An absurd fiction by parknoname
On Rainy Day, chapter 1
[Mark x Jaemin | Jeno x Jaemin]
Angst, Yaoi, Shounen-ai, Hurt/Comfort, Friendship, Romance, BoyxBoy, Bromance, Boys Love
Disaat hujan deras mendera, ada dua hati sehangat mentari mengalahkan udara dingin yang menerpa. Diluar sana, ada pula hati yang tengah rapuh dan hampir patah. Saat cinta membuat persahabatan tak berarti apa-apa, saat itulah akan ada yang terkhianati, ada yang merasa mengkhianati, dan si pengkhianat itu sendiri
Note: plot murni dari pemikiran saya
Warning: ngebosenin, menye banget, alur maju mundur tida cantik
ㅂㅂㅂ
Melihat Mark berdiri diambang pintu kelasnya, membuat Jaemin sontak berdiri dan menghampiri kakak kelas sekaligus pacarnya itu. Senyum Mark makin mengembang bersamaan dengan langkah-langkah yang dibuat Jaemin mendekat kearahnya.
"Pulang?" Mark memberikan penawaran sambil mengusak surai Jaemin, karena seingatnya hari ini Jaemin tidak ada eskul band
Jaemin memberi tatapan penuh rasa tak enak hati, "Maaf hyung, aku mau mengerjakan tugas sebentar dengan Jeno"
Mark kesal di dalam hatinya, namun tetap memasang senyum sok baik-baik saja pada Jaemin, "Harus sekarang ya mengerjakannya? Yasudah, sebentar atau lama?" tanyanya, mengintip ke balik punggung Jaemin dimana Jeno sedang sibuk dengan buku-bukunya
"Sebentar kok."
"Aku tunggu di parkiran." ucap Mark sembari berbalik, namun belum genap tiga langkah ia sudah ada di depan Jaemin lagi, memegangi pundak pria itu dan memberi kecupan singkat di bibir, "Jangan nakal ya, Na Jaemin." ucapnya sembari mencubiti hidung Jaemin
"Iiih iya iyaa"
Setelah terkekeh puas melihat ekspresi kesal Jaemin yang kelewat imut itu, Mark benar-benar mengambil langkah pergi. Sekilas ujung matanya menangkap tatapan tajam Jeno, ia sih mencoba untuk tidak peduli dengan hal lumrah itu.
Semua orang juga tahu dulu Mark dan Jeno adalah sahabat karib, layaknya semua orang tahu Jeno dan Jaemin tinggal di rumah couple yang balkon kamarnya berhadapan. Sekali lompat, Jeno sampai di kamar Jaemin begitupun sebaliknya.
Semuanya mulai kacau semenjak Jeno mempertemukan sahabat karibnya dengan tetangga favoritnya itu. Maksud hati ingin memperkenalkan dua orang tersayangnya itu satu sama lain, siapa yang tahu semua akan jadi serumit sekarang?
Begini singkatnya:
Mark: Aku tidak bermaksud untuk merusak persahabatan kita, tapi uh.. siapa tetangga yang kau sukai sejak lama itu?
Jeno: Jaemin maksudmu?
Mark: Nah iya! Si manis! Jen.. (menghembuskan nafas berat) (menepuk bahu Jeno mantap) He's too cute to resist. Aku suka padanya, Jen
Mark tidak terlalu ingat kelanjutannya karena setelah itu Jeno mendampratnya, dan kata-kata yang dapat ditangkapnya hanya bajingan, pengkhianat, dan beberapa kata-kata sejenis yang seakan begitu memojokkan Mark.
Jeno makin menyedihkan saat melihat wajah bahagia Jaemin ketika Mark ada di lingkupnya. Ini bukan seperti Jaemin tidak terlihat bahagia saat berada didekat Jeno, tapi.. yah, you know what i mean, pandangan Jaemin pada Mark itu berbeda total dengan pandangannya pada Jeno. Terlihat sama, namun berbeda.
Pada akhirnya, berbekalkan kalimat aku bahagia jika kau bahagia Jaem yang terdengar sangat naif terlontar dari bibir Jeno, Jaemin menerima cinta Mark.
Dan sudah hampir delapan bulan sejak kejadian krisis itu, keadaan masih sama. Mark dan Jaemin masih saling mencintai, Jeno dan Mark masih saling mengacuhkan dan tidak berniat sedikitpun untuk mengatasi persahabatan mereka yang retak,
Dan Jeno masih tetap menelan dua rasa sakit yang menghantam hatinya setiap hari: Sakit karena dikhianati sahabat sendiri, dan sakit karena telah menjadi pengecut yang melepaskan tetangga favoritnya untuk sahabatnya.
