Naruto tidak akan pernah jadi milik saya.

Selalu Masashi Kishimoto.

.


.

"Memangnya apa yang kamu suka?" Ujar suara yang sejak beberapa jam lalu mengisi kesunyian. Lagi-lagi memancingnya berbicara.

Kali ini Sasuke tidak lagi repot-repot membuka mata dan menoleh. Tetap diam berbaring di lantai dengan sisa keringat yang mulai mengering.

"Kamu," jawabnya.

Tidak ada suara lagi dalam beberapa menit yang menyenangkan. Setidaknya bagi Sasuke sendiri. Tapi kemudian ada suara tercekat disusul dengan, "… maaf?"

"Dimaafkan."

Gumpalan handuk mendarat tepat menutupi wajahnya. Lemparan bagus, dia pikir, sembari membebaskan wajahnya dari sekapan tak berarti.

"Bukan itu, maksudku!" Seru lawan bicaranya. Sasuke masih diam, tapi bahkan dengan mata tertutup, dia bisa membayangkan bagaimana gestur Sakura saat ini.

"Lalu?" Ada geraman rendah begitu dia bertanya. Diam-diam dia berusaha menahan senyumnya. Membayangkan Sakura yang mulai kesal.

"Tadi kutanya, apa yang kamu suka, kan," katanya. Perlahan dia melangkah mendekati Sasuke hanya untuk duduk bersimpuh di sampingnya. Memandang lekat mata yang terpejam.

"Aku tidak mengerti jawabanmu."

Kali ini dia membuka mata. Tanpa ragu menatap langsung pada iris hijau di hadapan. Bagi Sasuke, mata Sakura jelas menggemaskan. Jadi, dia diam saja tanpa menjawab sampai gadis itu bertambah kesal dengan sendirinya.

Tepat sebelum Sakura memulai protesnya lagi, Sasuke berujar, "Jawabanku, itu kamu. Yang kusukai."

Kemudian dia bangkit. Meninggalkan Sakura terpaku sendiri di tengah ruangan sementara Sasuke menghantamkan kepalanya pelan pada dinding kamar mandi.

"Tidak keren," bisiknya pada diri sendiri di balik guyuran air.