Marry Me, Secretary Oh
KaiHun
Chaptered
T+
Disclaimer: Cast milik orang tua masing-masing. Cerita murni dari otak turun ke tangan.
Warning: BL, Typo
Gak suka gak sah baca eak!
.
.
.
.
Sudah pusing masalah kerjaan, kini pusing masalah keluarga. Hidup seorang Kim Jongin belakangan dipenuhi dengan hal yang memusingkan. Kerjaan menumpuk memang hal yang wajar, tetapi masalah keluarga yang tengah di hadapinya tidak ada wajar-wajarnya sama sekali.
Jongin masih ingat betul petuah dari kakeknya yang mengatakan, bahwa ia harus sudah memiliki calon untuk diperkenalkan dalam waktu dekat. Mengingat persyaratan dari kakek yang mewajibkan cucu-cucunya untuk segera menikah di umur 25. Entah apa dan mengapa alasannya, Jongin tidak paham sama sekali. Namun sebagai balasan, nama seorang Kim Jongin akan tetap masuk dalam daftar warisan yang akan di bagikan secara rata oleh kakek kelak. Tentu Jongin tidak mau dirinya menjadi satu-satunya dari garis keturunan yang tidak berhak akan warisan. Lagipula rugi besar jika sampai tak mendapatkan sebagian harta melimpah sang kakek.
Namun, Jongin masih mempunyai masalah dalam menggapai itu semua, masalah terbesar satu-satunya, ia tidak punya kekasih dan memang tak berniat untuk memiliki satupun, apalagi seseorang untuk di ajak menikah. Lalu bagaimana mungkin bisa membawa seorang calon untuk diperkenalkan kepada kakek ?
Nah, untuk hal itu biarkan sang Kim berfikir sejenak.
"Sudah melamunnya ?"
"Hm ?" Jongin menyahut reflek. Lalu memandang seseorang di depan meja kerja yang sedang memandanginya.
"Sejak kapan kau disini ?"
Luhan, orang yang dimaksud menggeleng pelan. Merasa heran akan tingkah di luar kebiasaan teman sekaligus rekan kerjanya ini. Jongin itu orang yang fokus, terlalu fokus bahkan sampai terkadang ia tak sadar dengan apa yang sedang terjadi di sekitarnya selain pekerjaan, tidak ada waktu baginya untuk berdiam diri merenung seperti ini. Mengingat dirinya telah menjabat sebagai eksetutif muda.
Kecuali ada masalah yang tengah ia hadapi.
"Lumayan lama untuk menontonmu melamun"
Mengabaikan nada sarkatis dalam kalimat Luhan, Jongin menyahut malas. "Memangnya mau apa ?"
Luhan ini teman dekat Jongin semasa kuliah, hingga sekarang bekerja di tempat yang sama pula.
"Hanya ingin bicara tentang proyek kemarin" Jawab Luhan santai, berjalan menjauh dari meja kerja Jongin untuk mencari tempat duduk yang lebih nyaman.
Kerutan di kening Jongin tampak jelas dari arah sofa yang diduduki Luhan, menandakan kewas-wasan dari pria berkuliat tan tersebut. "Apa ada masalah ?"
"Ah tidak, hanya saja kita membutuhkan sedikit dana tambahan" sahut Luhan cepat.
Jongin mengangguk, sedikit bernafas lega karena yang satu ini bukanlah masalah besar baginya. "Nanti biar ku urus" jawab Jongin sekenanya.
"Baiklah" Luhan kembali beranjak berdiri, namun sebelum benar-benar pergi, ia kembali menghadap Jongin.
"Ngomong-ngomong.." ia menggantung kalimatnya untuk sekedar mendapat perhatian Jongin. "Kau yakin tak ingin cerita ?"
Jongin menyerngit bingung. Belum paham akan maksud Luhan menawarkan dirinya menjadi tempat curahan hati seorang Kim Jongin yang sedang gundah gulana ini.
"Ya! Jangan pura-pura tidak mengerti. Aku tahu kau sedang ada masalah"
Luhan hanya berusaha menjadi teman yang baik dan Jongin tahu itu, jadi tak ada salahnya jika sedikit berbagi dengan sahabatnya ini, kan ?
.
