MOSHIMO

Fandom: Another

Pair:Sakakibara K., Akazawa I., Teshigawara N.

Genre:Romance, Hurt/Comfort

Warning:Semi-AU, OOC, Typo (semoga tidak ada), de el el

LIKE or REVIEW

DON'T LIKE = SILAKAN MINGGAT

MOSHIMO

ANOTHER © YUKITO AYATSUJI

THIS STORY PRESENT BY AYA KEISUKE

Chapter 1 : Beginning

"ONIICHAN BAKAAAA !" teriakku dengan sekuat tenaga. "Doushite? Kenapa Oniichan harus pergi?" aku kembali berteriak. Kuluapkan semua emosi dan kesedihan yang membuncah di hatiku. Air mataku terus mengalir, tatkala aku teringat kembali dengan sosok oniichan yang telah tiada.

Kulirik kaleng kosong di sampingku dengan tatapan hampa, dan tanpa pikir panjang, kutendang kaleng itu hingga jatuh ke bawah bukit. "Aduh!" tiba-tiba, kudengar seseorang mengaduh kesakitan. Rasa panik menjalari tubuhku. Astaga, mungkinkah kaleng kosongku tadi telah mengenai seseorang?

Aku segera berlari menuruni bukit. Namun, karena kurang hati-hati, aku terpeleset dan jatuh terguling-guling dan berhenti di depan kaki seseorang. Aku mengerjap. Baru kurasakan rasa sakit di sekujur tubuhku. Tiba-tiba, aku melihat sebuah tangan terulur kepadaku. Aku mendongak dan melihat seorang anak laki-laki seumuranku menatapku sambil tersenyum tipis.

"Daijabou ka?" tanyanya lembut. Matanya yang teduh terus mengunci manik coklatku dengan tatapan khawatirnya. Aku menunduk, lalu menyambut uluran tangannya yang membantuku untuk kembali berdiri.

"Daijabou. Arigatou,". Ia tersenyum menatapku. Aku melirik kaleng kosong yang tergeletak tidak jauh dari tempatnya berdiri. Hatiku ngilu sekali. Aku teringat kembali alasan aku menendang kaleng itu. Tanpa kusadari, air mataku kembali bergulir menuruni pipiku dan jatuh ke tanah.

"E-eh, kamu kenapa?" tanyanya sedikit berdehem. "Kamu tidak usah merasa bersalah karena melempariku dengan kaleng itu," Dia melirik kaleng di dekatnya. "Aku tahu, kamu pasti tidak sengaja melakukannya. Aku tidak apa-apa," sambungnya lagi. Aku menyeka air mataku.

"Gomen…. A-aku menangis dan melempar kaleng itu karena aku sedang sedih. Aku kehilangan Aniki-ku," ucapku membenarkan. Entah apa alasannya aku mau bercerita tentang alasanku yang sebenarnya. Dia tersenyum mengerti.

"Aku juga baru kehilangan saudaraku,". Aku tertegun dan menatapnya. Dia tetap tersenyum. Sedikit kulihat tatapan sendu di matanya. "Kalau begitu, aku pergi dulu ya," ucapnya lalu berbalik meninggalkanku.

Mataku tak berkedip menatap punggungnya yang terus berjalan menjauhiku. Aku merasakan sengatan di sekujur tubuhku, seakan ada tegangan ribuan volt yang mengalir dalam aliran darahku. Beberapa saat, aku sadar bahwa…

"KRIIINGGG!"suara dering telepon sontak membangunkanku dari mimpiku. Mimpi yang sudah datang berkali-kali dalam tidurku. Aku mengangkat gagang telepon. "Ya. Akazawa Izumi disini,"

"Izumi-sensei, ada pasien baru,"sahut seseorang di seberang sana.

"Baiklah. Aku akan segera ke ruang perawatan,"sahutku cepat. Segera kusambar jas putihku dan berlari keluar.

*moshimo*

"Hm, kamu hanya flu ringan kok. Harus minum obat secara teratur dan istirahat yang cukup ya," aku mengangsurkan daftar obat kepada pasien bersurai brunette di depanku.

"Baik. Saya akan segera membeli obat sesuai resep anda," jawabnya. Aku menatap wajah laki-laki di depanku. Aneh, rasanya wajahnya itu sangat familier. Tetapi, kenapa aku tidak ingat apapun tentangnya?

