Shade© Raion_t

Naruto© Masashi K.

Gaahina/Sasuhina/Naruhina

T+ (15+)

First fic , Standard Warning Applied!

You've been warned !

DLDR*


Happy Reading^^


Tap Tap Tap

Suara benturan antara sol sepatu dan dinginnya permukaan keramik terdengar menggema di koridor sebuah sekolah. Gadis penyebab suara berisik tersebut nampak berlari tergesa-gesa. Sesekali ia melirik arloji kecil yang melingkari pergelangan tangan mungilnya.

06.59

Angka yang tertera di sana membuat lari gadis itu makin cepat. Masih kurang menaiki satu tangga dan satu koridor lagi untuk mencapai kelasnya. Roknya yang bermotif kotak-kotak merah-hitam mengayun sesuai langkah kakinya, rambut kobalt sepunggungnya berkibar menebarkan wangi shampoo yang dipakainya.

Di tengah perjalanan gadis itu melihat seorang wanita berperawakan tinggi, bersurai hitam, dan bermata ruby tengah berjalan santai dan hendak masuk ke sebuah kelas.

Ia memelankan larinya hingga berjalan biasa, sampai kemudian wanita yang dilihatnya tadi menyadari keberadaannya dan menengok kepadanya.

"Hyuuga-san? Ini sudah waktunya pelajaran, mengapa kau masih disini?" Hyuuga Hinata -nama gadis itu- meremas tali selempang tasnya gugup. Ia menundukkan kepalanya saat menjawab pertanyaan wanita dihadapannya.

"Uhh... Ano, Kurenai-sensei s-sebenarnya saya sedikit terlambat. Gomenasai."

"Hmm.. Ya sudah, lain kali jangan lakukan lagi. Sekarang, cepatlah masuk ke kelasmu."

Guru perempuan itu masuk ke dalam kelas sesaat setelah menyelesaikan kalimatnya. Sementara Hinata kembali meneruskan perjalanannya.

Baru beberapa langkah berjalan, dari arah berlawanan terlihat tiga orang pemuda berpakaian olahraga tengah berjalan menuju arahnya. Tiga pemuda berbeda warna rambut tersebut berjalan dengan santai. Sesekali salah satu pemuda yang berambut pirang mengajak bicara dua pemuda lainnya yang berambut raven dan maroon. Namun hanya ditanggapi dengan dingin oleh keduanya.

Melihat tiga pemuda dengan wajah rupawan tersebut, Hinata jadi gugup sendiri. Pipinya merona merah, sesekali matanya melirik kearah salah satu pemuda diantara ketiganya. Tak tahan lagi, ia kemudian berlari secepat mungkin melewati ketiganya.

Bagaikan slow motion, ketiga pemuda tersebut sempat terpaku sejenak dengan wangi yang menguar dari gadis tadi saat melewati mereka. Aroma sampo rambutnya semerbak terbawa angin sisa ia berlari hingga membuat hidung ketiga pemuda tadi mengendusnya saat mereka mengambil nafas.

"Hmm.. wangi ini, aku seperti pernah menciumnya. Tapi kapan ya?" Gumam salah seorang pemuda yang berambut pirang. Si pemuda raven mengernyitkan keningnya mendengar gumaman temannya yang berambut pirang. Sedangkan pemuda berambut merah hanya mengedikkan bahunya dan melanjutkan kembali perjalanannya. Tidak peduli.

.

.

.

.

"Hosh.. Hosh... Hhh, akhirnya... S-sampai juga," Hinata mendesah lelah, mengatur nafasnya yang terengah sambil mendongak keatas melihat plang kecil bertuliskan 'XI-A'.

Tangan putihnya mengetuk pintu di depannya tiga kali kemudian membukanya pelan. Ia pikir, ia akan melihat suasana kelas yang tenang dengan Kakashi-sensei mengajar di depan kelas. Tapi ternyata perkiraannya salah besar.

Kosong. Ruang kelasnya kosong hanya menyisakan tas-tas siswa-siswi yang teronggok di kursi.

Plakk

Hinata menepuk dahinya pelan. Ia lupa kalau hari ini pergantian jadwal sudah mulai dijalankan. Lagipula, ia tadi juga bertemu ketiga teman sekelasnya di jalan kan?

Bodoh. Ia terlalu terpesona pada lelaki tadi hingga melupakan segalanya. Ck, bagus. Ini jam pelajaran olahraga yang berarti... PELAJARAN GUY-SENSEI?!

