Em... ini... jangan tanya... saya sedang berusaha mengikuti salah satu challenge di Infantrum, yaitu four seasons :D

Fic ini terdiri dari 4 chapter, semacam sekumpulan one-shot dengan musim yang berbeda-beda, tetapi masih memiliki relasi setiap chapternya... begitulah :) dan untuk chapter pertama, saya mengambil 'Spring' dengan prompt 'Waltz'... so... hope you enjoy! (or not...)


Memories of Their Seasonal Year

Disclaimer: ATLUS owns Persona 4

For Infantrum Challenge: Four Seasons, Format 3

Thanks to Sekar Nasri (as challenger)


Chapter 1: When Spring Touch the Musical Night

"Selamat pagi, Naoto-sama. Pagi yang indah, bukan?" Yakushiji tersenyum pada gadis di hadapannya yang walaupun telah berpenampilan cukup rapi, ia masih tampak mengantuk.

"Um… ya…" Naoto menjawab singkat, mengusap sedikit kedua matanya.

"Musim semi tahun ini… lebih indah dari biasanya. Anda harus melihatnya sendiri, Naoto-sama. Kau siap ke sekolah?" Yakushiji bertanya dengan senyum tersungging di bibirnya seraya ia meletakkan secangkir teh di atas meja.

"Earl Grey?" Naoto bertanya pelan tanpa mengharapkan jawaban, sementara tangan kanannya meraih cangkir teh. Yakushiji mengangguk.

"Baik untuk menghilangkan depresi… saya harap Naoto-sama menikmati musim semi ini tanpa beban berat." Ia tersenyum sambil memperhatikan Naoto yang mulai meneguk perlahan teh tersebut.

"Terima kasih. Aku berangkat ke sekolah dulu." Naoto segera berdiri, meraih tas dan mengenakan topinya ketika ia berjalan ke arah pintu.

"Hati-hati di jalan…" Yakushiji mengangkat tangannya dan melambai pelan.


"Bagaimana, Souji? Kau tertarik, kan?" Yosuke menyenggol Souji dengan sikutnya, mengharapkan pemuda berambut abu-abu di sampingnya itu memberikan jawaban.

"Aku… tidak tahu, Yosuke. Naoto bukan tipe yang… mengikuti acara seperti ini." Souji menjawab ragu, ketika mereka berdua sedang berdiri di depan papan pengumuman sekolah, memperhatikan flyer yang tertancap pada papan.

"Oh, tenanglah, partner. Kalau kau yang mengajaknya, aku yakin Naoto tidak akan menolak!" Yosuke mulai menepuk-nepuk pundak Souji, berusaha meyakinkan pemuda tersebut. Souji hanya tersenyum kecil.

"Baiklah… kucoba mengajaknya hari ini…"


Naoto sedang memperhatikan suasana di sekitarnya dengan tatapan kagum. Tanpa disadarinya, rona merah yang samar-samar mulai mewarnai paras manisnya. Bunga-bunga aneka warna yang mekar sempurna, aliran sungai jernih yang berbunyi tenang dan teratur mengalun di telinganya, hembusan angin yang membelai halus rambut, aroma harum pepohonan, tanah dan bunga-bunga yang terpadu harmonis.

Naoto nyaris belum pernah menyadari keindahan musim semi, terutama tahun-tahun terakhir ini. Ia terlalu disibukkan dengan kasus dan hal-hal lain yang menguras otak, tidak pernah membiarkan dirinya untuk memperhatikan alam di sekitarnya terlalu lama, ataupun membiarkan pikirannya tenang tanpa beban. Namun sekarang ia dapat menikmati hal itu, kasus pembunuhan serta penculikan di Inaba telah terpecahkan dengan baik.

'Mungkin… terkadang tidak ada salahnya juga aku mengistirahatkan pikiran dan menikmati alam ini.'


Sesampainya di sekolah, Naoto segera menuju loker sepatunya, ketika ia merasakan seseorang menepuk pundaknya perlahan dari belakang. Gadis itu menoleh dan mendapati… Seta Souji, senior sekaligus kekasih gadis itu, sedang berdiri dengan senyum ramah menghiasi wajahnya.

"Selamat pagi, Senpai." Naoto tersenyum.

