Olla~ Selamat Tahun baru minna (walaupun dah akhir Januari). Sesuai janji Grey tahun lalu, Grey bakal publish buku ketiga Grey yaitu Begin Again... Yeayyy.. *tebar potongan kertas*
Sebelumnya Grey minta maaf, publish nya kelamaaan. Soalnya Grey udah masuk semester 6, bentar lagi bakal UN, dll dan yang terparah PENDAFTARAN PTN... Setiap minggu Grey ngikutin TO SBMPTN, jadinya gak sempat publish. Padahal ini naskah dah siap dari tahun lalu. Ditambah sekolah Grey sistem full day school, makin gak ada waktu untuk publish. Jadi kalo Grey lama update, harap maklum ya minna...Tapi moga moga Grey bisa rutin update nya nanti.
Yosh, daripada curhat Grey makin panjang, kuy dinikmati cerita ini. Happy Reading~
DISCLAIMER : Haikyuu! milik Furudate-sensei. Kalo punya Grey mah nanti dinistain terus karakternya. Grey hanya punya alur cerita dan OC Grey, yaitu si cantik Kumoi Akagi.
Pairing : Kuroo x OC
WARNING!
Cerita ini mengandung unsur typo, alur rada monoton, OOC, dan lain lain. Siapkan diri anda sebelum melanjutkan.
Begin Again
"Hey, hey. Kau sudah lihat hasil ujian kemarin?"
"Sudah. Syukurlah aku lulus, walaupun pas pasan sih. Hehehe. Ah, kau sendiri?"
"Nilaiku turun. Ibuku pasti akan membunuhku."
"Jangan seperti itu, bersemangatlah! Oh, ya. Siapa peringkat pertama?"
"Siapa lagi kalau bukan Kumoi-san. Gadis itu memegang rekor tak terkalahkan."
"Kumoi-san? Siapa dia?"
"Hah? Masa' kau tidak kenal Kumoi-san? Itu lho, gadis yang meng-highlight merah dan selalu mencepol rambutnya."
"Oh, maksudmu cewek seksi itu, ya?"
"Huh, kalau soal seksi kau langsung ingat. Dasar mesum."
"Hehe. Namanya juga lelaki. Tapi memang benarkan? Dia memiliki dada yang besar untuk ukuran anak SMA. Apalagi ditambah dengan bentuk tubuhnya yang wow."
"Hei hei, kok topiknya jadi lari kesini, sih?"
"Ah, kau tidak asik. Eh, tapi kudengar Kuroo-san mencoba merebut posisi pertama dari Kumoi-san, lho."
"Benarkah? Wah, menurutmu siapa yang akan menang?"
"Entahlah. Kuroo-san hebat dalam sains, sedangkan Kumoi-san kemampuan mengingat dan analisanya tinggi. Yah, kita tunggu saja saat ujian akhir nanti."
Kumoi Akagi berjalan perlahan menuju sekolahnya, SMA Nekoma. Hari masih pagi, karena itu ia memutuskan untuk berjalan santai sambil bersenandung kecil.
"Ohayo, Aka-chan~"
Akagi mengabaikan sapaan itu dan mempercepat jalannya. Niatnya untuk menikmati pagi mendadak menguap. Tapi walaupun sudah berjalan setengah berlari, Sang Penyapa tetap bisa mengimbangi langkahnya.
"Apa maumu, Kuroo? Dan berhenti memanggilku seperti itu!"
Sang Penyapa –yaitu Kuroo Tetsurou- malah tersenyum ala Cheshire Cat. "Kau galak sekali. Aku hanya menyapamu, dan seharusnya kau membalasnya juga."
Akagi menghembuskan nafasnya sebelum menjawab, "Ohayo."
"Nah, begitukan lebih baik, apalagi kalau ditambah senyumanmu."
"Kuroo, kalau kau ingin menggangguku, lebih baik hentikan saja. Aku sedang tidak mood untuk meladenimu."
"Heeh? Kenapa begitu, Aka-chan?"
"Sudah kubilang berhenti memanggilku seperti itu!"
"baiklah, bagaimana kalau chibi-chan?"
Akagi berhenti berjalan, dan memelototi Kuroo yang berdiri disampingnya. Sedangkan yang dipelototi malah nyengir lebar.
