DUK DUK DUK
Bunyi bola basket yang dipantulkan ke lantai kayu terdengar menggelegar di seluruh area penjuru Sekolah, mengisi kekosongan ruangan berukuran luas yang memang sengaja dibuat untuk tempat bermain basket saat kegiatan olahraga dan juga sebagai tempat anak - anak klub basket mengasah kemampuan mereka.
Wajar jika bunyi bola basket yang sebenarnya tidak begitu kencang itu bisa terdengar sampai kemana - mana, jam dinding yang tergelantung di atas sana telah menunjukkan jarum pendeknya di angka 5, yang artinya, kegiatan belajar sudah selesai beberapa waktu yang lalu, hanya terlihat beberapa murid yang masih terlihat berlalu lalang di area sekolah terutama di kantin, tempat favorit semua orang -coret-termasuk author-coret- untuk melepaskan penat setelah berkutat seharian dengan buku pelajaran sambil mengobrol ringan dengan teman sembari ditemani cemilan - cemilan kecil.
Berbeda dengan pria jangkung yang satu ini, kalau temannya lebih memilih untuk menghabiskan waktu di kantin sepulang sekolah, ia lebih memilih untuk melatih kemampuan bermain basketnya yang menurutnya masih kurang, jangan salah sangka, dia adalah pemenang mvp terbanyak sekaligus kapten basketball di sekolahnya, tapi bukan berarti ia menjadi sombong dan menjadi malas latihan, tapi sebaliknya, ia tetap berusaha mengasah kemapuannya hingga lebih baik lagi.
Setelah men-dribble beberapa kali, ia dengan cepat melempar bola basket ditangannya yang sudah basah terkena keringatnya sendiri, wajar saja ia terus berlatih sejak satu jam yang lalu.
Tersenyum kecil ketika bola basket itu dengan mudahnya melewati benda berjaring - jaring putih itu sehingga mencetakan 3 poin, karena ia melempar dari arah jauh.
Dan lelaki itu tak sadar ada yang memperhatikannya sedari tadi diluar sana.
fanmyeonie
Kim Junmyeon mengerang tertahan saat merasakan otot - otot lehernya terasa kaku, menggerakannya ke kiri dan kanan sehingga menghasilkan bunyi krek yang menyilukan bagi beberapa orang.
Melepas kacamata bacanya yang sedari tadi bertengger hidung mancungnya, meregangkan tangannya lalu melirik jam yang melingkar ditangannya, jam 5 sore.
Hhh, pantas saja otot lehernya terasa sangat kaku, ia telah menunduk selama dua jam dengan posisi tak berubah, ia berdiri, merutuki kebiasaan dirinya yang tak pernah ingat waktu dan tak sadar akan keadaan sekitarnya jika sudah bertemu dengan buku kesukannya, mungkin ia tak akan sadar jika sekililingnya sedang mengalami gempa bumi.
Bahkan pinggangnya pun terasa sangat sakit, kalau begini, ia merasa seperti kakek - kakek yang selalu sakit dimana - mana saat melakukan aktifitas berat.
Menutup buku kecil setebal 5 cm di hadapannya, ia pun segera bergegas pulang sebelum satpam sekolahnya itu mengunci gerbang sekolah, tersenyum kecil menyapa penjaga perpustakaan ketika ia akan keluar dari ruangan yang jarang didatangi oleh para murid itu.
Bersenandung pelan ketika menelusuri tangga sekolahnya, sedikit terusik saat mendengar bunyi bola basket yang di pantulkan ke lantai kayu, bertanya - tanya, siapa orang yang masih di sekolah pada saat jam segini selain dirinya -tidak termasuk anak - anak yang berada di kantin.
Bunyinya terdengar semakin kencang saat mendekati ruangan basket, sekolahnya itu memang salah satu sekolah paling mahal di seantero Seoul, bukan bermaksud sombong, bahkan sekolahnya itu menyediakan ruangan - ruangan khusus tempat mereka menyalurkan bakat mereka, termasuk ruangan basket ini, bersyukurlah karena ia termasuk keluarga yang cukup kaya di Seoul.