"Jadi, apa kau punya saran ?"
Luhan hanya diam dengan tangan yang ia tempelkan di dagu.
Woah, pantaslah jika Jongin tampak resah. Masalahnya lumayan berat. Mencari pasangan untuk di perkenalkan kepada kakeknya, lalu kemudian di ajak menikah. Hmm benar-benar masalah yang cukup langka.
"Kalau ke klub malam ?"
Jongin yang ikut serta untuk memikirkan masalahnya terhenti, menatap Luhan dengan pandangan curiga. "Buat apa kesana ?"
"Cari calon untukmu" sahutnya santai, membuat Jongin harus tahan-tahan diri untuk melempar vas bunga ke wajah menyebalkan temannya satu ini.
"Kau gila ?!"
"Baiklah baiklah ide buruk"
Jongin menghela nafas dan kembali pada posisi nyamannya untuk kembali berfikir, begitupun dengan Luhan yang kembali mengusap-usapkan jemarinya di dagu.
"Bagaimana kalau-"
"Bos ?"
Jongin mendongak begitupun Luhan yang membalikkan badannya untuk melihat seseorang yang telah menganggu waktu berfikir mereka, waktu berfikir untuk memecahkan masalah sang calon untuk Kim Jongin maksudnya, seorang laki-laki berkemeja putih dengan celana kain abu-abu yang tampak sangat pas untuknya, mengintip dari balik pintu.
Dia sekeretaris Oh, atau yang bernama lengkap Oh Sehun, sekretaris pribadi Jongin yang baru bekerja beberapa bulan di sini. Sebenarnya mereka sangat jarang bicara, benar-benar hanya seperlunya saja, faktor pertama karena Jongin terkesan tidak perduli dan bahkan tidak begitu memperhatikan siapa-siapa yang bekerja dengannya. Faktor kedua, karena Oh Sehun ini orangnya sangat kalem dan tidak mau berbicara yang muluk-muluk jika tidak di mulaikan.
"Masuk" menyadari keberadaan Sehun yang berarti ada kepentingan, Jongin mempersilahkan pria berkulit putih susu tersebut untuk menghadapnya.
Sehun mengangguk, melepaskan pegangannya pada pintu lalu berjalan menghampiri, tersenyum sangat manis dalam perjalanannya menuju ke hadapan sang atasan. Sampai-sampai membuat Jongin yang awalnya ingin menunduk mencari pulpen, menghentikan kegiatannya sejenak untuk memandang wajah yang tak terlalu ia perhatikan itu sebelumnya.
Tunggu, tunggu... Kim Jongin tidak sedang terpesona, bukan ?
Ah, tentu tidak, ia hanya kaget. Itu saja. Kaget akan kemanisan wajah sekretarisnya sendiri. Dengan kata lain, Kim Jongin memanglah terpesona.
"Berkas yang harus anda tanda tangani, bos" ucap sang sekretaris, hati-hati menyusun berkas-berkas tersebut di hadapan Jongin.
Ah kenapa dia telaten sekali.
Jongin memandang wajah Sehun sejenak yang di balas dengan tatapan menunggu dari sang sekretaris. "Aku tidak punya pulpen" racau Jongin tidak masuk akal. Masih memandangi Sehun, menunggu ekspresi dari laki-laki tersebut. Sesuai dengan yang ia harapkan, kening Sehun berkerut, bibirnya terbuka untuk menyampaikan sesuatu. "Maaf, tapi yang sedang anda pegang itu.. pulpen kan ?"
Jongin mengerjap, lalu menoleh pada tangannya yang entah sejak kapan tengah memegang barang yang dicari.
Woah dia sungguh cekatan.
Ia kembali memandang wajah sang sekretaris manis, lalu tertawa garing yang diikuti senyum dipaksakan dari Sehun, tidak lupa dengusan tidak jelas dari Luhan.
Senyumnya tulus.
Begitu Jongin selesai menanda tangani beberapa berkas tersebut, Sehun kembali dengan sopan mengambilnya. Menempelkan berlembar-lembar kertas itu di dada sebelum membungkuk singkat pada Jongin.
Sopan sekali dia.
