Disclaimer: Vocaloid © Yamaha. Yang lainnya punya pemilik masing-masing

Warning: AU/AR/AT merajalela di fanfic ini, romens gagal, alur kecepetan, typo, dll. ACCEPTING-REQUEST!


Chapter 1: January 1st – New Year

"KAU MENYEBALKAN LEN!" teriak Rin frustasi disuatu siang di akhir Desember.

"Well, kau berdada rata." Puji Len sarkastik, menyebabkan Rin mementungnya dengan negi milik Miku.

"Kalau kau menyebalkan! Menyebalkan! Menyebalkan! Menyebalkan! Me-nye-bal-kan!"

"Kalau kau berisik, cerewet, egois, bodoh, dan—"

"AKU MEMBENCIMU LEN!"

BRAK! Rin pun membanting pintu ruangan tempat para Vocaloid berkumpul dan bersantai-santai. Semua melihat mereka berdua dengan hening. Tidak biasanya si kembar berkelahi sampai seperti ini.

"..Errr.. ada apa ini? Tak biasanya kalian berdua bertengkar begini." Ucap Miku sambil menatap negi-nya yang bernasib sangat ngenes. Yang lainnya mengangguk mengiyakan pertanyaan Miku.

"Ada sesuatu yang terjadi?" kali ini Meiko yang bertanya. Tapi si narasumber—Len—hanya diam saja sambil menggaruk-garukkan kepalanya yang tidak gatal.

"Len?"

"Ah—oh iya. Tidak ada apa-apa kok," ucap Len pendek. "yah, mungkin sih."

"Mungkin?" kali ini alis semua personil(?) Vocaloid terangkat, tertarik dengan topik ini. "Memangnya ada apa?"

Len semakin memalingkan mukanya. Tapi wajahnya berubah menjadi sedikit merah. "Bu-bukan urusanmu!"

Oh. Habis sudah kesabaran Miku. Sepertinya Len perlu sedikit diancam. "Len~ny~"

"Agh! Iya Miku-neechan! Aku akan cerita! Sekarang jauhkan negi itu!" seru Len ketika melihat Miku siap-siap menghantamnya dengan negi super besar. Miku yang puas dengan jawaban Len akhirnya meletakkan senjata kesayangannya dipojok ruangan.

"Jadi? Ceritakan pada kami!" Gumi terlihat semangat. Ia sudah menyiapkan sejumlah wortel sebagai makanan pendampingnya.

"Jadi.. Semua berawal dari—"

.

.


Flashback: On

Pernah dengar kata stalker? Pasti pernahlah. Penggemar rahasia, atau istilah bekennya secret admirer? Apalagi. Istilah-istilah seperti ini pasti sudah umum untuk masyarakat luas khususnya kalangan remaja. Cerita yang ingin kuceritakan sebenarnya tak jauh-jauh amat dari kedua kata ini.

Kemarin, seorang remaja laki-laki dengan ciri-ciri berambut honey blonde, dikuncir kuda, tinggi sepantaran, memakai baju sailor hitam-putih berdasi kuning madu juga, dan dikenal dengan suaranya yang melengking meski seorang laki-laki, kutekankan, LAKI-LAKI, terlihat sedang berada didepan kamar seseorang dengan nametag "Rin Kagamine". Sudah jelas kan niat laki-laki ini ingin apa? Harap jangan berpikiran ngeres dulu.

Sebuah kado dengan bungkus bermotif jeruk tengah diapit oleh kedua tangannya. Oh, ia ingin memberikan hadiah kepada Rin secara diam-diam.

Memastikan keadaan sudah aman, Len pun akhirnya memasuki kamar Rin. Berbeda dengan kondisi kamarnya yang bisa dibilang rapi, kamar Rin sungguh berantakan. Selimut bersarang diatas meja belajarnya, sandal rumah malah ada diatas tempat tidur, lalu yang paling parah adalah pakaian dalam yang bertebaran yang dimana-mana! Len harus kuat-kuat menahan mimisan gara-gara ini.

'Sepertinya Rin terlalu fokus mengerjakan lagu barunya.' Pikir Len. Rin kalau sudah bersemangat akan sesuatu memang suka lupa sekitarnya. Contohnya saja kamar ini. Tapi hal itu adalah salah satu dari sekian banyak alasan mengapa Len menyu—ups, sepertinya aku berbicara terlalu banyak.