Omong-omong, sudah satu jam terlewati dengan sangat lambat dan membosankan oleh Mark, namun Jaemin tetap tak nampak batang hidungnya. Atas inisiatif dari rasa sabar Mark yang menipis, Mark mengambil langkah-langkah besar menuju kelas Jaemin.
Tapi sepertinya ia tak perlu capek-capek ke kelas Jaemin yang berada di lantai dua itu, karena ia menemukan Jaeminnya bersama si Jeno sahabatnya tengah berbincang dengan hangatnya di lobi dekat tangga lantai satu.
Sebenarnya Mark malas mengakui, namun Jaemin terlihat begitu serasi dengan Jeno disampingnya. Apalagi ketika dua anak itu melontarkan lelucon satu sama lain dan tertawa dalam sebuah harmoni yang indah. Saat-saat dimana Jaemin tertawa secerah matahari dan Jeno tertawa dengan mata seperti bulan sabit terkadang membuat hatinya menghangat juga. Hati Mark menghangat melihat matahari bisa bertemu dengan bulan sabit di langit yang sama.
Mark iri? Merasa rendah? Tidak. Sama sekali tidak.
Bagaimanapun Jaemin miliknya kan? Bukan milik Jeno? Aduh seketika Mark jadi besar kepala begini, padahal di depan matanya si matahari dan si bulan sabit masih tertawa bersama dalam sebuah harmoni yang indah.
"Jaemin?" setelah mengesampingkan amarahnya, Mark mencoba senatural mungkin memanggil Jaemin
Jaemin dengan ekspresi kagetnya gelagapan, "M-Mark.. Mark hyung?"
"Kuulangi sekali lagi, aku tunggu di parkiran"
Dan setelah itu Mark berlalu.
ㅂㅂㅂ
"Mark hyung aku-"
"Naik."
Mark tanpa memedulikan lanjutan kalimat Jaemin langsung menaiki motornya, memakai helm dan setelah itu memberi helm yang lain kepada Jaemin.
Jaemin bersumpah tatapan Mark tadi dingin sekali, seperti angin yang kini berhembus lebih kencang dari sebelumnya. Kalau angin yang kini menerpa gila-gilaan ini disebabkan oleh suasana langit yang tidak mendukung, tatapan dingin Mark siapa lagi penyebabnya kalau bukan Jaemin? Jeno? Jangan bercanda.
Setelah ia naik, Mark langsung membawa motornya membelah jalanan, masih dalam kecepatan normal, tapi justru itu yang membuat Jaemin resah. Mark dengan motor sport nya berjalan di kecepatan normal? Huhu, Jaemin terharu.
"Hyung.."
"..."
"Mark hyung.."
"..."
"Bisakah kau menyahut?" Jaemin bertanya sambil menyodorkan badannya kedepan, mengikis jarak antara dadanya dan punggung Mark, yang tak disangka adalah Mark terkejut sampai hampir menabrak mobil didepannya
Jaemin sontak berpegangan erat pada pinggang Mark, sementara Mark meminggirkan motornya,
"Jaemin! Bisakah kau tidak berisik?!"
Bisakah kau tidak berisik
Kau tidak berisik
Kau berisik
Berisik
Sisa perjalanan mereka lewati dalam diam. Jaemin cukup paham situasi tanpa perlu mendapati Mark berteriak dengan nada yang lebih tinggi dari tadi, suasana hati Mark sedang buruk dan tidak tahu harus membuka percakapan dengan cara bagaimana dengan Jaeminnya.
Dan awan hitam yang sedari tadi menggelantung di langit, kini menjadi sebuah hujan angin yang deras sekali, membuat banyak pengendara motor berimigrasi ke pinggiran jalan untuk buru-buru memakai jas hujan, begitupun dengan Mark.
Setelah mengambil dua jas hujan di bagasi motornya, Mark memberikan yang satu pada Jaemin, namun lelaki itu tak bergeming.
"Tunggu apa lagi? Pakai."
Terdengar memerintah dan Jaemin tidak suka, "Hyung saja, aku malas memakainya."
"Na Jaemin, pakai jas hujan itu bukan perihal kau malas atau tidak, kalau kau demam bagaimana?"
"Apa peduliku sih?"
Dibalik helmnya Mark menghela nafas berat, perjalanan pulang kali ini rasanya berat, yang tadi dilihatnya waktu di lobi pun berat, berdebat dengan Jaemin dalam situasi tidak enak seperti ini juga berat, dan itu membuat Mark tiba-tiba lupa caranya berdiri tegap.
