I don't care

I Love You Doctor

Disclaimer : Masashi Kishimoto

Rated : T

Genre : Romance

RnR Please

Happy Read ^_^

Tik…! Tik…! Tik…!

Suara ketikan komputer tampak terdengar bersahut-sahutan di sebuah ruangan luas dengan dominasi warna putih. Seorang pria dengan rambut raven tampak sedang duduk di depan layar komputer tersebut. Wajahnya menatap serius ke arah monitor, tanpa memedulikan banyak berkas yang berserakan di meja kerja yang berada di sampingnya. Mata onyx miliknya tampak serius dengan apa yang ada di layar monitor yang sekarang di bacanya. Beberapa kali alis pemuda itu tampak bertaut ketika membaca beberapa baris kata yang berada di monitor.

Beberapa saat kemudian, pintu kaca kayu putih yang menghubungkan ruaangan tersebut ke koridor berderit terbuka. Seorang gadis cantik yang memeluk beberapa map di depan dadanya masuk dengan wajah tenang. Mata aquamarine miliknya langsung terfokus pada sosok berbaju putih yang sekarang sedang membaca tulisan di depan komputer tersebut. Gadis itu pun menghela nafasnya sejenak sambil berjalan menghampiri meja yang berantakan itu.

"Paling tidak, rapikan mejamu dulu, dokter Sasuke" Kata gadis berambut pirang tersebut sambil mencoba untuk mengambil beberapa berkas yang berserakan diatas meja. Belum sempet tangan gadis tersebut menyentuh berkas itu, tetapi sebuah tangan dari pria yang dipanggilnya Sasuke itu tampak menghalangi gadis tersebut.

"Jangan sentuh Ino. Semua yang ada disitu berada dalam kendaliku" Kata Sasuke tanpa sekejap pun melirik ke pada Ino karena sekarang dia sedang focus dengan komputernya. Gadis yang dipanggil Ino itu pun mengurungkan niatnya sembari menghela nafas menghadapi kekeras kepalaan Sasuke.

"Hai, hai. Ada pasien baru yang harus di operasi" Kata Ino sambil meletakkan berkas yang dibawanya diatas tumpukan berkas berantakan yang tadinya ingin dia rapikan. Sasuke hanya diam mendengar ucapan Ino.

"Kerusakan klep jantung. Masih stadium awal sih, jadi mungkin kita masih bisa memberitahu keluarganya untuk bersiap dengan biayanya" Kata Ino yang sepertinya sudah hafal dengan kebiasaan Sasuke yang irit dengan kata-kata.

"Hmm…! Kau bisa merawatnya dan jangan biarkan jantungnya untuk berdetak terlalu cepat" Kata Sasuke.

"Hooo…! Itu artinya kau tidak boleh kesana ya, Sasuke?" Goda Ino.

"Aku akan kesana untuk mengecek kondisinya pra-operasi apabila keluarganya sudah setuju" Jawab Sasuke singkat. Ino tampak cemberut mendengar ucapan Sasuke yang dirasanya terlalu serius.

"Yah…! Kalo kau kesana lebih awal mungkin saja tidak bagus buat jantungnya kan?" Kata Ino sambil terkekeh pelan. Gadis cantik itu pun melangkahkan kaki jenjangnya keluar ruangan, meninggalkan Sasuke yang masih saja tidak menggubris candaannya.

Beberapa saat kemudian, Sasuke pun melirik ke arah pintu keluar ruangan. Setelah benar-benar yakin bahwa Ino memang sudah tidak terlihat lagi, sebuah seringai kecil tersulam di bibirnya. Dia pun membuka sebuah file tentang pasien yang baru saja masuk beberapa minggu yang lalu.

Dengan mata melotot dia meneliti setiap parameter yang ada di dalam data pasien tersebut. Tapi, yang paling menyita perhatian Sasuke adalah foto dari pasien tersebut. Tampak seorang cewek yang mungkin masih usia SMA dengan rambut indigo panjang yang tergerai indah sampai di belakang punggungnya. Mata lavender polos itu tampak innocent ketika di foto untuk dijadikan arsip rumah sakit. Bibir merah mudanya melukiskan senyuman yang tampak sangat indah dimata Sasuke.

"Hufthhh…! Rupanya dia berkembang cukup baik" Gumam Sasuke sambil menyandarkan punggungnya ke kursi yang dibuatnya duduk sedari tadi. Biji onyx itu tampak mengarah ke langit, menerawang tentang kejadian yang baru beberapa minggu lalu berlalu di rumah sakit ini, dengan dia sebagai actor utamanya.