Oh tidak! Hinata harus cepat! Dengan segera ia memutar arah menyusuri jalan yang telah ia lewati tadi, berlari secepat mungkin yang ia bisa karena Guy-sensei sang guru olahraga akan memberikannya hukuman yang sangat tidak manusiawi -bagi Hinata- yaitu lari keliling lapangan 2 kali. Bagi sebagian anak itu mungkin mudah, tapi Hinata? Gadis ini buruk sekali dalam olahraga meski hanya lari.


5 menit kemudian, Hinata telah sampai di lapangan indoor milik sekolahnya. Disana terlihat Guy-sensei sedang melakukan pemanasan dengan murid-murid.

Hinata memelankan langkahnya saat sampai disana. Menetralkan nafas dan detak jantungnya yang tak terkendali. Disana, ada Ino yang melambai padanya. Hinata mendekat. Hingga kemudian Guy-sensei menyadari keberadaannya, Hinata menunduk takut.

"Hyuuga-san! Kau terlambat hah?! Kau kemanakan semangat masa mudamu itu?! Sekarang, lari keliling lapangan 2 kali!"

"T-tapi, sensei aku-"

"Tunggu sensei! Hinata kemarin saat pengumuman pergantian jadwal tidak masuk sekolah karena ijin, dan aku lupa memberitahunya. Jadi wajar kalau Hinata terlambat kan? Pasti memakan waktu saat perjalanan kesini, sensei tahu sendiri kan kalau Hinata itu lemot dan lelet saat berjalan?"

Mendengar beberapa kata terakhir dari Ino membuat Hinata sweatdrop seketika. Tapi, sudahlah. Itu memang kenyataan dan Hinata sangat berterima kasih pada Ino karena sudah menyelamatkannya dari hukuman Guy-sensei.

"Hmm.. Ya sudah kalau begitu. Kali ini kau kumaafkan Hyuuga, sekarang cepatlah ganti baju dan segera kembali kesini dalam 10 menit!"

"E-ehh?! 10 menit?!"

Hinata yang panik segera menuju ke ruang ganti tak lupa menyeret Ino juga.

"I-ino-chan, bagaimana ini? Aku tak membawa pakaian olahraga."

"Ahh, kau tenang saja Hinata. Aku punya satu lagi kok. Ayo ke lokerku!"

Ino membuka pintu lokernya dan mengangsurkan pakaian olahraganya pada Hinata. Hinata tanpa pikir panjang segera memakainya karena takut melanggar batas waktu yang Guy-sensei berikan. 5 menit kemudian, Hinata keluar dari ruang ganti dengan wajah kikuk.

"Err... I-ino-chan, sepertinya bajumu tak sesuai dengan ukuranku. I-ini terlalu s-sempit."

Mendengar suara Hinata, Ino menoleh. Pandangannya seketika berbinar-binar.

"Kyaa~ itu kawaii sekali Hinata-chan. Kau tampak hot! Sudah, ayo cepat kembali sebelum Guy-sensei marah!" Tanpa persetujuan Hinata, Ino menyeretnya kasar dan cepat. Kemudian membaur bersama barisan anak-anak lain.

.

.


"Baik, anak-anak. Pelajaran kita hari ini adalah lari sprint untuk pengambilan nilai. Kemudian minggu berikutnya kita akan berenang. Nah, sekarang laki-laki yang mulai duluan, setelah itu giliran anak perempuan. Yosh! Kobarkan semangat masa muda kalia~n!" Guy sensei mengepalkan tinjunya ke udara, sementara anak-anak didiknya hanya menggumamkan kata 'haah' dan sebagainya.

Err... Kecuali seorang anak berambut bob dan bermata bundar yang juga ikut bersemangat-masa-muda bersama Guy-sensei. Kalian pasti tahu siapa yang kumaksud* -_-

Sementara itu, murid laki-laki mulai bersiap di garis start. Sedangkan murid perempuan duduk di pinggir lapangan dan menyoraki beberapa pemuda yang mereka anggap keren. Gaara misalnya.

Tiba giliran Uzumaki Naruto dan Uchiha Sasuke. Mata Hinata menatap mereka tanpa kedip sampai suara Ino yang berteriak disebelahnya mengacaukan segalanya. :v

"Heh, Sasuke. Kau akan memakan anginku! Kau akan kalah! Lihat saja nanti!" Tantang Naruto dengan sombongnya.