"Ah sudahlah, terserah, ayo naik." Mark kembali memasukkan dua jas hujan itu kembali ke bagasi, lalu menaiki motornya
Namun, sampai mesin motor sudah menyala pun Jaemin tetap tidak naik, "Tunggu apa lagi?"
"Hyung tidak pakai jas hujan?"
Mark tersenyum tipis, "Sepertinya aku tertular virus malasmu Jaem"
Mark menerabas hujan dengan kecepatan tinggi namun tetap memperhatikan keselamatan, tetap pantang menerobos lampu merah, tetap memperhatikan kanan kiri dan spion karena tidak akan lucu kalau tiba-tiba motor sport kesayangannya menabrak pejalan kaki yang akan menyebrang atau tiba-tiba disambar truk di belakang.
Dengan jutaan air hujan yang menghantam wajahnya, Jaemin tersenyum. Ini baru Mark hyung nya, dan seketika hatinya menghangat.
Kabar baiknya, mereka sampai di rumah Jaemin dengan selamat, Jaemin turun dari motor Mark dan membuka helm, lalu memberikannya pada Mark.
"Oke, aku pulang dulu"
Hujan masih sederas ini, dan Mark mau pulang?
"Hyung tunggu!"
Tanpa diduga, bahkan Jaemin juga tak menduga ia bisa melakukan reflek ekstrim seperti bergelantung di lengan Mark saat lelaki itu menancap gas motornya, membuat Jaemin terseok. Untungnya Mark langsung menyadari hal itu dan menarik rem dalam-dalam, ia terengah, lalu menatap Jaemin yang sama kaget seperti dirinya.
"Heh, apa yang kau lakukan Na Jaemin?!" tidak akan lucu juga kalau Jaemin terluka karena dirinya
Jaemin masih dalam mode terkejut takut-takut untuk berkata, "M-Mampirlah dulu hyung, masih hujan."
Mark mengusap air hujan yang membasahi wajahnya, "Hah? Kenapa harus?" wajar, dia kan sedang dalam mood yang tidak baik karena Jaemin, kenapa juga dia harus mampir ke rumah Jaemin
"A-Aku.. sendirian dirumah, temani aku.."
Tak ada jawaban, hanya hujan deras yang terus mengguyur keduanya, pun tatapan Mark yang tak kunjung melunak pada Jaemin.
"Mampirlah dulu, aku tahu kau kedinginan"
"..."
"Please?"
Mark menghela nafas.
ㅂㅂㅂ
Dan disinilah Mark sekarang, duduk di sofa ruang tamu Jaemin setelah dipaksa mandi air hangat oleh Jaemin dan memakai baju milik ayah Jaemin, dengan sebuah handuk kering mengalung di lehernya.
Dilihatnya Jaemin menuruni tangga dan menghampirinya di sofa, dengan tangannya yang sibuk mengusak rambut basahnya dengan handuk.
"Hyuuung kenapa rambutmu belum kering jugaaa" kesal Jaemin
Mark hanya memutar bola matanya malas, efek suasana hatinya yang sedang tidak enak, ia jadi malas untuk hanya sekedar mengeringkan rambutnya.
"Keringkan untukku."
Giliran Jaemin yang memutar bola matanya malas, tapi dalam hati dia terkekeh juga akan tingkah Mark yang berubah manja kalau sedang unmood seperti ini.
Jaemin mendekat, lalu mengambil alih handuk di kalungan Mark dan mengusak rambut pacarnya lembut, menghirup wangi sampo beraroma mint favorit ayahnya.
"Sudah kering~" ucap Jaemin riang sambil meletakkan handuk tadi di meja ruang tamu, entah apa yang membuatnya seriang ini dengan tatapan Mark yang masih sedatar itu
Jaemin tidak kehabisan akal, ia dengan jahil mengecup bibir Mark singkat, lalu memeluk pacarnya itu dan bersandar di dadanya.
Jaemin menghirupi Mark dalam-dalam, "Hmmm.. Mark hyung baunya seperti ayah!"
Mark (sedikit) luluh, ia tersenyum kecil melihat tingkah Jaemin. Mana bisa sih Mark marah lama-lama pada Jaemin kalau pacarnya saja semanis ini.
