Harry Potter by J.K. Rowling

My (ex) Death-eater by Staecia

[saya tidak mengambil keuntungan materi apapun dalam membuat fic ini]

Draco M. & Hermione G.

Rated : T

Time : setelah Perang Besar

Warning : Agak OOC, Typo(s), Multichapter.

Chapter 1

Sebuah akhir adalah awal dari kisah yang baru. Jatuhnya Voldemort, dan berakhirnya perang bukanlah akhir dari segalanya.

Dunia sihir memulai kisah barunya, tanpa ada lagi pelahap maut, tak ada lagi Voldemort dan semua tidak lagi takut untuk menyebutkan namanya.

Dunia sihir kini tidak lagi mengenal status darah. Baik pureblood, halfblood, ataupun yang biasa disebut mudblood kini hampir tak dapat dibedakan. Semuanya berbaur dan saling menghargai satu dengan yang lainnya.

Hogwarts yang sempat ditutup akibat perang telah diperbaiki dan dibuka kembali. Beberapa murid tahun ke-7 yang ikut serta dalam perang, ataupun yang hanya menjadi 'korban' keganasan para pelahap maut diizinkan untuk melanjutkan tahun terakhir mereka dan kembali ke Hogwarts. Prof. McGonagall menggantikan tugas menjadi kepala sekolah di Hogwarts.

Hermione Granger, penyihir wanita terhebat seusianya, dipercaya oleh prof. McGonagall sebagai ketua murid bersama partnernya, Draco Malfoy yang hingga sekarang Hermione masih belum mengerti mengapa sang mantan pelahap maut itu bisa dipercaya sebagai ketua murid. Meskpun dalam segi akademik Malfoy berada tepat dibawahnya, dia tetap seorang Draco Malfoy, mantan pelahap maut yang berhasil menyelundupkan para pelahap maut ke kastil Hogwarts di hari terbunuhnya Dumbledore dan dialah yang memulai perang ini. Dia, Draco Malfoy.

.

.

Mereka bertiga dan ratusan murid lainnya menjalani hari-hari baru mereka di Hogwarts dengan penuh sukacita, namun tidak dengan Draco Malfoy.

Draco sebenarnya bersyukur karena perang telah berakhir, dan dark lord sudah dikalahkan oleh si kepala pitak itu. Dia juga terbebas dari hukuman yang diberikan dark lord karena telah gagal membunuh Dumbledore. Namun, image dia sebagai mantan pelahap maut mungkin tak akan pernah hilang.

Tak sedikit penghuni Hogwarts yang takut dengannya. Bahkan mereka sering berbisik saat Draco lewat di koridor yang ramai dengan murid-murid Hogwarts.

Dalam hati diam-diam dia bersyukur telah di tempatkan dalam satu asrama dengan Hermione Granger. Setidaknya, dia tidak akan di asingkan di asramanya sendiri. Bahkan mungkin, dia bias berkuasa di asrama barunya. Dia memiliki kebiasaan menggoda gadis itu, jadi dia piker hal ini akan menjadi sedikit menyenangkan untuknya.

.

.

"aku lupa membawa essay transfigurasiku!" teriak Ron panik. Laki-laki berambut merah itu berlari kembali ke asramanya untuk mengambil essay miliknya yang tertinggal, namun berhasil di cegah oleh Hermione "aku sudah membawakannya untukmu" kata gadis itu sambil mengeluarkan gulungan perkamen dari tasnya. "woow! Thanks Mione" kata Ron. Wajahnya terlihat terkejut. "selalu saja terkejut" ujar gadis itu sambil tersenyum.

The golden Gryffindor sangat menikmati tahun terakhir mereka di Hogwarts. Bahkan Ron hamper tidak percaya ketika mengetahui bahwa asrama Slytherin menerima beberapa siswa muggle-born tahun ini. Berakhirnya perang benar-benar mengubah semuanya, dan sejauh ini semuanya tampak hebat, selain puluhan nama penyihir yang gugur dalam perang, berjejer rapi di buku sejarah dunia sihir dan sejarah Horgwarts.

.

.

"Mr. Potter, Mr. Weasley, Ms. Granger, bisa keruangan saya?" Tanya McGonagall

Trio gryffindor itu saling bertatap-tatapan, dan langsung menuruti kata-kata kepala sekolah mereka.

"Oh ku harap aku tidak merepotkan kalian lagi" gumam penyihir tua itu. "Ms. Granger, Mr. Potter, Mr. Weasley, aku harap kalian setuju untuk membantu kami melindungi sekolah ini"

"Tentu kami tidak keberatan professor" kata Harry. Aku, uhm kita semua telah berhasil mengalahkan Voldemort. Jadi kurasa, ikut melindungi sekolah di tahun terakhir kamu bukanlah masalah"

"Seperti yang kita tahu, perdamaian di dunia sihir telah tercipta selama beberapa bulan terakhir ini. Semua pelahap maut sudah di penjarakan, kecuali.." McGonagall menarik napas panjang. "Ya, kecuali keluarga Malfoy, tentu kalian tahu itu. Harry-lah yang memberi kesaksian untuk mereka"

Trio Gryffindor itu mendengarkan ucapan kepala sekolah mereka dengan seksama. Mereka masih belum mengerti maksud dari McGonagall untuk melindungi sekolah.

