Hello, my friend!
Saya kembali dengan cerita dari salah satu fandom favorit saya –apalagi kalau bukan Dramione! God, I really love them.
Enjoy!
000
Disclaimer:
Harry Potter © J.K Rowling
Confession © Mine!
Pairing:
Draco-Hermione
Genres:
Romance-Friendship
Warning:
AU –muggle world. Might be a bit OOC (or a lot, it depends on how you interpret the story). And… a lot of english (I'm really sorry for this).
DON'T LIKE DON'T READ, PLEASE
000
"Aku menyukaimu."
Draco mengangkat alisnya kaget. Ia hampir saja menjatuhkan gelas kopinya. "Well... That's sure are not a funny joke, Granger."
Hermione membasahi bibirnya yang tiba-tiba terasa kering. "Aku tidak sedang bercanda, Malfoy."
Draco terdiam sejenak. "Apa kau mendapat dare dari female-Weaslay? Kau yakin kau baik-baik saja?"
Hermione mengerucutkan bibirnya. "Aku baik-baik saja. Dan Ginny tidak ada hubungannya dengan ini."
"Mungkin kau-"
"Aku baru saja mengutarakan perasaanku, Malfoy! Kau membuatku terlihat seperti orang bodoh," pekik Hermione dengan wajah merah. Entah itu karena amarah atau, oh well, malu. Hermione benar-benar tidak mengerti dengan dirinya sendiri kali ini. Pipinya merona, menyesali fakta bahwa ia baru saja mengutarakan perasaannya. Mengutarakan perasaan bukanlah hal yang aneh, sebenarnya. Yang membuatnya aneh adalah subjek dari pernyataan tersebut merupakan seorang Draco bloody Malfoy.
Ruangan tersebut sunyi senyap, tepat setelah Hermione menyelesaikan perkataannya. Hermione merasa seolah oksigen di sekitarnya ditarik paksa, membuatnya sulit bernapas. Matanya tidak lepas dari Draco, meskipun gadis itu tahu bahwa hal tersebut bukanlah pilihan yang bijak. Siapa yang tahu bahwa lelaki itu mampu membuatnya berdebar-debar seperti saat ini? Sure, Draco Malfoy terbukti tidak baik untuk kesehatan Hermione Granger.
Draco sendiri menyadari bahwa dirinya berkeringat dingin, walau ia tak mengerti kenapa. Kepalanya pusing, dan jantungnya berdebar kencang. Matanya melirik gelas yang ia genggam erat. Apa ini karena kopi yang baru saja ia buat? Ah, jangan berkilah. Kau bahkan belum menyentuh kopi itu sama sekali, Draco!
"Apa maksudmu, Granger?" ujar Draco setelah beberapa saat.
"... Apa?"
Draco meletakkan gelas kopi yang hampir saja ia tumpahkan tadi di atas meja pantry sebelum membalikkan tubuhnya ke samping, membuatnya kini berhadapan sempurna dengan Hermione. "Apa yang kau maksud dengan mengatakan bahwa kau menyukaiku?"
Kini perhatian Draco sepenuhnya jatuh kepada Hermione. Hermione mengalihkan pandangannya ke arah mesin minuman otomatis di sampingnya, kali ini tidak kuasa membalas tatapan lelaki itu. "Bukankah sudah jelas?"
"... Oke," Draco menarik napas. "Jadi kau serius?"
"I-I am…" jawab Hermione, but there's no confidence in it. Hermione merasa wajahnya memerah. Hell, ia merasa sangat malu! Hermione bagaimana bisa kau sebodoh ini? Rutuk gadis itu di dalam hati.
Ini semua salah Draco. Kalau saja dia tidak tiba-tiba memasuki pantry untuk membuat kopi beberapa menit yang lalu. Kalau saja dia tidak menggunakan kemeja hitam yang menambah pesonanya berkali lipat. Kalau saja rambut platina yang biasanya selalu rapi itu tidak berantakan, god he's sexy –Tunggu, Hermione apa yang sedang kau pikirkan! Hermione menggelengkan kepalanya. Tidak, tidak, dia pasti sedang dirasuki sesuatu beberapa saat yang lalu. Tidak mungkin dia menyukai seorang Draco Malfoy. They are always bickering, for gods sake! And he's such a prick. Tidak mungkin… kan?
"W-wait, actually no. No, I'm not," ujar gadis dengan iris honey brown itu cepat. "Lupakan saja apa yang tadi aku katakan. Good night Malfoy." Hermione tersenyum canggung sebelum setengah berlari keluar dari ruangan meninggalkan Draco sendirian di pantry, bahkan sebelum lelaki itu sempat mengeluarkan kata-kata.
Draco terpaku. Kening lelaki itu masih berkerut dalam. Otaknya masih berusaha memproses apa yang baru saja terjadi. Did Hermione Granger just saying that she likes him? Tetapi disaat yang sama, gadis bossy itu juga mengatakan bahwa dia tidak serius. Lelaki muda itu mengeluarkan napas yang entah sejak kapan ia tahan.