"Kalau begitu, saya permisi dulu Dok,"ucapnya sambil menyodorkan tangannya. "Oh ya. Semoga cepat sembuh ya," kusambut uluran tangannya. Getaran aneh itu kembali menyerangku. Aku merasakan déjà vu dengan tangan hangat ini. Aku merasa pernah bertemu dengannya. Tapi, dimana?

Dengan canggung, aku melepaskan tangannya. "Baiklah, kalau begitu. Saya pulang dulu Dokter," ucapnya lagi sambil berlalu. Langkah itu…. Langkah yang begitu kuingat…..

"IZUMI-CHANN~!"Aku terlonjak tatkala mendengar suara itu. Aku menatap sosok laki-laki bersurai pirang di depanku dengan garang. "Ada apa sih, Teshigawara?" tanyaku dengan sedikit kesal. Bagaimana aku tidak kesal? Disaat aku tengah berpikir setengah melamun, dia malah berteriak dan telah membuatku sport jantung.

"Yah, sebenarnya sih tidak ada apa-apa. Aku hanya ingin mengobrol dan mengajakmu makan Izumi-chan," jawabnya sambil nyengir lebar tanpa dosa. Aku menggerutu. "Aku tidak bisa. 'Kan kamu juga tahu, aku masih bekerja,"

"Sudah, jangan berbohong padaku, Izumi-chan. Aku sudah tanya bagian pendaftaran pasien, dan mereka bilang sudah tidak ada pasien lagi, dan dokter shift berikutnya juga sudah datang. Jadi, kamu sudah tidak punya alasan untuk menolak, kan?". Kurang ajar, ucapannya tadi benar-benar telah membuatku mati kutu. 'Dasar kutu kupret sialan, kalau saja kau bukan temanku, sudah kucincang kau', batinku geram.

"Ah, sudahlah. Ayo, ikut aku", ucapnya lagi sambil menarik tanganku paksa. "H-hei…~" Dia tidak memedulikan protesku dan tetap menyeretku menuju atap rumah sakit.

"Aduh Teshigawara, kenapa kita kemari sih? Aku mau pulang sekarang. Lagipula, sekarang sudah mulai senja.," ucapku sambil berusaha melepaskan cengkeraman tangannya. "Sudahlah, kamu tidak perlu khawatir Izumi-chan. Aku~"

"Tapi jika Kazami-kun…~"selaku cepat.

"Kau tidak perlu khawatir soal Kazami. Dia sendiri yang menyuruhku menjemputmu. Soalnya dia sekarang masih harus jaga did rumah sakit," sahutnya dengan cengiran lebar. Aku melongo. Astaga! Jadi, ini semua suruhan Kazami?

"Ayo, kemarilah," dia menarik dan mendudukkanku di bangku atap. Lalu, dia menyodorkan sebuah kotak bekal kearahku. "Makanlah, kamu pasti lapar setelah bekerja seharian," ucapnya tulus dan penuh perhatian. Aku menerimanya sambil bergumam, "Arigatou,". Dengan pelan, aku memakan bekal dari Teshigawara hingga habis.

"Izumi-chan, apa aku boleh cerita sesuatu?" tanyanya setelah melihatku melahap habis bekal darinya. Aku hanya mengangguk. Dan dia langsung bercerita panjang lebar tentang restoran yang sekarang dikelolanya. Aku melepas jas putihku untuk menikmati angin malam yang mulai berhembus. Aku mendengarkan cerita Teshigawara dengan khidmat bercampur bosan. Kelelahan sudah mulai menerjangku. Dan angin malam yang terasa sejuk membuaiku dalam kantuk yang luar biasa. Perlahan, mataku mulai terasa berat dan aku benar-benar tertidur. Saat terbangun, aku merasa seperti berada diatas bantal yang empuk dan nikmat. Mataku kubuka paksa dan aku baru tersadar bahwa aku tertidur di lengan kanan Teshigawara. Kok bisa sih?

"Hmm.. maaf," kataku masih sedikit bingung sambil merapikan rambutku yang tidak beraturan.