"Dengar ya," Akagi berkacak pinggang dengan sebelah tangan, "hanya karena tinggiku 157cm, bukan berarti kau bisa memanggilku chibi! Kau itu yang ketinggian!"
Kuroo memperhatikan gadis yang hanya setinggi dadanya sambil tertawa geli. Selain pintar, Akagi juga terkenal karena emosinya yang meledak ledak, terutama kalau menyangkut soal tinggi badan. Karena itulah ia menjadi sasaran empuk bagi seorang Kuroo Tetsurou, yang memiliki julukan provocation expert.
"Apa yang kau tertawakan?!"
"Tidak ada, lupakan saja." Jawab Kuroo sambil mengibaskan tangannya.
Akagi mengembungkan pipinya kesal, ia tahu Kuroo pasti menertawakan tinggi badannya. Dalam hati ia menyesal dilahirkan pendek. Akagi membalikan badannya dan melangkah cepat meninggalkan Kuroo.
Daripada makan hati karena diejek terus, lebih baik aku yang pergi dari sini. Pikir gadis itu dalam hati.
Kuroo sendiri menatap kepergian Akagi –tepatnya ke arah bokong gadis itu. Mau bagaimanapun, Kuroo adalah seorang laki laki normal yang matanya langsung autofocus saat melihat pemandangan yang "indah". Dan Akagi memiliki "keindahan" yang dicari oleh kaum adam manapun. Dengan ukuran dada yang cukup besar dan bokong padat, gadis itu mampu membuat setiap laki laki yang melihatnya meneguk ludah. Dan, ya. Hal itu juga yang membuatnya terkenal di Nekoma.
Kuroo menampar dirinya –secara harafiah- untuk mengusir segala pemikiran kotor yang mampir ke otaknya. Apa yang kupikirkan? Ia lalu kembali berjalan menuju ke sekolahnya.
"Ohayo, Yakkun~"
Yaku menatap Kuroo yang baru tiba ke kelas dengan kesal, "sudah kubilang, berhenti memanggilku seperti itu."
Kuroo hanya nyengir sebelum berjalan ke bangkunya, "Kau tahu, kau adalah orang kedua yang memarahiku saat aku mengucapkan selamat pagi. Ya ampun, ada apa dengan orang orang zaman sekarang, huh?"
Yaku mengernyitkan dahinya, "Siapa yang kau maksudkan?"
"Kumoi Akagi. Aku menyapanya tadi pagi, dan dia membalas dengan memelototiku."
"Heeh... begitu ya. Tapi aku tidak heran, sih. Akagi memang sudah membencimu sampai ke akar akarnya."
"Benarkah?" jawab Kuroo dengan terkejut, membuat Yaku kembali mengernyitkan dahinya.
"Kenapa kau tampak sangat terkejut? Kukira kau sudah tahu."
"Eh? Ah, bukan begitu. Maksudku, aku tahu ia kesal melihat wajahku, tapi aku tidak tahu kalau dia membenciku. Tapi, darimana kau tahu, Yakkun?"
Yaku menghela nafas, "Dia sendiri yang bilang padaku. Waktu itu kami makan siang bersama, dan saat aku tanya bagaimana pendapatmu tentang Kuroo, dia menjawab 'dia itu kucing garong yang sangat licik dan menyebalkan! Hanya karena tingginya 187cm, bukan berarti dia bisa mengatai semua orang chibi!' seperti itulah."
Kuroo yang mendengar semua itu hanya bisa sweatdrop ditempat.
"Ah, ngomong ngomong," Yaku kembali berkata, " bagaimana hasil ujianmu? Apa kau berhasil merebut peringkat pertama dari Akagi?"
"Tadi saat aku melihat pengumuman, namaku ada di peringkat dua." Jawab Kuroo dengan cuek.
"Kau ini, bukankah kau sendiri yang bilang padanya kalau kau akan merebut posisi pertama darinya? Kenapa sekarang kau yang cuek seperti itu?"
Kuroo mengangkat bahunya, "Entahlah. Tapi bukannya aku yang tidak mau, hanya saja aku tidak boleh."
"Huh? Apa maksudmu?"