"Wow, hello there, Draco. Aku kira kau sudah pulang. Kau lembur lagi hari ini?"
Draco mengangkat wajahnya ke arah pintu masuk pantry dan bertemu pandang dengan Blaise Zabini, his best buddy since highschool. Ekspresi ceria Blaise berubah menjadi bingung begitu bertemu pandang dengan Draco. "Kau sakit? Wajahmu sangat merah. Sudah kukatakan jangan terlalu sering mengambil lembur, dasar workaholic."
"…I'm not sick."
"Whatever. Aku hanya mengingatkan." Blaise mengangkat bahu. "Oh, right. I saw that Hermione just storm out of this place, her face red as hell. Kalian bertengkar lagi? Don't be too harsh on her, Draco. Jujur saja, aku tidak mengerti. We all know that you like-"
Tubuh Draco menegang. Ia sangat mengetahui apa yang akan Blaise katakan. "Stop."
Ruangan kecil itu kembali sunyi. Blaise mengangkat alisnya. Lelaki itu tidak melanjutkan perkataannya selama beberapa detik, awalnya mengira Draco akan mengucapkan sesuatu. "What?" ucap Blaise –somehow irritated, setelah beberapa detik selanjutnya berlalu tanpa suara.
"Hermione baru saja-" Draco menghentikan ucapannya. Tunggu, untuk apa ia memberitahu Blaise? Pikirnya. Lelaki itu mengambil kopinya yang terbengkalai di atas meja sebelum bergegas melangkah menuju pintu. "Nah, forget it. Aku masih harus menyelesaikan beberapa berkas. See you, Blaise."
"Oh, What the hell, Draco Malfoy!" Draco dapat mendengar teriakan kesal Blaise, namun ia mengabaikannya. He got enough headache for the night.
000
"You did what?"
"I confessed! God, I must be crazy."
Ginny Weaslay menepuk pundak sahabatnya. "Kau tidak gila, 'Mione. You are brave. That's nice."
"Tapi dia adalah Draco Malfoy."
"Lalu kenapa?" ujar Ginny, masih tidak memahami kenapa Hermione sangat kebingungan.
Hermione menggeleng. "He's Draco bloody Malfoy!"
Ginny mengangkat bahunya. "Okay, Draco Malfoy is annoying as hell but who can blame him for being attractive?"
"That's right, who can blame him –wait, Ginny!" mata Hermione melebar, menyadari bahwa ia baru saja jatuh ke dalam jebakan yang Ginny buat
"Geez, Hermione. You are so dense," Ginny tersenyum, menunjukkan deretan giginya. "Lalu apa yang Malfoy katakan?"
"He's asking whether I'm serious or not," gadis dengan rambut ikal itu menggigit bibirnya. "I'm freaking out, so I said no."
"Jadi pada akhirnyakau mengatakan bahwa kau menyukainya dan juga tidak disaat yang bersamaan? Again?" ujar Ginny, masih tidak mempercayai pendengarannya. Again, karena tentu saja Hermione sudah pernah melakukan hal ini sebelumnya. Anggukan Hermione membuat Ginny mengangkat tangan, dalam hati menyerah menghadapi sikap Hermione. "The truth or dare incident is bad enough, 'Mione. Don't ever mention the bussiness trip. Sekarang hal ini? What are you going to do?"
"Aku tidak tahu," Hermione menghela napas. "I'm scared. Aku tidak paham dengan perasaanku sendiri. Aku bahkan tidak yakin apakah perasaan ini nyata atau tidak."
Ginny kembali menepuk pundak Hermione. Gadis yang lebih tua darinya itu tampak sangat kebingungan. Ginny menggelengkan kepalanya. The Brightest Girl of Her Age can be a fool sometimes. "Kalau begitu kau harus mencari tahu."
"Mencari tahu?"
Gadis dengan rambut kemerahan yang mencolok itu tersenyum. "Yup. Ask him for a dinner! Talk to him. Then you will know."
Hermione menggeleng. "Aku tidak yakin dia akan menerimanya. I'm asking him out and dumping him at the same time, remember?"
Ginny tertawa. "'Mione. Kau harus berhenti memikirkan terlalu banyak hal. Siapa tahu Malfoy juga menyukaimu? Kau bahkan tidak memberikannya waktu untuk menjawab."
"Tidak mungkin."
"Oh, come on." Ginny memutar bola matanya. Ia yakin Hermione dan Draco sebenarnya saling menyukai. Semua orang mengetahuinya! Well, everybody but them, obviously. "Hermione, I still have so much work to do. Let's talk again later, okay? Sekarang kembalilah ke departemenmu. Kau pasti juga masih memiliki banyak pekerjaan."