"Walau bagaimanapun, keluarga Malfoy pernah menjadi pelahap maut. Meski perang telah usai, aku masih sedikit meragukan mereka" gumam prof. McGonagall. Wajahnya terlihat lelah. "Aku ingin kalian mengawasi Malfoy" kali ini Ron terlihat shock mendengar tugas dari sang kepala sekolah

"Mengawasi Malfoy? Keluarga Malfoy maksud anda, prof? Dan berhenti sekolah lagi?" Kata Ron, sedikit memberi penekanan pada beberapa kata terakhirnya. Wajahnya terlihat tidak senang dengan tugas ini, pikirannya melayang kepada saat-saat ketika mereka bertiga bertualang mencari horcrux.

McGonagall melengkungkan senyum tipis di bibirnya. "Tidak perlu, Mr. Weasley" kata McGonagall sambil menggelengkan kepalanya dan menepuk pundak anak laki-laki terkecil Weasley itu. "Kalian hanya perlu mengawasi Draco Malfoy, Malfoy telah diawasi oleh pihak orde" dia tersenyum tipis, kemudian menatap ke arah Hermione. "Itu sebabnya aku tempatkan dia satu asrama denganmu, Ms. Granger"

Hermione menatap perempuan itu tidak percaya. "Aku takut Malfoy masih meneruskan misi mereka untuk menghilangkan muggle-born dari dunia sihir" kata McGonagall lagi. "Aku takut melakukan hal-hal bodoh lagi"

"Wow! Dan anda menempatkan orang seperti itu bersamaku?" Hermione terbelalak "hanya berdua? Dan anda tahu aku adalah mangsanya. anda berniat menjadikanku umpan, professor?"

Lagi-lagi wanita tua itu tersenyum tipis. Wajahnya terlihat sangat tenang untuk ukuran seseorang yang sedang memberikan tugas berat yang menyangkut nyawa orang lain kepada tiga orang siswanya. "Aku tahu kau mampu menanganinya , lagipula hanya kau wanita yang aku percaya di angkatanmu, yang mampu menjalani tugas berat ini sekaligus menjadi ketua murid. Aku tahu kau tidak akan mengecewakanku" kata wanita itu.

Hermione menghela napas. Dia tahu mungkin prof. McGonagall benar, saat mencari horcrux, dia mampu bertahan meski tahun lalu kepalanya di hargai. Tentu bukan hal sulit baginya untuk melawan Malfoy. Dengan sedikit terpaksa, Hermione mengangguk menyetujui kata-kata kepala sekolahnya itu.

McGonagall tersenyum penuh arti pada murid perempuan kebanggaannya itu, penyihir terhebat di umurnya.

.

.

"Kau gila Mione!" Bentak Ron. "Aku tidak aka membiarkan kau berada dalam bahaya. Aku juga tak akan membiarkanmu berada satu asrama bersama laki-laki lain, terutama Malfoy-keparat itu!"

Harry mengangkat bahunya. Dia tidak mau ikut campur dalam urusan kedua sahabatnya itu. Sejak Hermione menjadi kekasihnya Ron, dia tidak berani berkomentar apapun tentang Hermione.

"Ron" kata Hermione pelan "mengertilah, ini semua demi dunia sihir. Aku tak ingin kedamaian di dunia sihir hanya berlangsung sementara, karena kebodohan Malfoy"

"Apapun, asal kau tidak satu asrama dengannya, aku akan setuju, Mione" kata Ron. Wajahnya menunjukkan kecemburuan yang begitu meleak-ledak.

"Ronald! Ini tugas yang diberikan McGonagall kepadaku. Dewasalah!" Bentak Hermione. "Kau jangan coba-coba mencegahku untuk menjalankan tugas ini!"

"Baiklah jika itu maumu, Hermione" Ron memasang wajah marah "We're done!" Ron pergi meninggalkan Hermione dan Harry yang menatap tidak percaya ke arahnya.

"Dia benar-benar keras kepala, Harry!" Hermione menggeram kesal. Perlahan tetesan air mata keluar dari mata hazel gadis itu, Hermione bersandar pada bahu sahabatnya, meluapkan semua emosi yang tersimpan.

"Dia hanya cemburu, Mione" Harry berusaha menenangkan Hermione, namun gadis itu madih terus menangis di pundaknya. "Saat dia mengerti dan mulai bisa menerima keputusanmu, aku yakin dia akan kembali dan meminta maaf. Sama seperti saat dia pergi meninggalkan kita dalam perjalanan mencari horcrux"

Hermione menggelengkan kepalanya pelan. "Tidak Harry. Aku telah memberinya kesempatan kedua, dan dia mengulangi kejadian itu lagi. Bukan tidak mungkin dia akan melakukan hal yang sama untuk ketiga kalinya" Hermione menghela napas "aku tidak akan kembali padanya, Harry"

.

.

TBC


ini Dramione pertama aku, reviewnya yaaa.

gimana ceritanya? maaf kalau kecepetan, aneh, gak jelas dan lain lain

chapter 2 on progress, tapi masih berantakan. secepatnya aku post :)