Forget you
JinXV
Seokjin x Taehyung
Jin seme! Taehyung uke!
By mitakun
Story line by naima44
Ketakutan terbesarku adalah di lupakan. Hingga tanpa sadar aku telah melupakan yang berharga dalam hidupku.
.
.
.
Semuanya terasa sempurna. Musim panas dan dua buah cup eskrim serta seorang pemuda manis di hadapannya menjadi sebuah perpaduan yang menyenangkan.
"Panas, lihat esnya sudah mulai mencair. Cepat habiskan sebelum esnya jadi minuman." seru si pria.
Yang lebih muda tersenyum kaku mendengar kata-kata Seokjin. Lelaki yang sudah hampir lima tahun menjadi kekasihnya.
Ini kencan pertama mereka semenjak pertengkaran terakhir mereka tiga bulan yang lalu.
Masih segar di ingatan Taehyung, bagaimana Seokjin begitu marahnya saat dirinya tak sengaja melupakan janji yang ia buat. Sungguh, saat itu ia sedang di kejar kejar tugas yang dosennya berikan hingga melupakan janji tersebut.
Seokjin yang tengah emosi malah menyalahkannya dengan menuduh kalau Taehyung menyeleweng di belakangnya bersama Jeon Jungkook, yang jelas jelas hanya teman satu kelompoknya.
"Kau tak suka Tae?" suara itu keluar kembali dengan nada sedikit lesu.
"Ti-tidak. Aku suka Hyung, sangat suka." sahut Taehyung. Pemuda bersenyum persegi itu berusaha sekuat mungkin bahagia di hadapan kekasih keras kepalanya itu.
Bukanya Taehyung tidak bahagia sebenarnya. Hanya saja ia masih terpikir oleh kelasnya yang ia tinggalkan karena tiba tiba Jin, panggilan akrab kekasihnya, menghubungi dia dan meminta bertemu. Kalau Taehyung menolak, bisa dipastikan kalau Jin akan marah besar. Maka dengan berat hati Taehyung pun meninggalkan kuis di kelas sorenya itu.
"Bohong, kalau memang tak suka kenapa tidak bicara saja?" kali ini Jin bicara dengan intonasi tinggi. Kentara sekali kesalnya.
"Aku tidak berbohong Hyung. Hanya saja, kenapa harus saat ini juga. Apa tidak bisa di waktu lain saja. Aku jadi meninggalkan kelas sore ku" kini Taehyung mulai menyampaikan uneg uneg di hatinya. Walau tetap tak berani memandang wajah Seokjin.
"Jadi masih tidak terima, kalau begitu kenapa tidak menolak tadi?" lihat, emosi Seokjin sangat mudah naik.
Taehyung bingung. Ia sudah ribuan kali berada di posisi yang sama. Dengan Seokjin yang sangat mudah tersulut emosinya.
Tak pernah sekali pun Taehyung menang, ia selalu mengalah. Karena baginya bersama Seokjin saja ia sudah merasa beryukur. Maka biarlah Taehyung yang menekan egonya untuk selalu bersama Seokjin.
"Kenapa diam?"
"Aku-" Taehyung tiba tiba merasakannya lagi. Kepalanya kembali pening.
"Kalau memang kau tidak setuju kenapa pula kau terima. Merusak moodku saja." seru Seokjin ketus lalu pergi meninggalkan Taehyung.
Sungguh. Suasana yang menyenangkan kini menjelma menjadi sesuatu yang buruk bagi Taehyung.
Hilang sudah musim panasnya yang telah ia rencanakan bersama Seokjin.
Melihat punggung lebar Seokjin yang perlahan menjauh membuat Taehyung merasa hampa. Bulir bulir air mata jatuh di pipinya.
Bukan karena sakit di kepalanya, tapi lebih pada hatinya.
Ia begitu mencintai Seokjin. Tapi Seokjin bersikap seolah hanya Taehyung yang memiliki perasaan lebih padanya. Dan Taehyung, di mata Seokjin hanya sebatas pelengkap.
.
Sepanjang jalan Seokjin terus merutuki kejadian di taman tadi. Ia tau, Taehyung pasti sakit hati dengan kata katanya. Padahal ia juga sadar kalau yang menjadi egois di sini adalah dirinya.
Ia sadar betul setiap perbuatannya pada Taehyung. Tapi mau bagaimana lagi. Taehyung harus tau sifat aslinya. Keras kepala, egois, dan tak sabaran. Taehyung harus mencintai Seokjin dengan semua sifat buruk yang ia miliki.