"Selamat pagi…" senyum masih belum memudar dari wajah Souji. Pemuda itu kemudian segera melanjutkan kalimatnya, berniat menumpahkan apa yang ada di pikirannya sekarang. "Apa kau tahu… bahwa minggu depan ada acara yang cukup menyenangkan di sekolah ini?"

"Hm? Acara apa?" Naoto mengangkat salah satu alisnya, sedikit bingung dengan pertanyaan Souji.

"Pesta dansa. Kau mau ikut? Menjadi pasanganku…" Souji mulai menggaruk kepalanya yang tidak gatal, wajahnya mulai merona merah, sementara jantungnya berdegup. Souji nyaris tidak pernah terlihat khawatir dalam hal apapun... kecuali…

"Eh? Um… i-itu…" Naoto merasa pipinya mulai terbakar dari dalam. Ia menjawab ragu. "A-aku… tidak punya… gaun… dan lagi, aku sama sekali tidak pantas mengikuti acara ini… Senpai."

Ditolak oleh gadis yang sangat berharga baginya, itulah salah satu dari sekian banyak hal yang dapat membuat Souji gentar. Souji segera menyuarakan pikirannya.

"K-kalau soal gaun, kau bisa meminta bantuan Rise untuk memilihkan yang cocok untukmu, bukan? Dan lagi… menurutku, kau pantas mengikuti acara itu, mengapa tidak? Kau terlihat sangat manis hari Natal tahun lalu, dengan seragam sekolah perempuan."

Jantung Naoto berdegup kencang dan ia merasa wajahnya semakin panas. Kali ini rona merah pada wajahnya terlihat sangat jelas, dan tidak dapat ditutupi dengan topi biru di kepalanya. Gadis itu menjawab perlahan. "Aku… tolong beri sedikit waktu, biar kupikirkan dulu. Terima kasih tawarannya, Senpai."

"Naoto… bagaimana kalau… kutunggu kau di pesta dansa minggu depan? Aku tidak memaksamu, tapi… kehadiranmu adalah jawabanmu, bagaimana?"


"Pesta dansa?" Yakushiji bertanya sekali lagi, meyakinkan pendengarannya. Sementara Naoto hanya mengangguk perlahan. Senyum mulai terhias di wajah sang sekretaris Shirogane Estate tersebut. "Bagi saya tidak masalah, Naoto-sama. Lagipula… masalah gaun, ibu anda memilikinya."

Naoto bertanya ragu. "Eh…? Ibu? Apa ukurannya…"

"Pas. Ibu anda juga tidak tinggi, tubuhnya cukup kecil, hampir sama seperti diri anda, Naoto-sama. Biar kuambilkan gaun miliknya. Seandainya Shirogane-sama ada di sini, ia pasti senang melihat anda mengenakannya. Terkadang ia memberitahuku bahwa ia mengharapkan Naoto-sama lebih menjadi seperti remaja perempuan biasa, tanpa mempermasalahkan jenis kelamin, ataupun kasus-kasus secara berlebihan."

Naoto merasa sedikit terkejut dengan pernyataan Yakushiji. "Kakek… berkata seperti itu?"

Yakushiji hanya mengangguk sebagai jawaban, kemudian ia mulai berjalan ke lantai dua.


Yasogami High School, 18.17 P.M

Hari ini adalah hari pesta dansa diadakan. Souji sedang berdiri di aula, memperhatikan murid-murid yang menghadiri pesta tersebut. Pemuda itu mengenakan pakaian formal; tuxedo berwarna hitam, kemejanya yang putih, dengan dasi panjang hitam terlipat rapi di kerah kemejanya. Seseorang kemudian menepuk pundaknya dari belakang. Ketika Souji menoleh, ia mendapati sahabatnya, Hanamura Yosuke, yang mengenakan pakaian yang sama dengannya, kecuali dasi berbentuk pita yang melingkari kerahnya.

"Yo! Souji, kau berhasil mengajak Naoto?" Yosuke bertanya dengan senyum ceria di wajahnya. Souji tersenyum tipis.

"Aku tidak tahu," jawab pemuda tersebut singkat, yang hanya disambut dengan pertanyaan penuh kebingungan dari sahabatnya.