Len pun menyingkirkan selimut usang bermotif jeruk dari atas meja. Len yakin, hadiah darinya pasti akan seribu kali lebih baik dibanding selimut yang sudah uzur(?) tersebut. Dicari-carinya tempat strategis untuk meletakkan hadiahnya. Setelah mencari ke segala tempat, pandangan Len menuju kesebuah piala berbentuk jeruk.

Piala Jeruk. Oh, itu adalah salah satu hadiah dari serangkaian lomba yang diadakan Master pada "Vocalympics" beberapa bulan yang lalu. Lombanya sederhana, kau hanya harus makan jeruk sebanyak yang kau bisa. Pemenangnya jelas Rin—karena hanya dia anggota Vocaloid yang gila jeruk.

Len sweatdrop. Setelah dipikir-pikir, Masternya agak gaje juga ya, mengadakan acara seperti itu. (Len sendiri memenangkan Lomba Shota—meski diakui dia sangat sangat sangat malu. #dor).

Maka dari itu, Len memutuskan untuk menaruh hadiahnya disitu. Ia tahu, Rin sering sekali memandangi piala kebanggaannya selama berjam-jam. Rin juga suka sekali pamer piala tersebut kepada siapa saja yang melihatnya. Len jadi yakin, kalau itu adalah tempat yang tepat.

Dengan hati-hati, Len menaruh hadiahnya didekat piala itu. Salah langkah sedikit saja, maka tamat sudah riwayatnya.

"KAITO BODDDDDDDDOOOOOOOOOOHHHHHHHH ! Masakanku gosong kan!" Dan tiba-tiba teriakan melengking Miku menggema keseluruh sudut ruangan tempat para Vocaloid tinggal. Len tentu kaget setengah mati. Sepertinya bakal ada yang mati hari ini—pikir Len. Tidak ada yang pernah selamat dari amukan nona diva Hatsune Miku selama ini.

"Hah, untung aku tidak panikan pas mendengar teriakan Miku-neechan. Jadi pialanya—"

PRANG.

"—pasti selamat. Oh. Tidak."

Len bergidik. Bulu kuduknya berdiri. Ia merinding disko. Ia baru saja menyenggol piala Rin. Kukatakan lagi, me-nyeng-gol-nya. Sekarang piala itu sudah hancur berkeping-keping. Len facepalm. Mati sudah dia sekarang.

"A—aku harus segera membersihkan ini. Kalau Rin sampai lihat—"

"Oh, Len. Sedang *nyam* apa kau *nyam* di kamarku *nyam*?"

Ekspresi Len berubah semakin horor. Keringat mengucur deras dari mana-mana. Rin malah datang disaat yang tidak tepat! Mati Len sekarang! Sudah tidak ada tempat untuk lari lagi.

"Kau tahu, tadi Miku-neechan sedang membuat biskuit di dapur untuk kita semua. Adonannya enak, setidaknya sampai Kaito-nii salah memasukkan antara gula dan garam tadi huahahaha." Ujar Rin tertawa puas, "Nah, sekarang, sedang apa kau disini?"

"Emm.. Karena aku kangen padamu?" jawab Len frontal. Seketika keduanya langsung memalingkan muka dari satu sama lain.

"Kau bercanda?"

"Aku memang sedang bercanda, Rin."

"Oh." Ada rasa sedikit kecewa di hati Rin, tapi ia tidak terlalu memperdulikannya.

"Kalau begitu ngapain—AH!" Rin berteriak, kaget. "Pi—pialaku! Apa yang terjadi, Len?!"

Ah, dia sudah menyadarinya. Mati dia sekarang..

"A—aku.." Len terbata-bata. Apa yang harus dia katakan? "A—aku menjatuhkannya! Hahahaha, memangnya kenapa?!"

'Scumbag Brain! Kenapa malah mengatakan hal yang seperti itu sih?!' rutuk Len dalam hati.

"A—a.. Kenapa?" Rin terlihat seperti ingin menangis. Sial.

"Karena.." Ayo Len! Minta maaf sekarang! "Aku muak melihatmu selalu membangga-banggakan piala itu! Padahal cuma beruntung doang!"

Kali ini Len merasa ingin bunuh diri sekarang juga. Beg* banget sih.