Tapi di balik itu semua ia jauh lebih mencintai pemuda itu. Walau ia masih tak mau di salahkan. Ia hanya ingin Taehyung tahu kalau Seokjin memang berharga baginya.
.
.
.
Satu minggu berlalu. Kini perkiraan Seokjin melenceng jauh.
Taehyung sama sekali tak menampakkan dirinya sama sekali. Tidak ada kabar dari pumuda manisnya.
Tidak ada kata maaf, bahkan Taehyung tak pernah menghubunginya. Sama sekali.
Seokjin mulai gelisah. Apa ia terlalu kasar pada Taehyung tempo hari, apa memang Taehyung telah lelah dengan semua yang ia lakukan. Bagaimana kalau Taehyung berniat meninggalkannya. Tidak itu tak boleh terjadi.
Pikiran lelaki dengan usia beranjak dua puluh lima tahun itu kacau, baginya walau kata kata kasar terucap di bibirnya. Tapi sungguh hatinya sama sekali tak menyetujuinya. Ia tak pernah merasa marah apa lagi benci pada Taehyung. Tak akan pernah sanggup.
Sudah banyak teman temannya yang memperingati nya dengan kata kata.
'Taehyung pun punya titik jenuh yang bisa mambuatnya melupakanmu.'
Apa benar? Dan apakah ini saatnya? Saat dimana Seokjin akan di tinggal sendiri? Saat dimana Taehyung menemukan titik jenuhnya.
Rasanya berbagai pertanyaan telah menjejali otaknya saat ini. Tak bisa terjawab. Dan tak bisa membuat Seokjin bergerak.
Jari jari Seokjin yang panjang sesekali mengetuk ngetuk layar ponselnya, apa ia harus menghubungi Taehyung terlebih dahulu?
Persetan dengan rasa egois dan harga dirinya. Ia benar benar khawatir.
Hingga ia memutuskan untuk menghubungi no ponsel sang kekasih yang telah ia hafal di luar kepala.
Tersambung.
"Yeobseo?" sapa seseorang di sebrang sana. Suara Taehyung yang agak berat menyusup ke indra pendengaran Seokjin. Hangat dan ia rindu.
"Tae..."
"Yaa Hyung? Ada apa?"
"K-kau baik kan?" suara Seokjin yang mengalun sarat akan kekhawatiran. Membuat Taehyung diam diam menghela nafas lega.
"Tidak apa apa Hyung. Aku baik. Memangnya kenapa?"
Hening sejenak. Yang terdengar hanya deru nafas keduanya.
Lalu. Sebuah bom meledak.
"Kenapa? Kau pikir kenapa? Satu minggu tak ada kabar, apa yang ada di pikiranmu Kim Taehyung." Seokjin lagi lagi membuat Taehyung tertegun.
"Ma-maaf Hyung, aku tidak bermaksud seper-"
"Aku tak peduli. Datang sekarang juga ke kedai eskrim yang ada di depan taman. Jangan terlambat kalau kau memang benar benar mencintaiku."
Seokjin hanya rindu. Dan ingin secepatnya menemui Taehyung.
Mengertilah.
.
.
.
Sudah pukul enam sore. Artinya sudah sekitar empat jam Taehyung menunggu Seokjin di tempat yang telah Seokjin sebutkan.
Kedai eskrim itu berdiri di pinggir jalan tepat di sebrang zebra cross.
Taehyung menunggu dengan sabar. Walau angin musim panas terasa menyiksanya, tapi tak apa. Selama Seokjin akan datang pasti Taehyung menunggu. Karena ia tau Seokjin tak mungkin melupakan janjinya.
Kardigan hitam tipisnya membalut tubuh kecilnya. Sesekali ia menyentuh lengan atanya. Ia kedinginan. Dan Seokjin masih belum datang.
Tapi mata Taehyung tiba tiba berbinar. Seokjin berada di sebrang sana. Menatapnya tanpa ekspresi. Tapi Taehyung tersenyum manis padanya.
Hati siapa yang tak mengahangat kala senyum manis itu teribit di wajah Taehyung?
Dengan segera Seokjin berlari menmbus orang orang yang mengahalanginya. Ia ingin segara merengkuh Taehyung. Ia rindu.
Tapi. Seolah di hantam palu godam, ia merasakan tubuhnya terpelanting. Menjauhi Taehyung yang semakin terlihat samar.
Ia tak bisa meraih Taehyung di sebrang sana. Bahkan saat kesadarannya di renggut paksa sekali pun.
.
.
.
Taehyung melangkah bersama tubuh Seokjin yang di keluarkan dari dalam ambulance.
Seokjin tertabrak. Entah apa yang pria itu pikirkan hingga dengan gegabahnya menyebrang jalan tanpa tengok kiri kanan.