"Tidak apa-apa kok. Tidurmu nyenyak sekali, seperti bayi. Sampai ngiler begitu," godanya. Spontan aku langsung merengut sambil menjitak kepalanya. Tetapi, Teshigawara hanya terkekeh menanggapi sikapku. "Sudahlah, aku mau pulang saja!" gerutuku kesal. Aku segera melangkahkan kakiku untuk pulang. Mendahului Teshigawara yang mengekor di belakangku sambil tertawa menyebalkan.

*moshimo*

Hari ini, aku mendapat shift malam. Aku merasa sangat senang, karena dengan begitu, pada siang hari begini aku bisa menghabiskan waktuku bersama sahabatku. Takako Sugiura. Sahabat sekaligus saudara yang sudah bersamaku sejak kecil. Kami sekolah di TK yang sama, Sekolah Dasar yang sama, SMP yang sama, SMA yang juga sama. Tetapi sayangnya, kami harus berpisah saat harus kuliah masing-masing. Aku, mendapat beasiswa untuk bersekolah di Tokyo International University, sedangkan Takako, dia kuliah di Osaka University. Empat tahun lamanya kami berpisah, dan saat kami sudah lulus, kami berdua memutuskan untuk kembali ke Yomiyama. Aku, Akazawa Izumi, bekerja sebagai seorang dokter di rumah sakit Yomiyama, sedang Takako, ia bekerja sebagai sekretaris di perusahaan yang lumayan besar.

Sejak kami kembali ke Yomiyama, kami kembali bisa bersama-sama seperti ini. Yah, walaupun dengan catatan jarang sekali, karena baik aku maupun Takako sama-sama disibukkan oleh pekerjaan. Kami hanya bisa bersama di saat seperti ini, saat kami sedikit terbebas dari pekerjaan. Kafe mungil yang berada di sudut kota Yomiyama adalah tempat favorit kami. Kami bercanda tentang apa saja. Disaat kami bercanda, tiba-tiba ponselku berbunyi. Aku membukanya. Ada telepon dari atasanku. Aku segera permisi sebentar pada Takako untuk mengangkat telepon.

Saat aku sudah berada di sudut kafe, aku mengangkat telpon. "Moshimoshi,"

"Akazawa-san, saya punya kabar gembira untukmu," ucap seseorang di seberang sana. Aku mengernyit, penasaran dengan 'kabar gembira' yang disampaikan atasanku. Aku mendengarkan kata-katanya dengan khidmat, dan hampir melompat kegirangan.

"Wakatta, arigatou gozaimasu," ucapku menutup telepon dengan wajah berseri-seri. Aku berjalan kembali ke arah Takako dengan langkah riang.

"Takako-chan, ayo besok ke Thailand!" seruku pada Takako yang duduk di depanku.

"Ha? Ke Thailand? Untuk apa? Memangnya kamu tidak bekerja?" tanya Takako bingung.

"Aku baru saja ditelpon atasanku, aku diberi cuti selama 1 minggu. Ayolah, temani aku…" pintaku sedikit manja. Takako menggelengkan kepalanya sambil tersenyum.

"Izumi-chan, kamu mungkin mendapat cuti, tapi 'kan aku tidak Izumi-chan. Aku masih punya tanggungan pekerjaan. Kau jelas tidak mau temanmu ini dipecat dan jadi pengangguran kan?" tanyanya. Aku terdiam. Takako benar, mungkin hanya aku yang beruntung karena mendapat cuti, tapi 'kan dia tidak. Oh, betapa egoisnya aku ini.

"Kalau kamu tidak bisa, terus aku pergi dengan siapa?" tanyaku bingung.

"Kenapa kau tidak mengajak Kazami-kun saja?" tanyanya penasaran.

"Aku sudah bertanya padanya. Tapi, dia sibuk dengan pasien-pasiennya," sahutku sedikit kesal. Inilah yang membuatku sedikit dongkol jika memiliki pacar seorang dokter. Setiap waktu yang kami punya sewaktu-waktu bisa terganggu. Tapi ya mau bagaimana lagi? Aku memilihnya menjadi pacarku toh bukan karena dasar cinta. Aku jadian dengannya hanya karena kami dijodohkan oleh orang tua masing-masing. Klise, tapi sedihnya sering terjadi. Adat kuno yang memuakkan, setidaknya untukku.