Penasaran, ia berjalan menuju ke arah jendela jendela kecil yang berada di sana, yang menghubungkan langsung dunia luar dengan ruang basket, ia menjijit kecil agar dapat melihat siapa yang sedang bermain basket, sedikit kesusahan untuk melihat kebawah sana, karena pemandangan di jendela hanya kursi - kursi penonton (ngerti gak maksudnya? ._.)
Sekilas, ia melihat sosok tinggi dibawah sana, sedang memantulkan bola coklat bergaris - garis hitam itu dengan tangan besarnya, tidak begitu jelas.
Dengan bersusah payah, akhirnya ia dapat melihat dengan jelas sosok pemuda tersebut, sedikit terkesiap melihat kapten basketball yang telah membawa nama sekolahnya itu kemana - mana, tanpa sadar, ia ikutan tersenyum kecil ketika pria tersebut berhasil mencetak skor.
"Ya! Suho hyung!" tersentak kaget ketika seseorang memanggil namanya dengan kencang, ia melirik cepat ke arah pemuda di bawah sana, bernafas lega ketika pria tersebut tetap fokus dengan latihannya.
'"Byun Baekhyun, tidak bisakah kau mengecilkan suaramu itu? Suaramu terdengar kemana - mana." omelnya ketika pria mungil -tidak semungil dirinya- itu sudah berada dihadapannya.
Baekhyun hanya tertawa pelan, "Hehe mian mian, hyung kenapa masih disini? pasti kebablasan diperpustakaan lagi." sedikit keheranan walau ia sudah tahu jawabannya.
Tersenyum kecil ketika melihat tingkah laku sahabat terdekatnya, sudah terbiasa dengan hal tersebut, "Begitulah, kau sendiri, sedang apa disini?"
"Biasa, santai di kantin, aku baru saja akan pulang ketika aku melihatmu disini, menatap intense pada jendela itu, apasih yang kau lihat disitu?" Baekhyun yang memang anaknya suka penasaran ikutan mengintip jendela tersebuit, mengeluarkan smirknya ketika melihat seseorang pemuda tampan di sana.
"Ohh, Wu Yifan..." muka Junmyeon memerah mendengarnya.
"Hhh, kenapa kau selalu melihat ke arahnya sih? Kau kan bisa menyapanya daripada hanya sekedar menatapnya seperti orang idiot." Tepat menusuk hati Kim Junmyeon atau lebih seorang dipanggil Suho.
"Kau tahu sendiri Baek, aku bukanlah seseorang yang bagus dalam percakapan, aku tidak tahu harus berbicara apa ketika berhadapan dengannya."
"Kaukan tetangganya sekaligus teman masa kecilnya, masa tak ada satupun yang bisa kau bicarakan?"
"Sudah kubilang Baek, dia bukan teman masa kecil, dia hanya-"
"Seseorang yang tinggal disebelahmu dan kebetulan sudah dari lahir menjadi tetanggaku," lanjut Baekhyun memotong perkataan Suho.
"Aku sudah bosan mendengarnya." Suho hanya tertawa mendengar perkataab Baekhyun, dengan segera menarik tangan lelaki cerewet itu sebelum mengoceh lebih parah lagi, bisa - bisa lelaki itu, Yifan, menyadari kehadirannya.
Tawa dan senyuman mengiringi perjalanan mereka ketika menuju jalan ke rumah.
Kenyataannya Kim Junmyeon memang mencintai Wu Yifan, tetangga sekaligus teman masa kecilnya.
TBC
Hai hai semuanya, ini baru prolognya aja, kalau banyak responnya aku lanjut, kalau gak yaudah /baper(?)/ maaf bukannya ngelanjutin ff lama malah buat ff baru sebenernya lagi ngelanjutin when we met again tapi gatau selesenya kapan, maklum susah menimbulkan chemistri dari kapel yang terbuang eh salah tenggelam, jadi belom bisa dipastiin, dan lagi maaf kalau judulnya aneh, yg punya saran, kasih tau ke aku aja, nanti dapet hadiah (padahal gatau hadiahnya apaan), oke daripada ini fanfic makin panjang, boleh minta reviewnya?