Menyebabkan sebuah van hitam menghantam tubuhnya begitu saja.
Kaos putih d balik kardigan hitam Taehyung telah ternodai banyak darah dari pelipis Seokjin.
Taehyung ada disana untuk menggenggam tangan Seokjin yang entah kenapa mulai medingin.
Ia tak ingin kehilangan Seokjin. Sekasar apapun, seegois apapun Taehyung tak pernah mau Seokjin tinggalkan.
Ia harus bersama Seokjin. Walau waktu tak menghendaki sekalipu .
.
.
.
Lagi lagi Seokjin termenung di sebuh kursi taman. Memandangi hamparan rumput bak permadani luas di antara lautan beton.
Seokjin selamat tapi tidak dengan hatinya. Semuanya runtuh. Bersama hancurnya setiap sel di tubuhnya.
Ia lebih baik kehilangan semua yang ia miliki. Tapi tidak dengan Taehyung. Ia tak sanggup.
Kepalan tangannya meremas sebuah jurnal yang selama hampir dua bulan ini membuat hidupnya terasa di penuhi rasa bersalah yang amat dalam.
Taehyung nya pergi. Dan itu karena dirinya.
"Taehyung pergi di hari oprasinya demi menemui Seokjin Hyung. Aku sudah melarang, karena dokter sangat menganjurkan oprasinya. Tapi Taehyung bersikeras." begitu kata Jimin. Teman akrab Taehyung.
Terlambat bagi Seokjin untuk memperbaiki semuanya. Taehyung benar benar meninggalkannya.
Seokjin kini merasa menjadi orang paling idiot di muka bumi. Membiarkan dirinya melupakan segala hal yang telah Taehyung lakukan untunya hanya agar Taehyung tak melupakannya.
Dasar bodoh.
Sekarang bagai mana caranya ia bisa melupakan Taehyung.
Tak akan tak akan pernah bisa.
Ini hanya akan membuat Seokjin hancur.
Jika seseorang memiliki titik jenuh, maka mereka akan mempunyai titik rapuh. Dan sekarang Seokjin tengah berdiri di titik kerapuhnnya yang paling dasar.
Apa jadinya ia tanpa Taehyung.
The end
Taehyung menatap tubuh Seokjin dengan kepayahan. Kepalanya terasa begitu berat. Pandangannya mengabur.
"Kau gila Tae. Dokter sedang menyiapkan oprasi untukmu. Dan kau mau kabur begitu saja?" Jimin dengan gemas mencoba memperingatkan Taehyung.
"Aku akan baik baik saja. Ku pastikan aku tak akan melewatkan oprasiku jim. Aku akan kembali dalam satu jam. Aku janji."
"Taehyung-ah kau harus pikirkan kesehatanmu. Aku tidak mau kau tiba tiba ambruk karena tumormu itu Tae."
"Tidak akan. Seokjin Hyung tidak akan membiarkanya."
"Bodoh, sudah jelas jelas Seokjin Hyung tak tau keadaanmu. Bagaimana bisa dia melindungimu."
"Kalau Seokjin Hyung tau aku terkena tumor otak dan kepalaku hampir botak. Aku takut dia akan meninggalkan ku."
"Kalau dia meninggalkanmu karena itu, akan ku pangkas habis rambutnya."
Taehyung tersrnyum mendengar kara kata Jimin.
"Yasudah aku pergi dulu."
"Hati hati. Kembalilah lagi."
"Pasti"
Taehyung tersenyum mengingat percakapan terakhirnya bersama Jimin.
Ia tak bodoh. Tak bodoh karena mencintai Seokjin. Justru ia merasa sangat bahagia. Bersama Seokjin dulu tak ubahnya bagai angan semu di matanya. Tapi kini, disisa waktunya ia bisa merasakan sentuhan hangat lelaki itu
Biarlah. Taehyung pun tau di balik semua tingkah Seokjin. Seokjin sangat mencintainya. Ia tau dan ia mengerti.
Cinta Taehyung menguap seiring desakan nafasnya yang mulai tak teratur. Kasihnya mengudara ketika pandandannya telah mengabur. Rasa sakitnya mengubur Taehyung jauh jauh. Membiarkan ia pergi, seiring tubuh Seokjin yang juga menghilang di balik sebuah ruangan.
Ia tak lelah, tapi merasa ini sudah waktunya. Waktunya Taehyung menyerah pada keadaan.
Melepas Seokjin.
Dan nampaknya ia tak bisa menepati janjinya pada Jimin.
.
.
.
Untuk Noona kece di grup sebelah. Di tunggu bayarannya.