Entah ini hanyalah efek Jongin yang memang sedang mencari calon, atau Oh Sehun ini memanglah begitu menawan di mata Kim Jongin, baginya, semua hal kecil yang dilakukan Oh Sehun dari sejak 10menit yang lalu sangatlah mempesona.
"Saya permisi, bos"
Jongin mengangguk dengan senyuman. "Datanglah kemari lagi jika ada yang perlu ku tanda tangani" ucapnya, kembali asal bicara sehingga membuat Sehun harus terhenti dari langkahnya ingin pergi. "Tentu bos, itu pekerjaan ku" walau canggung, Sehun tetap menjawab dan memberi senyum simpul.
"Sehun-ah"
Jongin balas tersenyum. Senyum terkeren yang ia miliki. Hanya tertuju pada Sehun yang sedang-
"Luhan-Hyung"
Sedang saling menyapa akrab dengan Luhan.
Shootdanonymous
Sehun harus menahan senyumnya berkali-kali saat ia sudah kembali duduk di tempatnya beroperasi. Ia sampai mencampakkan sembarang ke meja berkas yang sudah di tanda tangani oleh sang atasan demi untuk menahan wajahnya yang memerah.
Tahan Oh Sehun, tahan. Jangan seperti bocah!
Akhirnya setelah menyalakan kipas angin kecil pribadi yang khusus ia bawa dari rumah, Sehun dapat menormalkan kembali wajah merahnya menjadi seperti semula.
Sehun senang sekali ketika tadi memasuki ruangan Kim Jongin, benar-benar senang melihat keberadaan satu orang yang berhasil membuatnya senyum-senyum tidak jelas saat pertama masuk tadi.
Adalah Xi Luhan, yang menarik perhatian Sehun sejak pertama bekerja disini. Orangnya sangat tampan serta menawan, Sehun mengagumi sosok Luhan sejak pertma pria bermata layaknya rusa itu yang dengan sabar menunjukkan satu persatu seluk beluk ruangan di perusahaan yang besar ini. Padahal itu bukanlah sama sekali tugasnya dalam membantu Sehun si sekretatis baru Kim Jongin.
Ngomong-ngomong tentang Kim Jongin, Sehun heran dengan sifat atasannya itu, baru kali ini ia lihat Jongin begitu ekspresif terhadapnya, bahkan tersenyum dan mengucapkan beberapa hal yang tidak masuk akal. Padahal sebelum ini, Jongin hanya akan menandatangani berkas-berkas yang ia serahkan dalam diam, tidak menoleh bahkan mengucapkan sepatah katapun hingga Sehun keluar sendiri dari sana. Atasannya itu terkenal tegas dan dingin, selalu serius dalam menyelesaikan pekerjaan. Jujur saja Sehun terkadamg sering risih sendiri jika harus memasuki ruangannya. Takut salah langkah lalu di marahi habis-habisan. Habisnya dia itu perfeksionis.
Tapi apa tadi yang ia dengar 'Datanglah kemari lagi jika ada yang perlu ku tanda tangani'. Jeez, itu hal teraneh yang Sehun dengar dari seorang atasan. Lebih-lebih atasan seperti Kim Jongin.
Shootdanonymous
"Bung, tadi itu adalah hal teraneh yang pernah kau katakan"
Selayaknya Sehun, komentar Luhan tidaklah jauh berbeda.
Ia memandang heran pada Jongin yang sedang tersenyum memandangi kuku jarinya. Tidak menggubris omongan Luhan sama sekali, ia bahkan tak yakin jika temannya ini masih sadar akan keberadaannya.
"Luhan, apakah aku tersenyum ?" Muncul pertanyaan tiba-tiba dari Jongin. Membuat Luhan lagi dan lagi menyerngit heran memandangnya.
"Kau bahkan menyeringai!" Jawab Luhan nyaris berteriak, berusaha menyadarkan Jongin yang tak hentinya tersenyum sendiri.
"Ah begitu, bagaimana ini ya ?"
Luhan tahu perangai seperti ini, sepertinya teman seperjuangan Luhan ini sedang mengalami sesuatu, sesuatu seperti...
"Kau seperti sedang jatuh cinta saja" ujar Luhan memancing.
Jongin hanya tertawa ringan dan kini memandang Luhan mencemooh. "Apa kau bercanda ?"
