Disclaimer: Masashi Kishimoto
Warnings: maybe OOC, first's serial fic.
Main chara: Ino Yamanaka, Nara Shikamaru, Sasori
Micansei Communication
Hari sudah mulai senja, kelas-kelas pun sudah sepi hanya beberapa
murid yg masih tertinggal karna urusan mereka masing-masing.
"kalau kau tak bisa mengatakannya sebaiknya kau relakan saja dia"
suara Ino memecahkan keheningan kelas yg baru dimasukinya, mengagetkan
Sasuke yang sedari tadi mematung memandangi meja disebelah mejanya.
"Ck, kau tahu apa memangnya ?"
"aku memang tak tahu apa-apa, aku hanya merasa kau tertekan dengan
sesuatu yang sulit kau ungkapkan, itu saja" Ino memasukkan bukunya
yang ada dilaci mejanya kedalam tas.
"huh, orang egois dan apatis sepertimu tahu apa tentang perasaan ?"
timpal Sasuke sarkastis.
"terserah kau saja, yang jelas hanya karna kau tak bisa melihatnya
bukan berarti sesuatu itu tak ada, seperti halnya perasaanku, hanya
karna aku tak pernah menunjukkannya pada orang-orang bukan berarti aku
tak memilikinya" Ino mulai beranjak dari mejanya untuk pulang.
Sasuke sedikit tertegun mendengar penuturan itu keluar dari seorang
Yamanaka Ino. Namun sebelum Ino benar-benar keluar dari kelas dia
menoleh pada Sasuke.
"oh iya Sasuke, menurutku akan sulit juga bagi orang lain mengerti
perasaan orang arogan yg selalu memandang rendah sekelilingnya"
kemudian Ino benar-benar menghilang dari balik pintu meninggalkan
Sasuke dengan keheningan senja yang semakin menggelap.
Ino menggeram kesal selama perjalanan pulang dari sekolahnya.
Selalu saja seperti ini, setiap kali dia mencoba peduli pada orang
lain dia selalu merasa menyesal setelahnya karna tanggapannya selalu
tak sesuai dengan ekspektasinya. Padahal Ino pikir apa salahnya jika dia
menyampaikan kepeduliannya pada temannya, apa salahnya memberi saran
pada temannya seperti yang ada dalam pikirannya. Inilah yang membuat
Ino berpikir lebih baik bersikap egois dan apatis daripada upayanya
bersikap baik selalu disalah pahami, pada akhirnya dia yang justru
tersakiti dan dia benci menjadi tokoh protagonis dalam kehidupannya
sendiri.
"Tadaima" Ino membanting pintu rumahnya, dia memasuki kamar setelahnya
dia menyalakan musik dengan suara yang sangat keras dan berteriak
sekeras-kerasnya tak peduli jika ada yang terganggu karna karna dia
tahu dia sendirian dirumah itu, ayahnya hanya akan pulang setelah
larut malam, sedang kakaknya hanya pulang beberapa kali sebulan itupun
saat ayahnya tak ada dirumah, Ino tak menangis dia hanya menumpahkan
kekesalannya dengan apapun yang bisa dilakukan didalam kamarnya tak
terkecuali mengacak acak kamarnya sampai dia kelelahan dan tertidur
tanpa ada seorangpun yang akan peduli padanya.
Tapi Ino tak pernah mau tahu siapa yang mematikan musiknya saat dia
tertidur, siapa yang menyelimutinya,dan siapa yang selalu tersakiti
saat melihatnya begitu kacau seperti sekarang ini.
Jam menunjukkan pukul dua dini hari, meski awalnya berniat meneruskan
tidurnya karna enggan meninggalkan pembaringannya akhirnya Ino
menyerah juga dengan aksi perutnya terus protes tiap dia mencoba
memejamkan mata kembali. Ino mendengus kesal, menyesal karna tak makan
dulu sebelum melakukan kebiasaan aksi pelampiasan brutalnya dikamar,
terpaksa dia menyeret dirinya yang kelaparan ke dapur berharap
ada makanan yang masih tersisa karna dia lupa memasak maupun membeli
makanan instan setelah pulang sekolah tadi.
Beruntung bagi Ino yang menemukan makanan dimeja dapur, bahkan makanan
itu terlihat masih baru, meski tak bisa dikatakan masih hangat tapi
makanan itu belum terlalu dingin, dia melahapnya tanpa pikir panjang,
tak peduli siapa yang sudah pulang, apakah ayahnya atau kakaknya,
bahkan jika penjahat nyasar pun dia tak peduli.
Ino makan dengan sangat lahap seolah takkan ada lagi kesempatan lagi
untuk makan esok hari sampai sebuah suara mengagetkannya.
"makanlah pelan-pelah, takkan ada yang merebut makanan itu darimu"
seketika Ino tersedak karna terkejut.
"uhuk...uhuk...a...a" orang itu berhasil menyodorkan air sebelum Ino
mampu mnyelesaikan kata-katanya.
"haaahh...shit, kau mengagetkanku saja" laki-laki itu hanya terkekeh.
"kapan kau datang, mana Deidara ?" Ino memicingkan matanya tajam,
curiga kalau-kalau orang ini memasuki rumahnya lagi tanpa ijin seperti
tempo hari.
"hei, berhenti memandangku seolah aku ini kriminal seperti itu, kali
ini aku benar-benar kesini dengan Deidara, asal kau tau saja" ucap
lelaki itu membela diri.
"lalu dimana dia ?"
"dia di ruangan ayahmu sedang bicara dengan ayahmu"
seperti tak pernah terjadi apa-apa Ino mlanjutkan makannya kembali
dengan santai.
"kau tak ingin tahu apa yang mereka bicarakan ?" tanya pria itu
lagi-lagi menginterupsi acara makan Ino.
"tidak, untuk apa ? itu bukan urusanku, lagipula aku tak seprti kau
yang hobi mencampuri urusan orang lain"
"kheh, kau yakin ? Padahal sepertinya mereka membicarakan sesuatu yang
berkaitan tentangmu" kata pria itu lantas meninggalkan Ino yang masih
mengunyah makanannya.
TBC...
hwaaaaaaaa,... ini apaaaa...?
aku gak tahu ini nulis apa? maaf maaf maaf kalau absurd banget...
baru pertama kali publish sendiri.
mohon berkenan meninggalkan caci makinya.