"Ck, urusai Dobe. Kita lihat saja nanti." Sasuke rupanya cukup terpancing juga dengan omongan Naruto. Peluit ditiup, mereka berlari sekencang angin. Tak ada yang mau kalah. Mereka terus konsentrasi berlari tanpa menghiraukan para perempuan yang menyoraki mereka tanpa henti. Hingga sampai pada garis finish ternyata mereka seri.

"Arghh! Sial, hari ini kau beruntung Teme."

"Hn, seharusnya aku yang berkata seperti itu Dobe."

"Apa?! Kau ini-"

Bla bla bla dan pertengkaran mereka terus berlanjut. Itulah akibat dari rival yang bersahabat.

Kembali ke Hinata, sekarang giliran perempuan untuk berlari. Hinata terlihat gugup. Ino disebelahnya menyemangati Hinata, Hinata hanya tersenyum lemah. Sekarang gilirannya, ia kemudian bersiap-siap digaris start. Berdoa kepada Kami-sama supaya larinya lancar dan bebas hambatan seperti jalan tol.

Priitt~

Suara peluit menuntun Hinata untuk segera berlari. Tiga perempat putaran, dan Hinata sudah mulai lelah. Satu putaran, Hinata mendengar bisik-bisik anak cowok.

Saat para cowok sibuk dengan bisik-bisiknya, Guy-sensei kita terlihat sibuk dengan bagian bawahnya. Kakinya saling ia kaitkan.

"Oi, Lee. Kemari sebentar! Cepat!"

"Ha'i sensei, ada apa?"

"Tolong kau pegang ini, ini, dan ini. Aku ingin ke toilet. Aku akan segera kembali!" Guy-sensei menyerahkan stopwatch, peluit, dan papan nilainya kepada Lee. Kemudian melesat menuju kamar mandi.

.

.

.

Hinata masih terus berlari ketika anak-anak cowok masih sibuk dengan bisik-bisiknya. Bahkan bisikannya semakin jelas.

"Hei lihat si Hyuuga itu! Ia tak memakai baju kebesaran lagi!"

"Whoaa kau benar! Dia tampak seksi sekali~... Aku baru tahu dia ternyata se-kawaii itu!"

Pemandangan yang indah ketika para perempuan sedang berlari. Begitulah menurut anak-anak cowok disana.

Naruto, Sasuke, dan Gaara pun tak ketinggalan melihat itu.

Hey, meskipun mereka datar dan dingin tapi mereka normal kan? Terutama Naruto...

Astaga! anak itu bahkan terus memegangi hidungnya.

"Sial! Kau lihat itu Sasuke? Ternyata si Hyuuga itu menyembunyikan asetnya yang indah selama ini."

"Hn. Lumayan juga," Sasuke menyeringai. Sementara Gaara mengernyitkan dahinya saat melihat respon Sasuke.

'Tidak biasanya Sasuke menyeringai untuk seorang gadis' begitu pikirnya.

Kembali ke Hinata. Ia nampak sangat malu dan semakin menundukkan kepalanya sedalam mungkin. Kemudian menambah kecepatannya secepat yang ia bisa.

Tahu hal apa yang akan terjadi bila kau menundukkan kepalamu saat berlari?

Tentu saja-

"AWAS!"

DUAKK

-menabrak tiang lampu lapangan indoor Konoha High School.

Dan itu yang terjadi pada Hinata saat ini. Kepalanya, lebih tepatnya bagian dahi kanannya terasa sakit sekali. Ia mulai merasa pening dan dunianya seketika menggelap.

Brukk

"Hinata!" Suara Ino terdengar panik. Ia segera menuju ke tempat Hinata pingsan. Tak hanya Ino, banyak anak juga ikut berkumpul di sekitarnya. Tak luput dengan Naruto, Sasuke, dan Gaara.

"Hinata? Hinata? Bangun Hinata!" Ino menepuk-nepuk pipi Hinata pelan. Tapi Hinata tak kunjung sadar. Kemudian sepasang tangan tan terulur menyentuh tubuh Hinata, berusaha mengangkatnya.

"Ino, biar aku saja." Naruto mengatakan dengan serius kepada Ino. Ino hanya mengangguk.

"Ck, singkirkan tanganmu Dobe. Ini bagianku!" Sasuke tiba-tiba ikut mengambil bagian, tangan putihnya menepis kasar tangan Naruto yang hendak menyentuh Hinata, membuat semua yang ada di sana terkejut.