-0-

Flashback

Seorang gadis dengan rambut indigo tampak terbaring lemah di suatu ruangan. Hidung mungilnya tersumbat oleh saluran tabung oksigen. Sebuah botol berisi cairan infus tampak sedikit demi sedikit menetes masuk kedalam tubuhnya. Di sebelah ranjang tersebut, tampak suatu mesin yang rumit yang memunculkan banyak sekali gelombang traversal. Mungkin itu adalah mesin untuk mengukur detak jantungnya.

Mata lavender yang indah itu tampak menatap kosong ke arah langit-langit ruangan. Seperti seseorang yang sudah kehilangan harapan hidupnya. Beberapa saat kemudian pintu ruangan itu pun terbuka, dan muncullah sosok berpakaian putih yang langsung memeriksa keadaan cewek yang tadi.

"Hyuuga Hinata?" Mendengar namanya dipanggil oleh sosok yang tak lain adalah Sasuke tersebut, cewek itu pun mengalihkan biji lavendernya untuk melihat siapa kah yang memanggil namanya tadi.

"Apa kau sudah makan?" Tanya Sasuke tanpa melihat kepada pasien cantiknya itu. Cewek yang dipanggil Hinata tersebut menggelengkan kepalanya dengan lemah. Sasuke terus saja memperhatikan berkas yang dibawanya sejak dia masuk tadi dan kemudian berbalik memunggungi Hinata.

"Hmmm…! Baguslah, aku sudah berbicara dengan ayahmu dan beliau setuju untuk melakukan operasi terhadap penyakitmu itu. Dan karena kau belum makan, maka jadwal operasi akan dilakukan malam ini. Jadi…." Kata-kata Sasuke terputus begitu dia membalikkan badannya menghadap ke arah Hinata. Biji lavender yang indah itu tampak berkaca-kaca mendengar ucapan Sasuke. Pria itu pun menatap heran menghadapi tingkah pasiennya yang satu ini. Dalam hati kecilnya, dia merasa bersalah sebagai dokter, dia tidak menunjukkan kelembutan hatinya pada pasiennya. Dia pun duduk di kursi penjenguk dan menatap Hinata dengan tatapan lembutnya.

"Apa ada yang mau kau katakan?" Tanya Sasuke dengan lembut. Gadis itu pun menatap Sasuke dengan tatapan tidak mengerti. Sasuke hanya tersenyum membalas tatapan tersebut.

"Tak apa. Katakanlah" Kata Sasuke. Dengan suara lemah, Hinata menceritakan tentang masa lalunya. Sejak kecil, gadis itu selalu sakit-sakitan. Terlahir dengan jantung yang lemah, ditambah lagi system imun tubuhnya juga lemah sehingga dia sering sakit sejak kecil.

Dengan kodisi tubuhnya yang seperti itu, memaksa orang tuanya untuk mengundurkan diri dari pekerjaan mereka yang sibuk dan memulai usaha kecil-kecilan untuk menghidupi keluarganya.

Tapi, begitu mendengar dia akan di operasi sebentar lagi benar-benar membuat hati Hinata tertekan. Betapa tidak, dia tahu kalo biaya operasi sangat mahal, dan hampir mustahil bagi ayahnya untuk mencari uang sebesar itu dalam tempo sesingkat ini.

"Rasanya lebih baik mati saja daripada merepotkan seseorang" Kata Hinata dengan senyuman lemah mengakhiri kisahnya tadi. Sasuke tampak melirik Kearah mesin monitor jantung tersebut setelah mendengar cerita Hinata dengan seksama. Dia pun menghela nafas sebentar.

"Jadi, kamu gak mau operasi? Bahkan bila aku membayarkan biaya operasimu?" Tanya Sasuke. Hinata tampak sedikit heran dengan ucapan Sasuke. Sepertinya Sasuke berhasil menangkap maksud Hinata saat gadis tersebut menceritakan kisahnya tadi.

"Sepertinya anda tahu maksudku ya, Dokter?" Kata Hinata sambil tersenyum lemah. Dia sudah tidak ingin menjadi beban bagi orang tuanya lagi, jadi dia tidak keberatan untuk mati saat itu juga.

"Tapi, saya juga tidak bisa menyusahkan dokter juga. Ayah saya juga mungkin saja tidak mau melakukannya" Lanjut Hinata. Sasuke tampak berpikir sejenak melihat Hinata yang nampaknya memang sudah bertekad untuk tidak operasi, padahal penyakit yang di deritanya juga cukup parah.

"Apa kau sudah menyerah sekarang? Apa kau akan membiarkan pengorbanan yang dilakukan oleh ayahmu menjadi sia-sia dengan kematianmu?" Tanya Sasuke dengan nada datar, meskipun dalam pikirannya berkecamuk apa yang harus dia lakukan pada pasiennya yang satu ini.