Tiba-tiba, Takako menjentikkan jarinya. "Aku tahu, siapa yang bisa menemanimu Izumi-chan,". Aku menatapnya penasaran. "Teshigawara-kun," ucapnya lagi. Aku tertawa ngakak. "Teshigawara? Apa kamu mau menyiksaku?" tanyaku di sela-sela tawaku. Takako nyengir. "Aku sudah menduga kamu akan bicara begitu,"

"Jadi, bagaimana?" lanjut Takako.

"Yah, mau bagaimana lagi. Aku terpaksa pergi sendiri. Lagipula, aku benar-benar ingin pergi ke Thailand," ucapku sambil pura-pura sedih. Takako tersenyum.

"Kamu yakin?"

"Ya, lagipula aku ini sudah dewasa Takako-chan,"

"Baiklah. Aku yakin kamu pasti akan bisa menjaga diri baik-baik disana,"

*moshimo*

Aku melangkahkan kaki memasuki pesawat did bandara Tokyo, setelah 1 jam sebelumnya aku tiba di stasiun Tokyo dari Yomiyama. Hari ini, aku akan berangkat ke Thailand, seorang diri. Aku mendaratkan pantatku di bangku paling belakang, satu-satunya bangku yang tersisa. Kursi disebelahku masih kosong. Hahhh, bagus sekali Izumi, kau datang sendiri dan saat kau tiba di pesawat kau pun sendirian pula. Kulirik jam tanganku, pukul 06:58. Dua menit lagi, aku akan meninggalkan Jepang dan menuju ke negeri gajah, Thailand.

Tiba-tiba, saat pesawat akan lepas landas, aku merasa ada seseorang yang duduk di sampingku dengan napas terburu. Aku kaget, menyangka kalau itu adalah delusiku saja karena terlalu merasa kesepian. Namun, saat aku menolehkan kepalaku kesamping, aku terkejut karena itu bukanlah mimpi, delusi, ilusi, khayalan, ataupun halusinasi. Dia benar-benar nyata. Benar-benar ada seseorang duduk di sampingku. Aneh, rasanya aku pernah bertemu dengannya.

Aku membulatkan mata. "Lho?" aku tertegun melihatnya. Dia balas menatapku.

"Hei, kamu belum memakai sabuk pengamanmu," ucapnya tiba-tiba. Aku tersentak, dan segera memasang sabuk pengamanku.

"Kamu ini, bukankah dokter yang kemarin memeriksaku?" tanyanya sambil tersenyum.

"I-iya. Hajimemashite. Akazawa Izumi desu. Yoroshiku," ucapku sambil menundukkan kepalaku pada laki-laki bersurai coklat di depanku.

"Sakakibara Kouichi desu,"

"Hmm, apa aku boleh memanggilmu Kouichi-kun saja,?" tanyaku hati-hati.

"Ya, kenapa tidak? Lagipula, kelihatannya kita ini 'kan seumuran," jawabnya ramah. Sepanjang penerbanganku ke Thailand, tiba-tiba entah kenapa menjadi lebih menyenangkan dengan kedatangan Kouichi. Perjalanan yang awalnya kukira membosankan, ternyata berbalik sama sekali.

Dari pembicaraan kami, aku jadi tahu kalau dia pergi ke Thailand untuk bertemu dengan sahabatnya. Dia bekerja sebagai seorang fotografer yang juga ingin mencari inspirasi baru di Thailand.

Tidak terasa, pesawat kami mendarat di Bandara pukul 12:30 waktu Bangkok. Kami semua segera keluar pesawat sambil membawa barang bawaan kami.

"Kamu mau check-in hotel dimana?" tanyaku pada Kouichi yang berjalan di sampingku.

"Entahlah, mungkin aku akan menginap di rumah temanku," sahutnya. Tiba-tiba, dia berhenti dan menoleh ke arah mobil di seberang kami.

"Ah, itu mobil temanku. Kalau begitu, aku duluan ya, Akazawa-san,". Dia melambaikan tangan dan berjalan menjauhiku. Aku tersenyum menanggapinya. Yah, mimpi indahmu sudah berakhir Izumi. Sekarang, kamu harus menikmati liburanmu yang sepi ini sendiri.