"Yah, aku bilangkan seperti"
Ada jeda yang lumayan lama di antara mereka. Masing-masing kembali tenggelam dalam fikiran sendiri-sendiri. Jongin yang masih memikirkan sang sekretaris. Dan Luhan yang memikirkan tingkah aneh Jongin.
"Luhan" panggil Jongin kembali. Luhan mendongak, perasaannya tiba-tiba tak nyaman saat Jongin memanggilnya begitu.
"Ya ?"
"Apa ini hanya aku atau sekretaris Oh tampak ingin dinikahi ?"
"... hah ?"
Jongin mengangguk pasti, yakin akan keputusan yang sudah ia buat matang-matang dalam kurung waktu 20 menit ini. Menjadikan Oh Sehun sebagai calon 'istrinya' di hadapan kakek, adalah prioritas Jongin sekarang. Ya, ia ingin menikahi Oh Sehun. Karena baginya, sekretaris manis tersebut adalah satu-satunya yang cocok.
"Kau... kau serius ?"
Pertanyaan Luhan membuat ia menoleh, ia menatap curiga pada sahabatnya yang tampak begitu terkejut itu. "Aku tidak pernah seserius ini" sahut Jongin sengit. "Kau kenapa ?"
Luhan mengerang frustasi. Ia mengacak rambutnya sebelum menjawab ketus pertanyaan Jongin. "Aku sudah menintingnya belakangan ini asal tahu saja"
Jongin memutarkan bola matanya malas. Ia sudah menduga bahwa Luhan sudah lebih dulu bergerak mendekati Sehun. Pertama, tingkah mereka tadi dengan saling memanggil akrab tampak sangat ketara, kedua, pria manis mana yang tidak di dekati oleh Luhan di perusahan maupun di luar perusahaan ini.
"Carilah yang lain" ujar Jongin santai. Seolah memberi solusi paling ampuh untuk memecahkan kegusaran Luhan.
"Kau saja cari yang lain!"
"Aku hanya mau dia!"
"Begitupun aku!"
Jongin menarik nafas panjang, memijit pelipisnya yang serasa berdenyut akibat berbicara di atas oktaf bersama Luhan seperti ini. "Luhan, kita berdua tahu bahwa kau hanya akan main-main jika pun kau berhasil mendapatkannya"
Luhan akan membuka mulutnya untuk protes, namun mengurungkan niat begitu ia berfikir kembali. Jongin benar, ia tidak mungkin serius jika sudah mendapatkan Sehun. Karena berkomitmen pada dasarnya bukanlah gaya Luhan. Kemungkinan, yang tengah ia alami saat ini adalah rasa penasaran terhadap Sehun mengingat pria itu berparas manis serta sering menjadi perbincangan hangat di kalangan pekerja yang lain.
"Kau memang benar, tapi tetap saja aku ingin mendapatkannya" Luhan tetap tak mau kalah.
"Bahkan demi aku, sahabatmu ini yang sedang dalam kesusahan ?"
Luhan terdiam, mulutnya terbuka lalu kembali mengatup. Seolah tak dapat berkata karena telah di beri skatmat oleh sang sahabat.
"Kenapa harus dia ?" Luhan mencoba peruntungan terakhirnya untuk berdebat dengan Jongin dalam hal mendapatkan Oh Sehun.
"Karena bagiku dialah yang paling cocok, kakek pasti suka padanya, ayolah mengalah padaku sesekali" pujuk Jongin akhirnya, menurunkan sedikit harga diri di depan sang sahabat demi untuk mencapai tujuan. Hal itu masih bisa dimaklumi dalam kamus Kim Jongin.
Mengalah sesekali apanya. Batin Luhan tak terima, namun akhirnya mengangguk menyetujui permintaan Jongin. Sahabatnya memang lebih membutuhkan dari pada dia. Walau Sehun merupakan incaran besar yang butuh kesabaran dalam mendekatinya. Yah, mau tak mau harus ia relakan kali ini.
.
.
.
.
Tbc
A/n: cuba-cuba gue posting wkwk. DCOMB lagi ngerror/? Jadi, posting yang ini dulu, ff baru nih coeg, masih fresh langsung dari otak. Wes lah enjoy ae~