"Tapi Ginny-"
"Ya, aku tahu Malfoy ada di departemen yang sama denganmu. Tapi kau harus segera menyelesaikan tugasmu sebelum tengah malam. Memangnya kau mau menginap disini malam ini?"
"…Tidak."
"Right," Ginny tersenyum. Hermione mengerucutkan bibirnya, tampak tidak begitu senang dengan apa yang baru saja Ginny ucapkan. Senyuman Ginny berubah menjadi seringai tipis. "Good luck, 'Mione!"
000
Dua minggu berlalu tanpa adanya kemajuan yang berarti. Hermione berusaha bersikap senatural mungkin. Gadis itu tentu saja masih melakukan pekerjaannya dengan baik. Hermione yang merasa tidak menemukan waktu yang tepat untuk mengajak Draco berbicara pada akhirnya bersembunyi di dalam tumpukan pekerjaannya, hingga saat ini.
Draco berdiri di depan meja Hermione. It's late, again, tapi gadis itu masih belum bangkit dari mejanya. Gadis itu terlalu sibuk dengan kertas-kertas yang ia pegang sehingga tidak menyadari ada orang tepat di hadapannya. Draco berdehem singkat, usaha yang cukup untuk membuat Hermione mengangkat wajahnya.
"Oh," gadis itu terdiam sesaat sebelum bangkit dari duduknya. Wajah Hermione memerah –pertama karena rambutnya yang berantakan, kedua karena mejanya dipenuhi berbagai macam kertas dan cup kopi yang tidak beraturan. It's a real mess. "Ada apa, Malfoy?"
Lelaki itu sendiri tampak sedikit merona –nobody knows why, though. "Aku butuh data klien departemen semenjak tahun lalu. Manager bilang kau memiliki file-nya?"
"I do, I do," jawab Hermione setengah gugup. Gadis itu membuka sesuatu di dalam laptopnya. Setelah beberapa menit dalam kesunyian, gadis itu mengembalikan tatapannya kepada Draco. "Aku sudah mengirimkannya ke emailmu."
"Okay, thanks," ujar Draco. Hermione mengangguk. Ia mengira Draco akan segera berbalik dan melanjutkan pekerjaannya, namun lelaki itu tidak bergerak.
"Kau butuh hal lain?"
Draco menyisir rambutnya dengan jemarinya tanpa ia sadari –membuat rambut platina itu bukannya bertambah rapi tapi malah semakin berantakan. Hermione bisa merasakan wajahnya memanas. Stop that gesture, please. You are killing me! Pekik Hermione di dalam hati.
"Granger, I think we need to talk."
God, this is it. "Tentang apa?" ujar Hermione dengan ekspresi (yang berusaha untuk) tenang.
"Well, tentang apa yang kau katakan dua minggu yang lalu," balas Draco. Lelaki itu sendiri tampak tidak tenang.
Jantung Hermione berdebar kencang. "I have nothing to say."
"Granger-"
"Malfoy," intonasi Hemione membuat Draco menutup mulutnya. Kesunyian kembali melingkupi mereka. "Let's go back to our work, okay?"
Draco menatap Hermione dalam diam, hingga pada akhirnya berbalik dan melangkah menuju mejanya sendiri. "Fine."
Hermione melepaskan napas yang entah sejak kapan ia tahan. Damn that was close. Tidak, Hermione belum siap. Ia belum siap dengan apapun itu yang akan terjadi setelah mereka berbicara. She still need time.
But the question is, how long?
000
Draco Malfoy menggeram. Ia menyeret langkahnya menuju tepi ruangan, berusaha menghindari orang-orang. Lelaki itu tidak pernah menyukai pesta, terlebih apabila pesta tersebut dipenuhi oleh orang yang pernah ia temui sewaktu masa sekolah dan kuliah. He had quite a dark past. Draco bukanlah anak baik di masa sekolah. He got a nice grade, of course, but that doesn't mean that he didn't frequently got in trouble. Draco nyaris tidak pernah menemukan orang yang benar-benar menyukainya. That was why the whole thing with Hermione got him confused as hell.
Kingsley Shacklebolt, CEO dari perusahaannya, menyewa sebuah gedung pesta dan membuat seluruh karyawannya datang untuk merayakan hari ulang tahun perusahaan. Yeah, hari ini adalah hari ulang tahun dari perusahaan tempat ia bekerja. Sebenarnya Draco sama sekali tidak ada keinginan untuk datang, namun teman dekatnya (siapa lagi kalau bukan Blaise) memaksanya. Sialnya, lelaki itu kini entah berada dimana, meninggalkan Draco sendirian dalam kecanggungan. Draco kembali menggeram, Blaise is dead, rutuknya di dalam hati.
Ditengah-tengah monolognya, Draco merasa ia menabrak sesuatu. Ah, lebih tepatnya seseorang. Draco tidak begitu memperhatikan langkahnya. Lelaki itu mengangkat wajahnya sembari mengucapkan kata maaf ketika pandangannya bertemu dengan sepasang iris hijau.