Kulangkahkan kakiku dengan gontai untuk menuju ke hotel terdekat dari bandara ini. Setelah check-in, aku langsung menuju kamarku. Aku langsung merebahkan tubuhku ke ranjang dan terlelap begitu saja

*moshimo*

Aku tidak tahu seberapa lama aku tertidur. Tapi yang pasti, tidurku terasa nyenyak sekali. Segera kurapikan selimutku, dan mandi. Setelah selesai, segera kupakai dress putihku dan kupadu dengan cardigan abu-abuku. Juga tak lupa sepatu flat putih kesayanganku. Yak, aku sudah siap untuk berjalan-jalan.

Saat aku membuka pintu kamar, aku dikagetkan oleh sosok jangkung yang juga membuka pintu kamar di depanku.

"Eh, Kouichi-kun?" tanyaku kaget. Aku menatap wajah Kouichi yang juga sama kagetnya denganku.

"Eh, Akazawa-san? Kenapa kamu disini?" tanyanya balik sambil berjalan pelan menghampiriku.

"Aku menginap disini. Apa kamu juga?" tanyaku sambil tersenyum.

"Iya, begitulah," sahutnya sambil balas tersenyum. "Ngomong-ngomong, kamu mau kemana?" sambungnya.

"Entahlah, aku masih belum tahu. Mungkin, aku akan berjalan-jalan disekitar sini," sahutku ragu-ragu. Sejujurnya, aku sendiri masih belum tahu akan kemana.

"Kalau begitu, bagaimana kalau kita pergi bersama saja? Kebetulan aku mau pergi ke pameran lukisan temanku," ajaknya ramah. "Bagaimana?"

Aku berpikir sebentar, rasanya menyenangkan juga melihat pameran lukisan. Tanpa pikir lebih panjang lagi, aku langsung menjawab, "Ya, ayo kita pergi kesana!"

*moshimo*

"Wah, pengunjungnya ramai sekali ya," ucapku kagum. Aku benar-benar terpana melihat betapa banyaknya orang yang datang di galeri pameran ini.

"Apakah temanmu sangat terkenal Kouichi-kun?" tanyaku pada Kouichi yang berjalan disampingku. Dia mengangguk. "Ya, dia sangat terkenal, apalagi di Jepang," ucapnya sambil tersenyum tipis.

"Eh, Akazawa-san, sampai jumpa lagi nanti. Aku harus pergi dulu," gumamnya. Aku mengangkat alis tidak mengerti. Kouichi tersenyum. "Aku hanya akan menemui temanku di ruangannya," katanya.

Setelah Kouichi meninggalkanku, aku memasuki ruang pameran sendirian. Sambil mendesah pelan, aku memutuskan untuk melihat-lihat lukisan sendiri dulu.

Tempat ini cukup ramai. Bahkan di beberapa tempat juga ada beberapa wartawan. Aku jadi bertanya-tanya apakah pelukis ini begitu hebat? Apakah dia memang sangat terkenal seperti yang dikatakan Kouichi?

Kalau dilihat dari lukisan-lukisan yang tergantung di dinding, sepertinya dia memang hebat. Aku berhenti di salah satu lukisan di depanku. Lukisan itu menampakkan seseorang yang mengangkat sebelah tangannya ke arah matahari. Sosok itu terlihat seolah-olah ingin menggapai matahari. Entah bagaimana cara melukisnya, tapi sinar matahari yang menyelinap diantara jemari itu terlihat sangat indah dan berkilau.

Aku terus bergerak dari satu lukisan ke lukisan lain, terus berhenti pada tiap lukisan dan terkagum-kagum. Disaat aku tengah terhanyut dalam keindahan lukisan-lukisan itu, aku merasa pundakku ditepuk pelan.

"Akazawa-san,". Aku menoleh ke arah suara itu, lalu tersenyum. "Kau sudah kembali ya, Kouichi-kun?" Aku melayangkan pandangan pada seseorang di sebelah Kouichi, dan terpekik kaget.

"Kamu? Mochizuki-kun?" tanyaku tak percaya. Mochizuki juga terpana saat melihatku. "Akazawa-san?"

Kouichi menatap kami bergantian dengan bingung. "Jadi, kalian berdua sudah saling kenal?" tanyanya bingung bercampur takjub. Kami mengangguk. "Kami teman sekelas saat masih SMP. Ya 'kan Akazawa-san?" tanya Mochizuki sambil tersenyum tipis kearahku. "Ya," aku mengangguk membenarkan.