"Heh! Apa-apaan kau?! Disini aku seksi olahraganya. Maaf saja ya, . . " Naruto berkata dengan songong. Sementara Sasuke semakin marah.

"Cih, aku ketua kelasnya Naruto! Derajatku lebih tinggi daripada kau!" Telunjuk Sasuke menusuk bahu Naruto. Sementara Ino yang melihat pertengkaran keduanya menjerit histeris.

"Apa kau bilang?!"

"YA TUHAN! Dasar kalian berdua idiot! Hentikan pertengkaran kalian, Hinata butuh pertolongan sekarang!"

Mereka bertiga malah semakin ramai beradu mulut. Suara Ino dan Naruto sama-sama berisik sementara Sasuke terus mengeluarkan kata 'Hn' dan 'Cih' nya. Anak-anak lain sangat sibuk menonton mereka bertiga.

Sasuke memutar kedua bola matanya bosan. Tak sengaja matanya menangkap pemandangan tempat Hinata terbaring pingsan.

"Hei, dimana gadis Hyuuga itu?" tanyanya.

Serentak, semua kepala yang ada disana melihat kearah terbaringnya Hinata tadi. Hilang. Naruto langsung celingukan mengedarkan pandangannya ke segala arah.

Di suatu titik di kejauhan, ia melihat sesuatu berwarna merah. Matanya memicing. Tak lama kemudian matanya membulat dan ia menggeram kesal.

"Hei dasar Panda Merah sialan!"

Sasuke, Ino, dan lainnya mengikuti arah pandang Naruto. Itu kan...

"Gaara." Gumam Sasuke pelan. Kemudian empat sudut siku-siku muncul di kepalanya. Wajahnya nampak suram.

Sementara itu...

.

.


Gaara berjalan santai melewati koridor demi koridor. Ia tak merasa keberatan dengan tubuh gadis dipelukannya. Sebaliknya, ia malah tersenyum kecil -atau lebih tepatnya menyeringai- atas pemikirannya. 'Heh, pasti Naruto dan Sasuke disana sedang kesal sekarang.' begitu pikirnya.

Ia terkekeh lagi. Kemudian melirik wajah rupawan gadis dipelukannya ini. Gadis ini, entah mengapa Gaara merasa Sasuke sedang mengincarnya. Hmm.. manis juga sih menurut Gaara. Mungkin Gaara juga akan menjadikannya targetnya. Mungkin saja.

Seringai Gaara semakin lebar. Ia mengingat jelas bagaimana ia bertindak tadi. Ia mungkin bersikap biasa saja saat gadis ini pingsan. Tapi ia tidak tinggal diam. Begitu Sasuke dan Naruto disibukkan dengan perdebatan mereka, Gaara bertindak cerdas dengan membawa Hinata pergi layaknya pencuri.

Hasilnya, sekarang Gaara selangkah lebih maju dari mereka. Hahaha.

Dan Gaara tertawa keras untuk itu.

oo.

Di sebuah ranjang UKS milik KHS, seorang gadis nampak terbaring dengan mata terpejam erat. Sementara itu, seorang laki-laki terlihat duduk diam di kursi samping ranjangnya. Pria itu terus diam dan menatap paras gadis di depannya dengan raut wajah serius. Hanya ada suara detikan jarum jam yang terdengar mengisi keheningan di dalamnya. Laki-laki bersurai merah yang kita ketahui bernama Gaara Sabaku itu nampak menghela nafas.

Bagus, sejak awal ini adalah salahnya karena nekat membawa gadis itu hanya untuk membuat Sasuke dan Naruto kesal. Lihat sekarang, yang bisa Gaara lakukan hanyalah membaringkan gadis itu di ranjang dan menunggu seperti orang bodoh. Yahh, harusnya ia melakukan sesuatu untuk mengobati luka di kepala gadis ceroboh itu, tapi- Hey Gaara bahkan tidak tahu apa-apa mengenai obat-obatan. Bahkan setingkat kecil macam obat untuk mengobati memar.

Gaara memang sering mendapat luka kecil seperti itu saat ia berkelahi dengan musuh-musuhnya, tapi luka-luka itu pasti akan diurusi oleh mamanya ketika ia pulang ke rumah. Sekarang ia menyesal karena tak pernah bertanya atau memperhatikan mama Karura saat mengobatinya.

Gaara mendengus kasar. Ia palingkan wajahnya menatap ke arah luar jendela yang terbuka. Di matanya, terlihat gumpalan awan berwarna kelabu bergerak perlahan. Anginnya yang cukup kencang masuk melalui jendela, menerbangkan gorden-gorden UKS bahkan membuat rambutnya yang berantakan bergoyang pelan.

