa takutku sedikit menghilang. Ia menghela nafas singkat.
"I guess.. Kau tak akan pernah mengerti." ia bergumam.
"A- apa maksudmu?!" Tanyaku kesal karena ia tak langsung menjawab pertanyaanku.
"Aku menyukaimu, Lee Jaehwan!" Teriaknya agak kesal.
Aku terkejut mendengar apa yang baru saja ia katakan. Jung Taekwoon seorang yang anti-sosial di sekolah, yang tak satu orang pun ingin tahu apa pekerjaan orang tuanya, di mana rumahnya, dan siapa nama kucing peliharaannya -malah mungkin mereka tak peduli apakah Taekwoon punya rumah atau tidak. Aku, Lee Jaehwan, yang di mata setiap orang adalah seorang primadonna dengan segala kesempurnaan, yang setiap hari selalu ada siswa setidaknya 2 orang mengikuti dari belakang, yang dibenci oleh siswi satu sekolah, dan yang pada akhirnya tak pernah bisa punya teman. Bagaimana dia bisa menyukaiku?! Apa Ia sudah tak waras?! Di sekolah kami tak pernah bercengkrama sedikitpun. Berinteraksi pun hanya di koridor sekolah lewat tatapan mata yang seperti saling mengatakan 'Aku membencimu'.
"What?!" Ia terus menatapku, meski wajahku mungkin sudah penuh dengan tanda tanya. Entah apa yang di otaknya, tiba-tiba ia mendekatkan wajahnya ke wajahku. Aku belum mendapat penjelasan yang tepat! Ku tahan wajahnya dengan meletakkan tangan kananku di bibirnya. "Jelaskan, Jung Taekwoon! Kita tak pernah berinteraksi di sekolah. Kau selalu menatapku dengan benci, dan tak seperti namja lain yang hampir membuatku gila karena hampir setiap detik mereka mengelilingiku! Kau belum tahu siapa aku sebenarnya, dan bagaimana kau bisa menyukaiku dengan itu?! Katakan padaku, apa kau benar-benar menyukaiku? Atau hanya seperti namja-namja lain? Yang hanya menyukai kesempurnaanku?!"
Entah mengapa, air mataku keluar begitu saja. Aku tak mau jika ia menyukaiku seperti namja-namja lain. Aku mau... ia benar-benar menyukaiku apa adanya...
Tunggu! Apa yang aku pikirkan?!
"Kau benar." Aku menatapnya. Kuturunkan tanganku kembali. "Kita tak pernah bersahutan di sekolah. Orang-orang juga melihatku sebagai orang yang membencimu. Tapi aku tak membencimu. Aku menyukaimu. Benar-benar menyukaimu, tak hanya karena fisik dan kesempurnaanmu. Aku menyukaimu- Tidak, aku mencintaimu. Bahkan sebelum orang lain menemukan kesempurnaanmu."
"Se- sejak kapan?"
Kulihat ujung bibirnya sedikit naik. Sedikit sekali. Ibu jarinya pengusap pipiku, menghapus air mata yang mengalir di sana. "Sejak hari pertama masuk SMU."
Apa?! Itu sudah lama sekali!
Aku membuka mulutku, berniat mengatakan sesuatu. Namun tertutup oleh bibir Taekwoon yang kembali mendarat di bibirku. Seketika, aku lupa apa yang tadi ingin kukatan. Aku hanya menutup mata ketika kurasakan ia menjilati bibir bawahku, dan menggigitinya. Aku sedikit mengerang kesakitan. Kemudian ia kembali memasukkan lidahnya ke dalam rongga mulutku. Kali ini lidah kami saling beradu di dalam.
Tak lama, kurasakan ciumannya berpindah. Kini ia menciumi pipi dan rahangku, membuat tubuhku merinding. Kemudian ia turun ke leherku, menghisap titik kenikmatan di leherku -entah dari mana ia tahu. "Nghh.." aku mendesah ketika tangan besarnya turun dari pinggangku, pindah untuk mengelus pahaku yang terekspos. Tangannya merayap masuk ke dalam rokku, hingga akhirnya tangannya bertemu dengan butt-ku. Ia meremasnya. "Aa~~h.." Aku mendesah lebih kencang.
Kemudian tangannya yang lain merayap ke kerah bajuku, dan mulai melepas kancing perlahan. Saat itu, aku menyadari apa yang tengah ia lakukan.
"Cha- chamkkanman!" Aku mendorong tubuhnya menjauh.