Kami melanjutkan obrolan kecil kami hingga tak terasa waktu sudah banyak berlalu. Sebagian pengunjung yang tadi masih ramai di sekitar kami perlahan hilang.

"Wah, sebentar lagi jam pameran akan habis. Tidak terasa ya," ucap Mochizuki sambil tertawa. Aku dan Kouichi juga ikut tertawa.

"Kalau begitu, aku dan Akazawa-san pergi dulu ya," ucap Kouichi. "Semoga kau bisa lebih sukses lagi. Walaupun aku tahu kamu pasti berhasil karena karyamu yang bagus ini," kataku sambil menyodorkan tanganku. Mochizuki tersenyum tipis dan menyambut uluran tanganku. Setelah bersalaman, aku dan Kouichi berjalan keluar sambil melambaikan tangan.

*moshimo*

Hari sudah malam saat kami tiba di hotel. Kami berjalan berdampingan menuju kamar kami masing-masing. Semenjak pertama kali aku bertemu dengannya, entah kenapa aku merasa sangat familier dengannya. Di lain sisi dalam hatiku, aku merasa senang berada disampingnya. Entah karena dia memang menarik atau apa, aku selalu ingin bersamanya. Perasaan yang tidak pernah kurasakan saat aku bersama Kazami, orang yang sudah dekat denganku selama tiga tahun ini.

"Ehm, Akazawa-san, berapa lama kamu akan liburan disini?" tanya Kouichi memecah keheningan sepanjang jalan tadi.

"Tiga hari lagi aku akan pulang. Aku hanya cuti sebentar," sahutku.

"Oh, begitu. Akazawa-san, selama tiga hari itu, bisakah kamu tetap bersamaku?". Kami berhenti. Kutatap matanya, mencari sedikit gurauannya. Tapi, tak ada yang bisa aku temukan selain tatapan dalam dan tulusnya. Aku tersentak san menelan ludah, tak berkutik dengan tatapannya itu.

"Tapi, jika kamu tidak mau juga~"

"Mau!" selaku cepat. "Aku akan bersama dan selalu menemanimu Kouichi-kun,". Tiba-tiba, bayangan Kazami langsung muncul dan menampar keras kedua pipiku. Aku tersentak. Aku sadar bahwa aku benar-benar bodoh. Aku telah merasakan hal yang tak pernah bisa kurasakan saat bersama Kazami. Kutundukkan kepalaku. Malu.

"Akazawa-san? Kamu kenapa? Wajahmu memerah begitu,". Ucapan Kouichi membuatku sontak memegang pipiku yang memanas.

"Ah, tidak kok. Aku tidak papa. Aku hanya kelelahan, hmm..aku kekamar duluan ya," tukasku terburu-buru dan segera berlari menuju kamarku, meninggalkan Kouichi yang mematung tidak mengerti di lobi hotel.

Setelah masuk kekamar, kututup pintu keras-keras. Aku terduduk lemas dibelakang pintu. Aku menyeka air mataku yang tiba-tiba mengalir. Astaga, apa yang telah kamu lakukan, Izumi? Kenapa kamu bisa tega mengkhianati Kazami yang menjadi kekasihmu sendiri? Aku berdiri danmelangkahkan kakiku ke ranjang. Kubaringkan tubuhku dengan putus asa. Kenapa baru sekarang aku sadar bahwa hatiku telah direbut oleh seseorang yang bernama Sakakibara Kuichi?

A/N :

Fyuuhhh, akhirnya selesai juga chapter 1 ini. Sebenarnya cerita ini mau ane buat oneshot, tapi keterusan nulis dan akhirnya jadi multichapter. So, terpaksa jadinya kayak begini.. *dijitak*. Fanfiction satu ini muncul dipikiran ane begitu saja saat ane dengerin lagu anamnesis, well, tahu 'kan, lau endingnya Another? Dan entah kenapa ane jadi bernafsu banget buat segera selesaiin ini fanfict *plak*. Yosshhh, segitu dulu cuap-cuap dari saya! Arigatou sebanyak-banyaknya buat semua yang nyempat"in baca fanfict ini. Sampai jumpa di chap selanjutnya. Love you all, guys!

AYA KEISUKE