'Ini bahkan masih pagi dan sudah mendung? Cih, yang benar saja.'

Gaara mendecih kesal. Padahal ia ingin membolos saja hari ini, tapi jika cuaca buruk seperti ini? Membuat mood Gaara buruk saja. Gaara mendengus lagi, kemudian mengalihkan pandangannya kepada Hinata yang masih saja tidak sadarkan diri. Ia terus memandanginya dengan datar sampai-

Brakk

Sebuah perempatan muncul di kepala Gaara, ia menoleh ke arah pintu sebentar hanya untuk melihat kepala kuning milik Naruto yang menyembul dari balik pintu, disusul kepala lain yang berwarna biru dongker -milik Sasuke. Ia melirik ke arah Hinata berada. Mengecek apakah gadis itu terbangun atau tidak karena suara nyaring jeblakan pintu yang terbuka kasar secara mendadak oleh duo sialan -menurut Gaara- itu.

Saat Sasuke berjalan, mata onyx itu terus menatap Gaara tajam. Gaara balik menatapnya datar.

"Menikmati pemandangan eh? Gaara," Gaara tahu Sasuke menyindirnya, tapi Gaara memilih diam. Ia sedang tidak mood berkelahi saat ini.

"Gaara bagaimana keadaan gadis Hyuuga itu?! Ia sudah sadar?" Tanya Naruto tanpa rasa bersalah.

"Kau bisa lihat sendiri dengan kedua matamu, Naruto." Gaara menjawab dengan sinis.

Naruto tidak menggubris kesinisan Gaara, ia malah berjalan mendekati ranjang Hinata dan menyentuhkan tangannya di dahi gadis berponi rata itu. Tepat di lukanya, Naruto mengusap-usap dengan lembut. Pemandangan itu membuat Sasuke risih.

"Singkirkan tangan kotormu itu dari sana, Dobe." Sasuke bersidekap. Sementara Gaara, ia terkesan tidak peduli dan melangkahkan kakinya keluar dari ruangan yang mulai sesak -menurut Gaara- tersebut.

"Sebaiknya kalian obati dulu luka di dahinya itu." Katanya sebelum meninggalkan mereka dengan debuman pelan di pintu.

Setelah Gaara keluar, Sasuke kemudian bergerak cekatan mengambil kompres dan air berisi antiseptik untuk membersihkan luka Hinata sebelum mengolesinya dengan salep untuk memar dan menutupinya dengan plester. Sementara Naruto, ia hanya memandangi dengan heran kelakuan rival abadinya tersebut.

"Tidak biasanya kau peduli dengan perempuan seperti ini Sasuke, jangan-jangan kau menyukainya ya?!"

"..."

"Hoi, jawab atau kucium gadis ini?" Sasuke mendelik.

"Urusai dobe! Kau tidak dengar apa yang Ino katakan kepada kita tadi?"

"Hmm.. " mata Naruto masih menyipit curiga kepada Sasuke, tapi Ino tadi memang berpesan kepada mereka berdua untuk menjaga Hinata saat Ino tak ada.

"Ngomong-ngomong, kak Shizune dimana ya? Tumben sekali ia membolos saat tugas berjaga."

Sasuke mendengus.

"Semua guru dan beberapa perwakilan siswa sedang ada rapat untuk membahas kegiatan ulang tahun sekolah, karena itulah Ino menitipkan gadis ini pada kita Dobe IDIOT!"

"Wahh..! Kau benar Teme, hahaha aku sedikit lupa," Sasuke mendengus, ia berjalan ke arah jendela yang terbuka dan memandangi jutaan tetes air yang jatuh ke bumi. Hawa dingin yang masuk melalui jendela membuat Naruto tertarik untuk ikut menggeser kursinya ke arah Sasuke.

"Hee diluar hujan? Haah membosankan," Mereka berdua terlalu asik bertopang dagu memandangi hujan yang turun. Suara hujan ini lambat laun membuat mereka merasa mengantuk, ditambah kondisi mereka yang lelah sehabis olahraga benar-benar semakin mendukung mereka untuk terlelap.

Dan mereka benar-benar terlelap di kursi hingga tak menyadari bahwa seseorang yang mereka tunggu sedari tadi telah menyelinap pergi dibawah derasnya hujan.


To Be Continued