"Wae?" Ia terlihat kebingungan.
"Ti- tidak boleh. Kita tidak boleh melakukan ini!" ucapku dengan kepala tertunduk. Aku tak bisa menatapnya, atau jantung yang sedar tadi berdetak tak karuan ini akan lompat keluar dari dadaku.
"Lee Jaehwan, wae?" Tangannya kembali ke pipiku. Ia mencoba mengangkat kepalaku, tapi aku menahannya. "Apa karena kau tidak menyukaiku? Tapi kau membalas ciumanku tadi. Bahkan kau membiarkanku menyentuh-"
"Bu- bukan itu!" Aku menghentikan pertanyaanya. Aku menarik nafas, mencoba menenangkan diri. Namun tetap tak mengangkat kepalaku. "Ada- ada hal yang tak kau ketahui tentang aku, Taekwoon."
"Kalau begitu beri tahu aku."
"Tidak bisa. Karena aku yakin sepenuhnya kau tak akan percaya."
Hening Kudengar ia menghela nafas.
"Arasseo. Kau tak perlu beritahu apapun." Suara lembutnya memaksaku untuk mengangkat kepala dan menatapnya. Ia tersenyum. Ini kali pertamanya aku melihat senyumannya. "Karena apapun yang terjadi, aku tak akan berhenti mencintaimu, Jaehwan. Aku terlanjur mencintaimu lebih dari apapun."
Aku menatapnya tak percaya. Dia benar-benar mencintaiku? Apa ini nyata?
"Kau tak akan meninggalkanku?"
Ia hanya mengangguk sembari tersenyum lebih lebar.
"Meski suatu saat nanti aku berubah jadi makhluk menjijikkan yang tak satu orang pun suka?"
"Aku akan jadi pengecualian."
"Kau akan tetap mencintaiku, meski masa laluku tak seperti yang kau bayangkan?"
"Masa lalu biarlah masa lalu. Apa yang terjadi terjadilah. Lupakan bayangan akan masa depan yang belum tentu akan terjadi. Begitulah menjalani hidup, Jaehwan. Jalani apa yang kini tengah terjadi. Jangan hubungkan masa lalu, kini, dan nanti. Mereka tak ada hubungannya." Aku terdiam mendengar kalimatnya. "Dan aku akan tetap mencintaimu sekali pun kau berubah menjadi nenek sihir, di mataku, kau tetap sang putri yang cantik." (A/N: Aww author ngefly sendiri ini xD)
Mendengar kalimatnya, wajahku rasanya makin panas. Aku yakin Taekwoon menyadari wajah merahku yang padam ini.
"Be- benarkah?"
Taekwoon hanya mengangguk. "Jadi.. Bisa kita lanjutkan?"
"Tu- tunggu! Tapi- tapi kita tak punya hubungan apa-apa, Taekwoon. Kau bahkan bukan kekasihku!" Protesku, masih sedikit ragu.
"Then... Would you be my girlfriend, princess?" Taekwoon mengangkat tangan kiriku dan menciumnya.
Jantungku tak berhenti berdetak kencang sekali. Apa ini artinya aku juga mencintainya? Aku bahkan membiarkan dia melakukan hal seperti tadi. Bahkan... kurasa aku juga ingin melanjutkannya.
"Ye- yes. I will be yours."
Aku melirik ke arahnya, dan melihatnya tersenyum sedikit sinis. Ia mendekatkan wajahnya denganku.
"Thank you. I know you will, princess."
Bibir kami bertautan. Ia melanjutkan apa yang ia tinggalkan tadi. Melepas kancing bajuku satu persatu, selagi kami terus berciuman. Lenganku kulingkarkan di lehernya, mencoba menikmati ciuman yang ia berikan lebih dari yang tadi.
Siapa peduli dengan masa laluku yang tidak jelas? Siapa yang tahu seperti apa masa depan yang akan kuhadapi? Sekarang ini aku hanya peduli pada Taekwoon. Aku hanya peduli pada cintaku. Dan aku hanya peduli pada apa yang kini kami lakukan.
TBC
Chapter one done! How is it?! Menurut readers, apa rahasia yang Jaehwan sembunyikan?! Author berharap kalian nggak ada yang tahu wkwk.. Supaya chapter duanya jadi seru lol...
Okay, sampai jumpa di chapter dua ! (author nggak tahu kapan bisa update chapter dua wkwk) and please review! Criticisms are allowed as long as you guys are not rude! Thanks for reading ^^