"What a nice evening," gerutu lelaki beriris hijau tersebut, intonasinya dipenuhi sarkasme. Draco mengumpat di dalam hati. Harinya sudah buruk, dan sekarang ia dihadapkan dengan orang yang paling tidak ingin ia temui.
"Indeed, Potter," balas Draco dengan nada yang tidak kalah mengesalkan.
Harry Potter mengangkat bahunya. Draco is not his favorite person. Tentu saja! Mereka tidak pernah akur semenjak pertama kali bertemu. "Kenapa kau bisa ada disini?"
Draco menyilangkan kedua tangannya. "That's my line, Potter. Aku bekerja di perusahaan ini. Kenapa kau bisa ada disini?"
"Shacklebolt invites me," jawab Harry. Well, that's not surprising. "And I'm also here to keep my bestfriend in check. Ginny can't come tonight so it's become my job."
Apa Harry baru saja berbicara tentang Hermione? "What? Kau datang untuk menjadi babysitter?" being a prick, Draco just can't help himself.
"You are still the same, huh, Malfoy?" Harry tertawa –somehow reminiscing the past. Draco memang bukanlah orang yang ia sukai, namun bukan berarti ia membencinya. "Hermione bisa mengurus dirinya sendiri, namun ia tidak terlihat baik-baik akhir-akhir ini. I'm just worried."
Draco felt a pang in his heart. "She's okay?" Draco tidak bisa menghentikan rasa penasaran, dan juga intonasi khawatir, di dalam perkataannya.
Iris hijau Harry menatap Draco tajam. Ia sudah mendengar semuanya dari Ginny. Walaupun ia tidak menyukai laki-laki dihadapannya ini, ia tidak memiliki kuasa atas perasaan Hermione. That's one of his mission for the night. Blame Ginny for playing a matchmaker. "You can find it out yourself," ujar Harry, mengarahkan pandangannya ke salah satu meja beberapa meter dari tempat mereka berdiri. Draco menoleh, mendapati Hermione duduk dengan pandangan kosong. Gadis itu menggengam gelas yang sudah kosong –entah itu gelasnya yang keberapa.
"Take her home. Kurasa dia sudah minum cukup banyak."
Draco nyaris tidak mempercayai pendengarannya. Did Harry Potter just…? "Apa?"
"What? You heard me," balas Harry, setengah kesal. "Kau tahu tempat tinggalnya dimana, kan? She invites you to her birthday last year."
"Well, ya. Aku tahu," Draco mengusap rambutnya –kebiasannya ketika gugup. "Kau serius, Potter?"
Harry mengangguk. He didn't like this, actually, but he could trust Malfoy somehow. "Pergilah sebelum aku berubah pikiran."
"…Okay."
Harry mengangkat bahunya. "You hurt her, I kill you."
Draco meringis sebelum mengangguk singkat.
000
"Granger."
Hermione mengangkat kepalanya, bertemu pandang dengan iris kelabu Draco Malfoy. Iris tersebut selalu bisa membuat kepalanya pusing. Well, mungkin saja saat ini ia pusing karena pengaruh alkohol, bukan karena Draco Malfoyyang terlihat sangat tampan menggunakan sebuah suit. Ow, here you go again, Hermione. Stop complimenting him.
"Halo, Malfoy," balasnya, tanpa sadar mengeluarkan sebuah senyuman.
Draco kembali mengusap rambutnya. Damn those smile are killing him. "Let's get you home."
Hermione mengangkat alisnya. "Kau akan mengantarku pulang?" ujarnya sebelum tertawa. "Harry is going to kill you."
"Potter is the one who ask me to. Let's go."
"Harry did?" Hermione tertawa. "Kau bercanda."
Draco tersenyum tipis –involuntary of course. Sebelah tangannya melingkar di pinggang Hermione untuk membantunya berdiri. Gadis itu kembali tertawa. "That's funny. Uh-oh, Malfoy aku bisa berdiri sendiri." Ujarnya –setengah panik begitu menyadari apa yang baru saja lelaki itu lakukan. Gadis itu menjauhkan tangan Draco dengan cepat, membuat tubuhnya sendiri hilang keseimbangan.
"Well, clearly you need some help," balas Draco, kembali melingkarkan tangannya di pinggang Hermione. Kali ini gadis itu tidak memberontak. Mereka berjalan dalam diam keluar dari gedung, berdiri di tepi jalanan besar menunggu taksi lewat. It's a quiet night. Draco mencuri pandang kearah gadis yang lebih pendek darinya itu. She looks so small in his arms. It's cute. Damn. And she blushes –entah itu karena alkohol atau karena hal lain.
Draco bisa merasakan wajahnya memanas.
000
"Ayolah, Granger. What is the password?"