"Semua pada akhirnya akan mati juga kan? Jadi, izinkan aku membalas orang tuaku dengan memberikan mereka saat terindah bersama anak kesayangan mereka" Kata Hinata sambil tersenyum tulus pada Sasuke. Sasuke pun menghela nafasnya sejenak menghadapi Hinata. Pria itu pun berdiri dan membereskan semua berkas yang dia bawa tadi dan bersiap untuk meninggalkan Hinata. Tapi, beberapa saat kemudian dia berhenti ketika ada sesuatu yang terlintas di pikirannya.

"Apakah kamu tidak punya mimpi?" Kata Sasuke sambil berbalik. Hinata tampak menatap Sasuke dengan tatapan heran sebelum akhirnya dia tersenyum lemah.

"Tentu saja, aku punya" Jawab Hinata sambil memandang langit-langit dengan tatapan berharap.

"Kalo begitu sebagai dokter, tak peduli apapun alasanmu, aku akan berusaha untuk membuatmu bisa tetap bertahan hidup untuk meraih mimpimu" Kata Sasuke sambil berjalan menuju ke arah pintu ruangan tersebut. Hinata tampak terkejut dengan ucapan Sasuke. Beberapa saat kemudian, wajahnya nampak memerah, mesin pemonitor jantung itu juga mencatat beberapa anomaly pada detak jantung Hinata.

"Dokter" Panggil Hinata. Sasuke yang saat itu sudah membuka ruangan pun berbalik dan memandang Hinata yang saat itu sedang duduk sambil meletakkan kedua tangannya di atas pahanya.

"Jika kau begitu serius dengan ucapanmu tadi. Maukah kamu mendengarkan apa mimpiku?" Tanya Hinata. Sasuke nampak mengangkat sebelah alisnya mendengar ucapan Hinata sebelum akhirnya mengangguk pelan.

"Ji…jika a…aku berhasil ber…bertahan hidup setelah op…operasi" Tiba-tiba saja suara Hinata menjadi gugup. Wajahnya tampak memerah dan dia mulai memainkan jari tangannya di depan dadanya.

"Maukah kau menikah denganku?" Tanya Hinata dengan lancar. Sasuke nampak biasa saja melihat Hinata yang sudah mati-matian menahan malu tadi. Dia pun berbalik dan keluar dari ruangan.

"Atur saja sesukamu, yang penting kamu sembuh dulu" Kata Sasuke sebelum menutup pintu ruangan tersebut.

End of Flashback

"Gadis yang lugu" Gumam Sasuke sambil tertawa kecil mengingat adegan tersebut. Sayang sekali, setelah melakukan operasi itu, penanganan Hinata diserahkan kepada dokter yang lebih senior dari Sasuke sehingga pria berambut raven ini tidak sempet bertemu dengan Hinata dalam beberapa minggu ini. Tapi, seperti yang sudah terlihat tadi, dia juga secara diam-diam ikut memonitor perkembangan tubuh Hinata.

"Yah…! Mungkin dia juga udah lupa sama janjinya" Kata Sasuke entah pada siapa. Dia pun menyandarkan kepalanya keatas kedua telapak tangannya. Matanya memandang langit-langit sambil menerawang jauh.

Pikiran tentang Hinata kembali berputar di kepalanya. Entah bagaimana ceritanya dia sangat ingin untuk melihat Hinata tumbuh, melindunginya ketika dia sedang putus asa, dan mencoba untuk membantunya bertahan hidup.

Kriettt….!

"Ada apa, Ino? Apakah orang tua pasien sudah setuju dengan operasinya? Katakan kalo operasinya bisa dilakukan nanti malam setelah aku melakukan cek pra operasi" Kata Sasuke dengan nada malas tanpa mengalihkan perhatiannya dari langit-langit.

"Um….! Dokter" Suara lembut dari gadis yang membuka pintu itu langsung membuat Sasuke mengalihkan pandanganya. Di depan pintu itu, seorang cewek cantik dengan rambut indigo yang sudah tergerai lurus ke bawah dengan rapi, tidak acak-acakan seperti saat dia jadi pasien dulu, sedang berdiri sambil tersenyum gugup pada Sasuke.

"Ah…! Hinata ya. Silahkan duduk. Apa Orochimaru-sensei memintaku untuk menganalisis keadaanmu?" Tanya Sasuke sambil membetulkan posisi duduknya tadi. Hinata pun berjalan masuk dan kemudian duduk di depan Sasuke.

"Hmmm…! Tidak juga. Dokter Orochimaru bilang kalo saya sudah bisa pulang ke rumah. Jadi saya mampir dulu ke ruangan dokter, uhm…! Etto, saya ingin membicarakan masalah…."