"Kau…" urat nadi telah memenuhi kepala Rin. Mukanya merah padam karena marah. "KAU MENYEBALKAN LEEEEENNNN!"

Flashback: Off


.

.

"Kau memang menyebalkan Len," ucap Rin pilu, "kau sangat menyebalkan. Aku membencimu."

Rin memeluk kedua kakinya. Ia berada ditaman sekarang. Berada di dalam rumah tempat para Vocaloid tinggal hanya akan membuatnya emosi—karena ia akan terus bertemu dengan Len. Makanya ia memutuskan untuk pergi dan menenangkan diri disini.

Sebenarnya bukan ia marah dengan Len, tapi tindakan Len yang terus-menerus memanasinya membuat ia terus lepas kendali. Padahal hanya perkara kecil, tapi sampai seperti ini.

"Kau memang bodoh, Len.."

Rin menghela napas, lalu mengatai Len dengan berbagai umpatan yang ia tahu.

~ January ~

Seminggu telah berlalu, dan ketegangan masih berlanjut. Kedua Kagamine terus menerus menghindari satu sama lain. Ya, sepertinya tak ada yang mau minta maaf duluan diantara mereka. Miku dan yang lainnya pun sudah tidak mengurusi hal ini, biar mereka urus saja masalah mereka sendiri, katanya.

Len meneguk susu rasa pisang kesukaannya. Ah, pisang memang selalu membuatnya tenang. Tapi pisang yang dimaksud bukan pisang yang suka ada di Rated M, bukan. Pisang yang dimaksud tentunya adalah pisang normal yang berwarna kuning—terkadang hijau. Len sangat menyukai pisang~ Agak sayang karena pisang entah kenapa sulit ditemui—atau Master memang malas membelikannya untuk dia.

Besok sudah tahun baru, Len baru menyadari hal itu ketika mendengar Meiko dan Luka melintasi dapur beberapa menit yang lalu. Mereka berdua terlihat sangat menantikannya, apalagi Vocaloid yang lain. Tak bisa dibayangkan segimana hebohnya perayaan tahun baru nanti. Tapi Len tidak, ia tidak bersemangat sama sekali. Ia tidak bersemangat akan semuanya karena pertengkaran sepelenya dengan Rin.

Lagian, ini memang sepenuhnya salah Len sih.

"Ah.. mendokuse.." keluh Len. Percuma saja memikirkan hal itu sekarang. Lebih baik ia berkeliling saja—siapa tahu pikirannya akan cerah kembali.

"Uwaaahh.. Uuh.."

Telinga Len terangkat. Mu-mungkin ia salah dengar, tapi, itu suara Miku bukan?

"Ma—masuta.. yamette.. Master.."

Len merapatkan telinganya ke dinding. Seingatnya, kamar yang paling dekat dengan dapur adalah kamar Master yang kedua (dari sekian banyak kamar yang Master punya). Dan tadi itu suara Meiko kalau tidak salah.

"Master! Pelan-pelan! Sa-sakit tahu!"

Yang ini suara Luka, Len sangat yakin. Apa yang mereka lakukan dikamar Master? Dengan suara yang sangat ambigu tersebut? Ja-jangan-jangan..

"MASTER! APA YANG SEDANG—Oh," Len terdiam. Ia melihat Master dengan berbagai perabotan—entahlah, aku tak tahu, sedang mengutak-atik tubuh mereka. Dan dengan mengutak-atik artinya adalah memodifikasi, seperti, kau tahu, menambah elemen-elemen tertentu kedalam suatu robot. Vocaloid itu robot, iya kan?

"Ah, Lenny," panggil Master. Sepertinya ia baru selesai dengan Miku. "Kau juga ingin dimodifikasi?"

"Hei Len! Lihat!" Meiko memamerkan senjata terbaru dilengan sebelah kanannya. "Lihat laser-beam ini? Ini bisa membuat kota hancur dalam sekejap! Hebat kan! Muahahaha.. Dan lagi masih banyak senjata lain disini! Ini hebat kan, Luka?!" Meiko terlihat bersemangat sekali. Dia memang pada dasarnya tomboy sih.

"Entahlah," Luka menatap benda asing ditubuhnya dengan tatapan tidak suka., "aku tak tahu."