Hermione menggigit bibirnya. Jemarinya menyentuh berbagai angka yang tertera di pintu apartemennya. "Um-hm, what is it?"
"How would I know?" Draco bergumam frustasi. "Just... try anything."
"Aku tidak –oh tunggu. Aku ingat. Malfoy don't look!"
Draco memutar bola matanya sebelum membuang muka. Ia bisa mendengar pip-pip-pip ringan sebelum muncul suara pintu terbuka.
"That's it! How can I forget that day." bisik Hermione, nyaris saja tak terdengar oleh Draco.
Lelaki hanya mengangkat bahunya. Now his job is done. "Baiklah, Granger. Jangan lupa beritahu Potter bahwa kau sudah sampai –or he would really kill me."
Hermione tertawa ringan. "You can tell him yourself. Masuklah!"
Apa? "You are still drunk?"
"No no no. I'm never drunk," ujar Hermione percaya diri, bertolak belakang dengan tatapan mata yang ia berikan.
She's clearly drunk. "Granger, kurasa bukan keputusan yang baik untuk-"
"Ow, Malfoy you are no fun!" Hermione menarik tangan Draco –membuat lelaki itu tersandung, dan untungnya tidak terjatuh, namun berakhir memasuki apartemen Hermione. "I got you a reaally fine tea."
Draco mengangkat alisnya. "Kau mengundangku jam 10 malam di apartemenmu untuk meminum teh?" Hermione mengangguk antusias. Gadis itu kembali menarik Draco dan mengarahkannya untuk duduk di sofa sebelum berjalan (tidak seimbang, tentu saja) menuju dapur. Gadis itu muncul tak lama kemudian, membawa botol berisi teh dan dua gelas. She's giggling. Looks like she has a strange drinking habits.
It's okay though, it's cute. –Oke, stop Draco. Just stop.
"Aku membuat ini dari daun teh yang sangat langka. It's real good!"
Draco mengangkat alisnya, tidak yakin untuk menerima gelas yang disodorkan oleh Hermione. Namun pada akhirnya tentu saja ia mengambilnya –dan juga meminumnya. It is good.
"Nice, Granger, really nice. Tapi sekarang aku harus pergi."
"Nooo," Hermione mengerucutkan bibirnya. Tanpa Draco sadari, gadis itu sudah duduk disampingnya, di atas sofa, kedua tangan gadis itu melingkari lengannya. Oh damn, He do not expect this.
"Granger apa yang kau-" Draco menghentikan perkataannya begitu mendengar napas Hermione yang teratur. What, she's asleep? Just like that?
Lelaki dengan rambut platina itu menghela napas. Sekarang ia bahkan tidak bisa bergerak. How can he? Gadis itu bahkan menyadarkan kepalanya di pundak Draco.
Beberapa menit berlalu, tanpa ada tanda-tanda Hermione akan bangun. Draco kembali menghela napas. He sighs all the time nowadays.
Oh screw it. Draco sendiri sebenarnya sangat lelah. The party was draining as hell. Lelaki itu menyandarkan kepalanya di sofa. Ia menatap langit-langit apartemen Hermione singkat, sebelum berpindah ke alam mimpi.
000
Suara getaran sesuatu membuat Draco kembali dari alam mimpinya. Lelaki itu mengerutkan kening, tidak menyadari bahwa ia tidur dengan mata langsung menghadap cahaya lampu. Draco mencari sumber suara, menemukan bahwa hal itu berasal dari handphone yang terletak di atas meja. Ia menggapai ponsel hitam tersebut (tidak sulit, tentu saja. Tubuhnya yang tinggi membuat tangannya bisa menggapai barang dengan mudah) dan menyadari bahwa ponsel itu bukan miliknya. It Hermione's. And the sounds come from an incoming call. Lebih spesifik lagi –a video call. Draco merutuk di dalam hati. Lelaki itu melirik jam di dinding. Oh god, pukul satu pagi!
Awalnya Draco tidak berencana untuk mengangkat telepon tersebut. Akan tetapi, begitu ia melihat nama orang yang menelepon, ia menyadari bahwa ia harus menjawabnya. Again, screw it. Draco menggeser simbol hijau di layar smartphone Hermione.
"Hermione! Akhirnya kau menjawab –oh hell, Malfoy?"
Draco menahan dirinya untuk tidak melemparkan perkataan pedas. Ia jauh lebih tidak menyukai orang ini dibandingkan Harry. Even though both were intolerable. "Weasley."
"Damn. So Harry did saying the truth."
Ekspresi Ron Weasley tampak sangat terganggu. Draco nyaris tertawa.
"Kau di apartemen Hermione?"
"Yeah." Jawab Draco singkat, sesungguhnya tidak begitu ingin menjawab.
"Dia baik-baik saja?"
Draco bisa mendengar nada khawatir disana. Oh tentu saja Draco, mereka bersahabat! "She's okay." Ujarnya, mengarahkan kamera kearah Hermione yang masih tertidur.