"Jaem, apa ayahmu tidak akan marah kalau tahu aku memakai bajunya?" tanya Mark
Jaemin mendongak mencari wajah Mark, "Mengapa marah? Kau tahu sendiri kan hyung ayah sangat menyukaimu"
Mark berpikir, iya juga. Kalau dipikir-pikir tidak ada dari anggota keluarga Jaemin yang tidak menyukainya. Ayah Na, ibu Na, kak Jaehyun, semuanya suka pada Mark. Keluarga Jaemin hanya penuh akan kehangatan, dan keluarga Jaemin sangat terbuka pada orang baru sepertinya.
Mark sering menghabiskan precious Sunday nya di rumah Jaemin. Ia akan ke rumah Jaemin pagi-pagi sekali bahkan sebelum Jaemin bangun tidur, hanya untuk menemani ayah dan ibu Na berolahraga di taman kompleks. Setelah itu, biasanya ia akan menemani ayah Na berkebun di halaman depan rumah.
Lalu, ia akan membangunkan Jaemin saat ibu Na selesai memasak sarapan, dan mereka akan sarapan bersama dalam lingkup kehangatan, juga matahari pagi yang bersinar begitu teriknya.
Jarang sekali Mark dan Jaemin pergi berdua di hari Minggu, mereka hanya akan menghabiskan waktu bersama keluarga Jaemin.
Jaemin akan ngambek pada Mark dengan kalimat yang sama, yaitu:
"Mark hyung jangan terlalu sering kesini saat hari Minggu ah! Ayah jadi meng-anaktiri-kan aku!"
Mark hanya terkekeh bersama ayah Na tanpa ada niat untuk menimpali kekesalan Jaemin. Saat Mark datang ke rumahnya, maka saat itulah waktunya bersama sang ayah akan berkurang, karena sang ayah akan fokus pada Mark, Mark, dan Mark.
Aihh.. memikirkan kehangatan keluarga Jaemin membuat dirinya selalu tak sabar untuk menunggu hari Minggu lagi, "Iya juga sih, aku iri padamu Jaem, punya keluarga sehangat ini." Ucap Mark sambil membelai sayang rambut Jaemin
Jaemin dalam pelukannya tersenyum, "Keluargaku kan keluargamu juga hyung, hehe"
Mark memerah karena ucapan Jaemin. Lalu dengan gemas mencium Jaemin di bibir, melumat bibir mungil itu selembut mungkin tanpa sedikitpun nafsu terselip, hanya ingin menyalurkan rasa sayangnya yang teramat besar pada Jaemin dan keluarga Na, hanya ingin menyalurkan rasa terima kasih yang teramat dalam pada Jaemin dan keluarga Na.
Mark membelai rahang Jaemin dengan gerakan membuai, membuat Jaemin mendesah tertahan diperlakukan demikian. Jaemin selalu suka cara Mark memperlakukannya, Mark yang selalu membawanya setinggi langit, membuat dirinya merasa paling spesial, selalu diprioritaskan, dan selalu merasa disayang.
Jaemin hampir terbawa permainan Mark yang terus melumat bibirnya dengan lembut. Tak seperti kedua mata Mark yang mengatup rapat, kedua matanya memicing terpaku pada sosok yang dilihatnya dari jendela samping rumahnya, tepat dimana halaman rumah keluarga Lee berada. Disana, Jeno berdiri dengan seragam dan tas dipunggung yang basah kuyup, tersenyum getir menatapnya (atau menatapnya berciuman dengan Mark?)
Dan seketika hatinya terasa sakit, dengan perlahan ia melepas tautannya dengan Mark, dengan masih melihat kearah Jeno. Mark mengikuti arah tatapnya, melihat senyum getir Jeno. Dari jendela samping itu, Mark dan Jaemin dapat melihat bagaimana Jeno mengambil nafas berat, dan melihat air mata Jeno yang membaur bersama hujan yang terus-terusan mendera.
Sampai Jeno mengambil langkah masuk ke dalam rumah, mereka masih terpaku menatap dimana tadi Jeno berdiri.
Suasana mendadak jadi aneh, canggung.
"Hyung.."
Mark berjengit terkejut akan panggilan Jaemin, "Ya sayang?"
Jaemin menatapnya, dan ia dapat merasakan ada yang salah dengan tatapan itu, "Apa tidak sebaiknya kita akhiri saja hubungan ini?"
END?
or TBC?
Hai?:) you can call me Park.
Setelah sekian lama aku cuma baca-baca FF Markmin, aku jadi pengen ngeramein kapal ini juga ehehe.
Salam kenal wahai kalian para Markmin shippers, aku harap aku bisa lebih akrab lagi sama kalian hehe.
잘부탁드림니다앙~~
Regard,
Park-no-name
[161130]