"Ternyata kamu masih belum lupa ya" Ucapan Hinata langsung di potong oleh Sasuke dengan nada datar sambil menggaruk-garuk belakang kepalanya.

"Maksud dokter? Apa dokter ingin saya melupakan janji itu?" Tanya Hinata sambil menatap Sasuke dengan tatapan innocent miliknya.

"Ah…! Bukan begitu maksudku. Hanya saja…" Sasuke yang tampaknya sedikit merasa bersalah menjawab hal seperti itu jadi salah tingkah sendiri.

"Hm?" Hinata tampak heran dengan reaksi Sasuke barusan dan memiringkan kepalanya ke arah Sasuke.

"Dengar ya, Hinata. Kamu itu masih muda, cantik, dan baik. Kamu masih punya kesempatan yang besar untuk bertemu dengan seseorang yang lebih baik daripada diriku. Dunia ini tak selebar daun kelor" Jelas Sasuke. Hinata masih terlihat heran sekaligus bingung dengan ucapan Sasuke.

"Aku tidak mau kalo kamu menyesal memilih orang seperti aku. Jadi…"

"Aku tidak menyesal kok" Potong Hinata sambil tersenyum polos layaknya anak kecil. Akan tetapi, nampaknya kegugupannya sudah benar-benar menghilang ketika dia mengatakan hal itu.

"Karena mimpiku adalah menikah dengan orang yang mati-matian melindungiku, jadi aku akan melindunginya juga. Seperti Kaa-chan dan Tou-chan" Kata Hinata dengan nada tegas. Sasuke tampak sedikit kaget dengan ucapan Hinata tadi.

"Hinata, kesini sebentar" Perintah Sasuke. Hinata kemudian memiringkan kepalanya lagi dengan ekspresi heran.

"Sudah, kesini aja" Kata Sasuke. Hinata pun berjalan menuju ke arah Sasuke dengan perasaan bingung. Begitu dia sampai di sebelah Sasuke, mata lavendernya melirik ke arah layar komputer yang menampakkan data pasien. Hinata tampak terkejut begitu mengetahui bahwa Sasuke juga sedang memonitoring dirinya dari jauh, dia pun menyunggingkan seulas senyuman tipis.

"Ternyata dokter masih melindungiku ya" Katanya dengan nada polos begitu sampai di depan Sasuke. Pria itu pun berdiri dari kursinya dan meletakkan kedua tangannya di pipi mulus Hinata. Dia sedikit mengangkat wajah perempuan itu agar bisa menatap lavender polos tersebut dengan onyx tajam miliknya.

"Panggil aku Sasuke" Kata Sasuke dengan lembut sambil mengelus pelan pipi Hinata.

"Sasuke…-kun?" Kata Hinata dengan nada yang agak gugup menyadari bahwa Sasuke jauh lebih senior daripada dirinya. Sasuke tampak menyunggingkan seulas senyuman tipis mendengar ucapan Hinata.

"Aku akan terus melindungimu, Hinata"

"Jadi, tetaplah hidup untuk meraih mimpimu itu"

"Kau juga ingin melindungiku kan?"

Suara berat Sasuke terdengar begitu keren di telinga Hinata. Saking kerennya, gadis itu hanya bisa menjawabnya dengan anggukan pelan. Sasuke pun menarik ujung bibirnya, membentuk sebuah senyuman yang memesona.

Perlahan wajah tampan itu pun mendekati wajah Hinata yang ada di bawahnya. Biji lavender itu tampaknya sudah pasrah dengan apa yang akan terjadi, sehingga kedua biji indah itu pun bersembunyi di balik kelopak mata Hinata.

CUP…!

Sasuke pun kembali duduk di kursinya dengan wajah datar khas darinya.

"Aku akan menyimpan first kissmu untuk upacara pernikahan mendatang. Sekarang kamu pulang saja dulu dan tunggu tanggal mainnya" Kata Sasuke dengan entengnya ketika melihat wajah Hinata yang tampak memerah. Mungkin dia malu karena dia terlihat seperti benar-benar menginginkan ciuman dari Sasuke. Gadis itu pun berjalan menuju ke pintu keluar ruangan dengan wajah yang masih memerah.

"Oh…! Dan persiapkan pula untuk lamarannya. Soalnya aku suka dengan hal yang berbau kejutan"

TBC

Wah...! Gatau kenapa, tapi author sekarang lebih suka buat one shot daripada buat multi chap. Terlalu sibuk kali ya, sehingga ga bisa mikirin alur yang jelas buat multi chapnya.

Thanks for reading

Don't forget to review