Ron mengangguk, walau ekspresinya tampak terganggu. "Well then, whatever. As long as she's okay."
Draco nyaris tidak mempercayai pendengarannya. Ia mengira anak laki-laki Weasley yang paling muda itu akan mengatakan sesuatu… apapun itu karena Ron tidak menyukai Draco. But he looks civil, and calm. That's odd. "I didn't expect you to say that, Weasley."
"Apa? Kau mengira aku akan mengataimu sampai pagi?"
"Hmm, mungkin?"
"Pfft. Grow up, Malfoy. I'm not the same teenager, and so do you. If Hermione, and well, Harry, can trust you, then I will try. You are not my favorite person but, yeah, I can manage."
Draco terdiam. That's… really nice. Selama ini ia berusaha menghindari orang-orang dari masa lalu, mengira bahwa siapapun itu tidak akan pernah melupakan kelakuan bodohnya dan ia akan selalu menjadi pemeran antagonis di dalam kehidupan orang tersebut. But he guess… it's not entirely true. People grew. People changed. And… he did too. Life happens, anyway.
"That's comforting." Gumam Draco, tidak menyadari bahwa ia sedang berbicara dengan Ron Weasley.
Ron menyunggingkan seringai tipis. "Right, it is. But I'm not trying to comfort anyone, Malfoy. I'm just stating the fact. Dan tentu saja jika kau melukainya aku akan menghancurkanmu!"
Draco mengangkat ujung bibirnya –mengeluarkan the trademark smirk of Malfoy. Harry said the exact same thing. "Sure thing, Weasel."
Ron meringis. "Damn. Jujur saja aku masih tidak menyukai seringaimu itu. Oh, dan kau juga tentunya, Ferret. Sampaikan salamku untuk Hermione." –and then he hang up.
Draco memutar bola matanya. Of course. Lelaki itu meletakkan kembali ponsel Hermione di atas meja, sebelum menoleh kearah gadis yang sedari tadi bersandar di pundaknya. Kelabu bertemu golden brown. Draco nyaris saja melompat dari tempat duduknya.
"Kau sudah bangun?"
"Mm-hm," gumam Hermione.
"Sejak kapan?"
Hermione mengerutkan keningnya, entah karena hangover atau karena sedang berusaha mengingat. "… for awhile?"
"And you stay silent."
Gadis itu tertawa pelan. "It's fun seeing you chatting with Ron without swearing each other."
"We did swear once or twice."
"Kau tahu maksudku." Hermione mengerucutkan bibirnya. Draco tidak menjawab. Mereka bertatapan selama beberapa detik, posisi tidak berubah, hingga tiba-tiba gadis itu duduk dengan tegap. "Wait."
Draco mengangkat alisnya.
"Bagaimana aku bisa –uh, kau tahu, hm," gadis dengan rambut ikal yang sangat sulit diatur itu terbata.
"Tertidur di pundakku?"
Hermione mengalihkan pandangannya. "Uh, Ya?"
"You are drunk," jawab Draco singkat.
"I'm drunk?!" ekspresi Hermione membuat Draco yakin bahwa gadis itu bahkan tidak ingat seberapa banyak alkohol yang ia minum. "Pantas saja kepalaku terasa sangat sakit."
Lelaki itu mengangguk. "Potter memintaku untuk mengantarmu pulang."
Hermione mengerutkan keningnya. Matanya menyusuri seluruh ruangan, baru saja menyadari bahwa ia sedang berada di apartemennya sendiri. "Harry did?"
Draco nyaris tertawa. She said that twice already. "And you forced me to stay."
Wajah Hermione memucat. "Oh my God, I must be crazy," bisiknya, masih tidak percaya dengan dirinya sendiri.
"You must be," gumam Draco, ekspresi tenangnya berubah tegang. "Kau… pasti benar-benar bercanda disaat kau mengatakan kau menyukaiku."
Hermione terdiam. Did he just brought it up like that? "Aku –aku tidak tahu." Gadis itu memainkan bantal kursi yang ada di pangkuannya dengan gugup. Suasana diantara mereka berubah menjadi sangat canggung.
"Sudah kuduga," Draco menghela napas. "You are doing it again, Granger. Kau selalu melakukannya."
"Melakukan… apa?"
"Playing dumb," penerus keluarga Malfoy itu memperbaiki posisi duduknya, sehingga kini ia dan Hermione berhadapan. "And playing me. Is it fun?"
"Stop beating around the bush, Malfoy," tatapan Hermione berubah serius. "Apa yang selalu aku lakukan?"
Draco mengangkat bahunya. "Mengatakan bahwa kau menyukaiku dan tidak disaat yang bersamaan, dan juga menghindari pembicaraan mengenai hal tersebut. You are doing it for a few times already. Remember the truth and dare at the workshop a few years ago?"