"Aku baru saja belajar tentang beginian dari temanku. Ternyata seru juga! Kau ingin coba?" tawar Master dengan penuh bangga. Len mundur perlahan, lalu menggelengkan kepalanya.

"Oh iya, besok tahun baru." Luka mengalihkan topik pembicaraan. "Tahun ini kita ingin ngapain, Master?"

Master menepuk kepalanya, seperti baru ingat. "Oh iya! Ada saran? Aku belum menyiapkan apa-apa. Hobi baruku sepertinya benar-benar menyita waktu hehehe.." Master terkekeh, membuat semua orang yang disana sweatdrop.

"Aku sih inginnya kita main kembang api dipinggir sungai dekat kuil!" seru Miku, matanya sampai berbinar-binar begitu. "Kan seru kalau bisa bermain kembang api bersama orang-orang yang habis berdoa! Lalu kita bisa menyanyi bersama, dan kita bisa memanfaatkan senjata baru kita untuk membuat kembang api!"

"Huoh! Ide bagussss!" Meiko jadi ikutan senang. Dari semuanya, memang ia yang punya lebih banyak ragam jenis senjata hasil modifikasi Master.

"Boleh juga." Puji Master, "Bagaimana denganmu, Len?"

Len terdiam. Matanya membulat. Benar juga.. kenapa gak kepikiran ya?

"Lenny?"

"Aku punya ide!" Len berteriak kesenangan, membuat yang lainnya mempunyai tanda tanya besar. "Aku punya ide agar aku bisa berbaikkan dengan Rin!"

"Ho?"

"Untuk itu, aku membutuhkan bantuan kalian semua, Miku-neechan, Meiko-nee, Luka-nee, dan semua Vocaloid lainnya!" ujar Len. "Master juga! Jadi, mau kan kalian menolongku?"

Miku memasang tampang berpikir, seperti menimbang-nimbang untung ruginya. "Baiklah, asalah kau membelikanku banyak negi dari hasil penjualan lagu barumu nanti."

"Dan sake!" tambah Meiko. "Jangan lupa sake!"

"Dan tuna untuk Tako-chan." Ini sih Luka.

"Dan buanyak wortel!" tiba-tiba Gumi muncul.

"Dan es krim!"

"Jangan lupakan terung untukku!"

Lalu tiba-tiba muncul berbagai rikues dari semuanya entah darimana. Len tersenyum, ia senang teman-temannya mau membantunya begini—meski dengan upah sih.

"Master sih maunya kamu lembur nanti, siap?" tantang Master.

"Ya!" Len menjawab mantap. "Sekarang, ini rencananya.."

~ January ~

Angin malam berhembus kencang, tapi itu tidak membuat Rin masuk kerumah dan berlindung dari dinginnya angin malam. Rin menatap kebawah—kearah jalanan. Ia bisa menemukan banyak orang sedang lalu lalang ingin menuju kuil, mulai dari orang tua, orang pacaran, anak kecil, suami-istri, sampai kakak-adik.

Kakak-adik. Tiba-tiba ia teringat dengan Len. Memang tidak enak bertengkar dengan saudara di hari spesial begini, apalagi ini tahun baru. Tapi apa daya tidak ada satupun dari mereka yang mau meminta maaf duluan.

(Mata Rin lalu langsung berubah sendu).

"Kau tidak ke sungai?" sebuah suara memecahkan keheningan, "Semuanya sedang merayakan tahun baru disana loh." Kata Gumi sambil mengunyah wortelnya. Rin hanya menatapnya singkat, sampai ia melihat kebawah lagi.

"Kau sendiri, sedang apa disini?"

"Aku? Hanya mengambil beberapa wortel. Aku akan kembali lagi kesana." Balas Gumi. "Ayo."

"Hah?"

"Ayo kesana bersama-sama. Kau tidak berpikir untuk disini sendirian kan? Itu bukanlah perayaan tahun baru yang keren." Ujar Gumi sambil menyeret-nyeret Rin. "Ganti dulu bajumu. Gunakan yukata itu, lalu kita akan berangkat! Jangan lupa bawa selimut takut kau kedinginan!"

"Hei Gumi! Aku kan belum bi—"

"Sudah! Ayo buruan!" paksa Gumi tak mau tahu.