Kuroo tidak mengatakan apa apa lagi, dan setelah itu terdengar suara bell tanda dimulainya pelajaran, membuat Yaku harus menyimpan semua pertanyaan dalam dirinya.
Bukannya aku tidak mau, hanya saja aku tidak boleh.
Kuroo kembali memikirkan kata kata terakhirnya dengan Yaku tadi. Sebenarnya, bisa saja Kuroo merebut peringkat pertama dari Akagi, mengingat ia sebenarnya lebih pintar dari gadis itu. Tapi ia mengetahui rahasia gadis itu, rahasia yang membuatnya tidak bisa mencuri peringkat pertama darinya.
Ia tahu bahwa setiap pulang sekolah, Akagi akan bekerja sambilan di sebuah cafe yang jauh dari Nekoma. Ia juga tahu penyebab gadis itu harus bekerja sambilan adalah karena kedua orangtuanya meninggal akibat kecelakaan pesawat dua tahun yang lalu. Saat ini dia tinggal berdua dengan neneknya, dan walaupun sebenarnya mereka memiliki asuransi yang menjamin keuangannya, Akagi merasa bahwa jika ia tidak bekerja, maka ia akan kesulitan nanti. Hal itu jugalah yang membuatnya mati matian mempertahankan posisi pertamanya. Universitas yang ia tuju –Universitas Tokyo- akan memberikan beasiswa penuh kepada murid yang menduduki peringkat teratas selama masa SMA.
Dan setelah mengetahui hal itu, mana bisa Kuroo menghancurkan harapan gadis itu. Karena itulah dia membiarkan Akagi yang menduduki peringkat pertama.
"Oi, Kuroo."
Mendengar namanya dipanggil membuat lamunannya buyar, "apa?"
Yaku –orang yang memanggilnya- menjawab, "Sudah istirahat. Apa kau mau pergi ke kantin?"
Kuroo mengangguk dan bangkit berdiri, berjalan mengikuti Sang Libero yang sudah berjalan lebih dulu.
Akagi menatap pantulan dirinya di cermin. Sekarang ia sedang mengenakan seragam cafe tempat ia bekerja. Sebenarnya seragamnya tidak terlalu spesial, hanya terdiri dari kemeja putih, rok hitam selutut, dan sebuah celemek coklat. Hanya saja seragamnya didesain ketat, sehingga mau tidak mau bentuk tubuh gadis itu akan tercetak, dan jujur saja itu membuatnya risih. Ia tidak suka dipandangi dengan pandangan mesum oleh kaum adam, tapi tuntutan hidup membuatnya harus bisa bertahan menghadapinya.
Akagi membuang nafas dengan kasar, sebelum akhirnya menggerai rambut coklatnya yang panjang dan memasang kacamata. Hal ini dilakukannya untuk menyembunyikan identitasnya, agar tidak ada orang orang dari sekolahnya yang mengenalinya.
"Kumoi-chan, apa kau sudah siap? Aku butuh bantuanmu."
"Baiklah, aku kesana." Akagi memeriksa penampilannya sekali lagi, sebelum beranjak keluar dan mulai bekerja.
Pekerjaannya tidak jauh berbeda dengan pramusaji lain. Ia harus menyapa setiap pelanggan yang datang dan mencatat pesannya, dan mengantarkan pesanan tersebut. Ia mulai bekerja dari jam 2 siang sampai kira kira jam 7 malam, tapi untungnya shift-nya tidak terlalu ramai pengunjung sehingga ia tidak akan kecapaian, mengingat gadis itu harus belajar lagi sesampainya dirumah.
Akagi melirik jam yang menunjukkan pukul 6 sore, cafe masih cukup sepi tapi beberapa anak muda mulai berdatangan. Gadis itu terus melihat kearah pintu, seakan akan menantikan kedatangan seseorang.
Saat itulah masuklah sesosok pemuda tinggi nan tampan dengan rambut bagaikan terkena badai yang mengenakan jersey merah bertuliskan Nekoma dibagian belakangnya. Ia langsung duduk dipojokan dekat jendela –tempat favoritnya.
"Selamat datang di cafe kami. Anda mau pesan apa?"
Kuroo menghadapkan wajahnya kearah sang pramusaji, yang tak lain adalah Akagi, sebelum akhirnya berkata disertai cengiran khasnya, "bukankah kau tahu apa yang selalu kupesan, chibi-chan?"