Oh shit. Hermione mengumpat di dalam hati. Tentu saja ia mengingatnya.
"You got a truth. Someone were asking if you like anybody. You said you like me then, in front of everyone," tangan Draco memainkan gelas di atas meja. Lelaki itu sendiri tampak tidak nyaman dengan apa yang ia katakan. "You said it's only a simple old crush, no big deal, of course. Tapi setelah permainan itu selesai, kau mengatakan padaku bahwa kau hanya menyebutkan namaku karena, well, you see me at that time. And that's it. Bahwa kau sebenarnya tidak mempunyai orang yang kau sukai. I don't know, but somehow it hurts."
"You are hurt?" Hermione masih tidak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar. Draco Malfoy, the infamous annoying boy, hurting because of her? Mata gadis itu tidak berhenti menatap Draco, walau laki-laki tersebut tidak melihat ke arahnya.
"Yeah. At that time I think I deserve the hurt. I said so much bad words to you. I'm such a jerk," Draco mengusap rambutnya. "But, Granger, you did it again. Kau memilihku sebagai partner untuk bussiness trip, mengatakan bahwa pergi bersamaku jauh lebih baik daripada bersama McLaggen. It hurts again. But I'm not saying anything. Lalu kau melakukannya lagi, beberapa minggu yang lalu. I think I can bear the pain, but I'm wrong. I can't."
Gadis itu kehilangan kata-kata. Ini adalah pertama kalinya ia mendengar kata hati seorang Draco Malfoy, dan ia sama sekali tidak menyadari bahwa selama ini ia sudah melukai perasaan lelaki itu. "Kenapa kau tidak pernah mengatakan semua ini padaku?"
"Well… First I can't risk our friendship. A friendship with you means luxury for me. Kau cerdas, baik, sopan dan –hell, you are beautiful.Kedua, kau tidak pernah benar-benar memberikanku kesempatan."
Gadis dengan iris cokelat itu mengalihkan pandangannya. Her eyes giving a mix of guilt and embarrassment. "Sorry… for everything. Aku tidak bermaksud –well, you know."
"I know you are hurting too. I'm still throwing you insults, anyway. So, I'm sorry too." Draco tersenyum pahit. "I guess we both hurting, huh?"
Hermione mengangkat wajahnya. "So the insults were a revenge?"
Draco mengangkat bahunya. "Mungkin. Kau tahu aku masih sangat kekanak-kanakan. I hate and like you at the same time it's strange."
Ruangan tersebut sunyi, karena Hermione terdiam dan Draco tidak melanjutkan perkataannya.
"… wait, you like me?"
"… Oh shit. Did I just saying that out loud?"
"Yes you did," Hermione menyentuh wajah Draco tiba-tiba, membuat lelaki itu lagi-lagi nyaris melompat dari sofa. Tangan gadis itu dingin, namun tatapan yang ia berikan sangat hangat. "Kejadian di pantry waktu itu –I'm freaking out. Aku tidak seharusnya mengatakan bahwa aku menyukaimu disaat aku bahkan tidak memahami perasaanku sendiri."
Lelaki itu menghela napas. "That's right, Granger." ujarnya, menggenggam tangan Hermione untuk menjauhkannya. Tidak mungkin seorang Hermione Granger menyukai seorang Draco Malfoy, kan? "It's okay, though. We just need a talk. Kau tidak perlu merasa bersalah karena kau tidak memiliki perasaan yang sama denganku."
Hermione tersenyum, namun senyum itu berbeda dari yang biasanya gadis itu berikan. Ada sesuatu dibaliknya, yang tidak dapat Draco artikan. "No, Draco," balas Hermione. Draco merasa tubuhnya membeku. She was using his first name. "Aku mungkin tidak paham dengan perasaanku sendiri, tapi bukan berarti aku tidak memiliki perasaan yang sama."
Draco mengerutkan keningnya. But it doesn't make any sense. "Apa maksudmu?"
"I mean… I'm going to find out."
Draco baru saja akan membuka mulutnya begitu ia merasakan sesuatu menyentuh bibirnya singkat –wait. Did Hermione just kissed him? Ciuman itu benar-benar singkat, karena saat ini Hermione sudah kembali membuat jarak dengan Draco, face red just like a tomato. "I think –well, I don't think I can kiss a friend. And-" Perkataan Hermione terputus karena kali ini Draco lah yang menariknya dan menghilangkan jarak di antara mereka. Hermione terdiam sejenak –before she melted into the kiss. The kiss was sweet and all, before Draco pulled the girl even closer to him, making Hermione almost sitting on his lap. Gadis itu melingkarkan kedua tangannya di leher Draco, deepening the kiss. Draco broke the kiss after a few more second, leaving both of them breathless.