~ January ~

Rin terpaksa ikut karena paksaan Gumi. Ia memang keras kepala dan tidak pernah mau mendengar kata tidak. Jadilah ia disini, dengan balutan sebuah yukata bermotif jeruk dan selimut bermotif jeruk (lagi) dan pisang yang membalut badannya.

Rin menggosok-gosok tangannya. Ia menggumam kesal. Gumi bilang ia hanya akan pergi sebentar untuk memanggil yang lainnya. Tapi nyatanya? Gumi sudah pergi semenjak 30 menit yang lalu.

'Apa mungkin Gumi mengerjaiku? Apa mungkin Gumi… bersekongkol dengan Len untuk mengerjaiku?' pemikiran tidak baik ini terus menghantui Rin, apalagi sekarang ia tengah sendirian ditengah lautan manusia.

"Ayo mulai hitungannya! 10.. 9.." orang-orang disekitarnya mulai menghitung.

"8.. 7.. 6.."

"5.. 4.. 3.." Rin mulai ikut menghitung.

3.. 2.. 1..

"Selamat tahun baru, Rin."

Pssuuuuuuungggg. Dong dong dong. Bel tahun baru dibunyikan. Berbagai kembang api diluncurkan. Rin kaget, karena ketika menengok ia mendapati Len berada disampingnya, sambil mengunyah sebuah permen apel.

"Le-Len! Sedang apa kau disini?!" tanya Rin sewot. Len hanya membalasnya sambil menyodorkan permen apelnya.

"Hmm.. Karena ingin menawarimu permen apel?"

"LEN!" Rin membentak Len, entah kenapa ini terasa seperti déjà vu banget, "Aku serius!"

"Aku juga. Dan daripada kau berteriak seperti itu, lebih baik tonton kembang apinya. Acara utamanya baru akan dimulai."

Rin mengapit selimutnya dengan kesal. Len tidak serius menanggapi pembicaraannya, tapi ia tetap melakukan hal yang Len katakan tadi.

Psuuuuungg…

Rin terbelalak. Matanya basah. Ia memelototi Len dengan tajam, sementara Len hanya tersenyum dengan lembut (sebisa mungkin ia harus menyembunyikan semburat merahnya, ia malu tahu!). Rin lalu mengusap airmatanya, ia kembali melihat kelangit—kearah kata-kata yang dibuat oleh kembang api itu.

Aku suka kamu Rin! Maafkan aku, aku tidak sengaja sebenarnya waktu itu! Jangan membenciku, karena sebenarnya aku menyukaimu!

Rin tersenyum dibalik tangan yang sedang menutupi mukanya yang memerah karena malu. Teman-temannya memang usil, mereka pasti sudah merencanakan ini.

".. Kenapa baru bilang sekarang, Len?" tanya Rin. Len hanya memainkan rumput disekitarnya dengan perasaan bersalah.

"Aku tidak bermaksud untuk berbohong, Rin. Aku memang tidak sengaja menyenggol piala kebanggaanmu. Aku terlalu gengsi untuk mengaku. Ta—tapi aku sudah membetulkan pialamu! I-ini." Len menyerahkan sebuah kotak putih—yang sepertinya berisi Piala Jeruk milik Rin.

"Terima kasih sudah membetulkan, tapi yang kumaksud bukan yang ini." Kata Rin sambil menerima kotak itu. "Yang satu lagi. Kenapa baru mengatakannya sekarang?"

"Ah—oh, itu." Muka Len langsung berubah merah. "Kenapa ya? Mungkin karena aku malu."

"Malu jadinya kau berniat menembakku lewat hadiah tahun baru?" tebak Rin. Mata Len langsung memicing.

"Da—darimana kau tahu?"

"Gumi memberiku sebuah bingkisan berisi selimut, dan ada kartu ucapan berisi sebuah pernyataan didalamnya." Jelas Rin. Dirapatkannya lagi selimut bermotif jeruk-pisang yang membalutnya.

"Ugh, Gumi.." Len sulking. Pantas ia tidak bisa menemukan hadiahnya dimanapun.

Keduanya lalu terdiam. Tidak ada yang mau membuka pembicaraan (lebih tepatnya mungkin terlalu malu).

"La-lalu gimana?" tanya Len duluan. Rin memiringkan kepalanya bingung.