Kalau situasi normal, biasanya Akagi akan membalas dengan makian. Tapi saat ini ia sedang bekerja, dan ia diharuskan bersikap ramah kepada pelanggan. Akagi mengembangkan senyumnya dan menjawab, "baiklah, secangkir coklat panas. Apa anda ada tambahan lain? Bagaimana kalau saya merekomendasikan cheese cake untuk menemani anda?"
"Cheese cake terdengar enak. Aku pesan itu."
"Baiklah. Tolong tunggu sebentar sampai pesanan anda diantarkan. Terimakasih~"
Kuroo memperhatikan kepergian gadis itu sambil tersenyum miring.
Tak lama kemudian datanglah pesanan Kuroo, tapi kali ini bukan Akagi yang mengantarkannya. Gadis itu sedang mencatat pesanan orang lain, tapi matanya melirik kearah Kuroo yang sedang meniup coklat panasnya. Pemuda itu sudah mulai memakan cheese cake-nya, tapi belum setetes pun ia meminum coklat panasnya. Sedari tadi yang ia lakukan hanyalah meniupnya sambil membaca buku.
"Anu, nona. Apa kau mendengar pesananku?"
Akagi segera tersadar dari lamunannya dan mengucapkan permintaan maaf kepada pelanggannya. Dia menyerahkan daftar pesanan itu ke dapur dan menyadari bahwa tidak ada hal lain yang bisa dilakukannya. Karena itulah, Akagi memutuskan menghampiri meja Kuroo, yang sampai sekarang masih terus meniup coklat panasnya.
"Sampai berapa lama kau akan meniup coklat itu, Kuroo?"
Kuroo mengalihkan pandangannya dari buku yang dia baca kepada Akagi yang kini duduk dihadapannya, "Oh, Aka-chan. Bukankah seharusnya bekerja? Apa kau boleh berbincang dengan pelanggan selama jam kerja?"
Akagi mengangkat bahunya, "tidak ada yang bisa kukerjakan. Cafe belum terlalu ramai, jadi kupikir kalau cuma sebentar tidak ada masalah."
Kuroo berguman sebagai jawaban, dan itu membuat Akagi sedikit kesal. Dia tidak suka dicueki.
"Hey, Kuroo. Kau belum menjawab pertanyaanku."
"Kukira kau sudah tahu jawabannya. Maksudku, bukankah kau tahu kalau aku seorang cat-tongue*?" jawab Kuroo.
"Iya, aku tahu. Hanya saja, kalau lidahmu memang sensitif terhadap panas, kenapa kau malah memesan coklat panas?"
Bukannya menjawab, Kuroo malah tersenyum. Dia kembali meniup coklatnya dan kali ini sambil menyesapnya sedikit sebelum kembali fokus pada buku ditangannya.
Mereka diam dengan canggung. Sebenarnya bukan itu yang ingin Akagi katakan, tapi entah kenapa otaknya tidak bisa menciptakan kalimat yang ingin dikatakannya kepada pemuda dihadapannya ini. Akagi membuang nafas kasar, sebelum beranjak berdiri dan kembali bekerja.
Disisi lain, Kuroo memperhatikan kepergian gadis itu dari sudut matanya. Dia memejamkan matanya dan tersenyum sedih.
Sesulit itukah bagimu untuk bisa mengatakan alasan yang membuat kita menjadi seperti ini?
*cat-tongue adalah frasa dalam bahasa jepang untuk orang orang yang sensitif pada makanan dan minuman panas. Grey nemu kata ini saat baca salah satu dj kurotsuki, karena menarik jadi Grey pake aja.
Chapter 1 nya rada boring, ya? Hehehe... maaf, maaf. Grey usahakan gak boring boring amat di chapter 2. selain itu, fic ini memakai cukup banyak kata kata yang agak vulgar, tapi gak parah parah amat kok. Rate nya gak bakal sampe M. Kalau misalnya minna kurang suka, Grey minta maaf. Soalnya dari awal sudah planning bikin kayak gini. Buku ini juga lebih panjang dari sebelumnya, jadi terus nantikan chapter berikutnya yaa...
Leave review, please? *puppy eyes*