Kedua tangan Hermione masih berada di leher Draco, begitupun kedua tangan Draco yang entah sejak kapan melingkari pinggang Hermione. "Draco, aku-"
"Granger," panggil Draco pelan. Hermione menghentikan perkataannya, menatap lelaki itu penasaran. Draco tersenyum tipis, wajahnya tampak lelah. "Sorry but can we… talk again in the morning? I'm somehow losing my conciousness."
Hermione tertawa pelan. Did Draco put an off to their moment just like that? Pikir gadis itu tidak habis pikir. Ia melirik jam dinding –nyaris pukul 2 pagi. Well, it is super late. "Sure." Gadis itu bangkit dari sofa untuk mengambil selimut dan bantal. "Kau bisa tidur disini. Hmm, aku hanya memiliki satu kamar tidur jadi-"
"Granger, you are blabbering."
Hermione memalingkan wajahnya yang kembali memerah. "Ugh, sorry."
Draco mengeluarkan seringai khasnya. "Don't be. It's cute."
"Hey!" Hermione memukul Draco dengan bantal secara refleks, namun lelaki itu berhasil menahannya. Draco menarik bantal yang masih Hermione pegang, membuat gadis itu lagi-lagi jatuh ke pangkuan Draco.
"Draco Malfoy! That was intentional, wasn't it!" wajah Hermione kembali memerah. Draco tertawa. He always love her blush.
"Um-hm," jawab Draco, kali ini menarik Hermione untuk berbaring bersamanya di atas sofa. Sofa Hermione bisa dibilang cukup besar untuk dua orang, tapi tetap saja!
"Draco, let me go, you snake." Protes Hermione. Namun bukannya melepaskan gadis itu, Draco malah semakin mengeratkan pelukannya.
"Granger, berhentilah memberontak atau kau akan membuat kita berdua jatuh."
Hermione masih menggumamkan beberapa kalimat protes sebelum akhirnya menghela napas. "Okay, kau menang. T-tapi hanya sekali ini saja, oke?"
Draco mengangguk. Hermione kembali menghela napas. Such a childish man! Lelaki itu menutup matanya, jelas-jelas kesulitan dalam melawan rasa kantuk. Hermione mengusap rambut Draco pelan, cukup kaget begitu merasakan betapa lembutnya helaian platina tersebut. Gadis itu tersenyum. Saat ini ia yakin bahwa ia menyukai Draco Malfoy –or she might even love him?
Hermione hampir saja berpindah ke alam mimpi begitu suara pelan Draco mengembalikannya ke dunia nyata.
"Hermione?"
Gadis itu kembali membuka matanya. That was the first time he's calling her with her first name. "Hmm?"
"I love you."
The End
(After Credit)
Ron menghembuskan napasnya kesal. Saat ini ia sedang berdiri di depan pintu apartemen Hermione –dan nyaris saja meledak. Gadis itu meninggalkan dokumen penting yang Ron butuhkan di apartemennya, jadi ia menyuruh Ron untuk mengambilnya sendiri. Sialnya, gadis itu merubah password apartemennya (well, sebenarnya terakhir kali Hermione memberitahukan passwordnya pada Ron adalah tiga tahun yang lalu) dan saat ini tidak bisa dihubungi!
"Damn it, Hermione, pick up the phone!" rutuk Ron. Terdengar nada sambung selama beberapa detik, hingga akhirnya nada itu digantikan oleh suara seorang perempuan.
"What the hell, Ron. I'm in the middle of something important!" terdengar suara Hermione yang tidak kalah kesal.
"What! Kau sendiri yang menyuruhku untuk mengambil dokumennya ke apartemenmu, 'Mione! I'm already standing here for a bloody 1 hour-"
"Ugh, shut up. Ada apa?"
Ron menghela napasnya. Terkadang temannya yang sangat pintar ini bisa menjadi benar-benar lambat. "Your password!"
Hermione terdiam sejenak sebelum tertawa. "God. Bagaimana bisa aku lupa memberitahukannya padamu?"
"That's right, my friend. Jadi apa passwordnya?"
"050680. Itu saja kan? I'm hanging up." Dan kemudian Hermione menutup panggilan tersebut.
Ron menghela napas. Whatever. Tapi tunggu, kenapa nomor ini terlihat familiar?
Real The End
OH MY GOODESS. IT'S FINALLY DONE.
Jujur saja ini adalah fanfict tersulit yang pernah saya tulis. Too much authors block. I'm crying a river rite now :')
An early birthday fict for my lovely Draco Malfoy! Kalau ada yang nggak sadar, Hermione's password is Draco's birthday date. Bagi yang sudah pernah baca fict saya di fandom lain… yes, I love making birthdays into password.
Anyway!
Thank you so much, my lovely reader! Really, I love you so much :)
Care to review? Saya sangat menerima review yang membangun. But I need to remind you that I'm not receiving any bash! Mari saling menjaga perkataan, my fellow Potterheads :D
Sekali lagi, terima kasih!