"Kau kan sudah tahu perasaanku, jadinya bagaimana Kagamine Rin-nee—tidak, Kagamine Rin-san?"

Rin memasang pose berpikir ala Miku, yaitu menimbang-nimbang antara untung dan rugi. "Kalau aku menolak?"

"Maka aku akan frustasi, menyiksa diriku, lalu meng-uninstall diriku seperti lagu yang pernah Kaito-nii nyanyikan." Ujar Len jujur. Rin gubrak, tidak percaya akan perkataan Len. Segitu cantiknya kah dirinya sampai Len tergila-gila padanya?

Rin, kau terlalu narsis. Dimana-mana juga cantikkan author kali. *duesh*

"Ah," Rin baru ingat, "aku belum memberimu hadiah tahun baru, Len."

"Rin, jangan mengalihkan pembicaraan—ah," ucapan Len terpotong. Rin baru saja menciumnya, dan siapa sih yang menolak ini? Len pun balas mencium Rin, dan setelah itu ayo kita potong deskripsi ciuman mereka takut anda sekalian batal puasanya.

"Hadiahku, dan jawaban dariku." Ucap Rin pendek. Warna mukanya senada dengan warna tomat.

"Wow," Len tersenyum lebar. Diraba terus bibirnya berulang kali. "aku sangat suka hadiahku. Tapi aku belum mengerti maksud dari jawabanmu. Bisa ulangi lagi?"

Gusrak!

Len dan Rin menoleh kearah suara tersebut, dan mereka mendapati Kaito yang terjerebab, Miku yang marah-marah, dan Master serta Vocaloid lainnya yang sedang menyiapkan api unggun untuk memanggang Kaito.

"KAITO BODOOOOOOOOOHHHHHH! Kau malah terjatuh! Kau merusak suasananya tahu! Padahal Len tadi sudah Spice!Mode begitu! Kaito bodohhhhh!" Miku langsung menyiksa Kaito dengan berbagai macam senjata hasil modifikasi Master.

"Senang melihat hobi baruku berguna." Ujar Master sambil meniup-niup agar apinya semakin membesar. Master diam-diam seorang sadis rupanya..

Sementara kegajean sedang melanda mereka, Len dan Rin hanya saling berpandangan. Rasanya agak canggung untuk meneruskan yang tadi.

"Emm.. Mau bergabung dengan mereka?" pinta Rin. Len mengangguk sambil mengulurkan tangannya.

"Ya. Ayo." Ujarnya setuju. Tapi sebetulnya dia kecewa sekali.

Dan malam tahun baru yang sangat spesial itu pun dihabiskan dengan penuh kesenangan. Meiko puas dengan senjata baru yang ia punya, Master senang dengan hobi barunya, Kaito yang menderita kerusakan mekanis dimana-mana, dan kedua sejoli Kagamine yang berbahagia. Ditutup dulu ya, sampai jumpa di chapter selanjutnya! Selamat tahun baru! (udah Agustus woi!)

-FIN


NP: Fire Flower – Clear

A/N : Yossh! Dan dimulailah project "12 Months of Love"ku! Sempet galau antara zodiak apa bulan dalam kalender, tapi setelah nyadar kalo ada satu zodiak yang bisa-bisa jadi songfic.. jadinya ini aja! Agak gaje emang, tapi anda menikmatinya bukan? #duesh

Karena fic ini direncanakan untuk dibuat sampai chapter 12, jadi saya menerima rikues! Dengan format ~ "Pairing yang diinginkan/Bulan apa/Event istimewa dibulan itu apa (kalo bisa pake tanggal)"

Contoh: LenRin/Januari/1 Januari – Tahun Baru atau LenRin/Agustus/Olympics seperti itu. Saya tunggu req-nya! Pair boleh BL/shonen-ai, tapi diusahakan straight (karena setau saya pembaca FVI kebanyakan suka staright ._. #sotoy). Saya tidak menerima shoujou-ai. Dan sebelum lupa, pair yang sudah dibuat cerita tidak bisa di req lagi ^^b (biar beragam gitu).

Terima kasih sudah membaca! Saya akan usahakan apdet secepat yang saya bisa!

~Sign,

Mochiyo-sama

Info: Untuk bulan Februari-Maret, April, dan Desember tidak bisa dirikues, karena saya sudah punya rencanya sendiri muahahaha #dor