"Tidak tahu? Apa maksudmu? Bukankah kau—"

"Bagaimana dengan Chie? Ia hadir, kan? Kau mengajaknya…" Souji segera memotong pertanyaan Yosuke. Wajah Yosuke mulai memerah.

"Eh… ya. Dia menerimaku… ehm… kuharap ia berdansa dengan baik, bukannya melancarkan tendangan yang entah disengaja atau tidak padaku…" Yosuke tiba-tiba tampak ragu. Souji hanya tertawa kecil mendengar serangkaian kalimat yang dilontarkan Yosuke.

"Hei, Yosuke! Souji-kun!" Chie menyapa mereka berdua, dengan gaun berwarna putih menutupi tubuhnya. Souji dapat melihat rona merah secara mendadak mewarnai wajah Yosuke.

"Ch-Chie… kau… kau orang yang sama dengan gadis penggila steak tidak tahu diri dan maniak kungfu yang berada satu kelas dengan kami? Itu kau?" Yosuke bertanya tidak percaya. Chie tampak lebih manis dengan gaun putih itu. Roknya panjang menutupi hingga pergelangan kakinya, dengan sedikit kain satin hijau samar menghiasi bagian rok. Sementara ia mengenakan hiasan kepala berbentuk bunga putih pada rambut coklat pendeknya.

Chie segera menyambut pertanyaan Yosuke dengan tendangan menyakitkan di titik vital. "Apa maksudmu dengan 'gadis penggila steak tidak tahu diri dan maniak kungfu' itu, hah! YOSUKEE!"

"IYA, AKU TAHU! Ini pesta dansa, tolong hentikan hal-hal ini, Chie. Kita akan berdansa." Nada suara Yosuke tampak seperti orang yang sedang menahan sakit luar biasa pada tubuhnya. Chie tampak terdiam sejenak.

"Yosuke… sebenarnya aku tidak terlalu memikirkan hal ini… tapi… aku tidak bisa berdansa, maaf kalau aku akan sering menginjak kakimu, menyenggolmu, atau bahkan menendangmu secara tidak sengaja nanti." Chie tersenyum polos. Yosuke hanya menghela napas.

'Sudah kuduga…' batin pemuda berambut coklat itu, siap menerima 'kecerobohan' Chie. Souji hanya menggeleng perlahan.

'Dua orang ini tidak pernah berubah… dulu maupun sekarang… kecuali… Yosuke yang mulai berani mengambil inisiatif…' Souji tersenyum simpul.

"Selamat malam, Souji-kun, Chie, Yosuke-kun."

"Yo! Souji-senpai, Yosuke-senpai, dan Chie-senpai!" Terdengar nada suara lembut yang kemudian diikuti suara berat di telinga mereka. Chie kemudian menoleh dan mendapati sahabatnya, Amagi Yukiko, dan salah satu kouhainya, Tatsumi Kanji, telah berdiri di dekat mereka.

"Oh, Yukiko! Kau cantik sekali! Kanji-kun, kau juga… rapi, lebih keren… ahaha." Chie tampak terkagum-kagum dengan kedua orang di hadapannya. Yukiko mengenakan gaun merah muda, roknya panjang hingga menutupi kaki, lengannya pendek, disertai kalung berliontin emas melingkari lehernya, dan sesuatu yang selalu menunjukkan ke-khas-an Yukiko, bando merah yang menghiasi kepalanya, namun kali ini bando merahnya disertai sedikit renda pada ujungnya, membuatnya tampak manis. Penampilan Yukiko tampak sangat anggun.

Sementara Kanji mengenakan tuxedo hitam yang mirip dengan milik Yosuke, hingga dasi pitanya yang juga hitam. Kanji menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Yosuke memulai pembicaraan.

"Kalian pergi berdua? Wah, Kanji… tidak kusangka… kau mulai berani, ahaha." Yosuke mulai tertawa jahil. Sementara Kanji tampak memanas.

"TUNGGU! Kami hanya kebetulan pergi berdua karena Ma ingin melihat Yukiko-senpai mengenakan gaun yang kami desain! Karena itu Yukiko-senpai meluangkan sedikit waktunya ke Tatsumi Textile sebelum berangkat ke pesta dansa!" ujar Kanji, tangannya telah membentuk kepalan dan siap meninju Yosuke kapan saja.

"B-baiklah, dude, turunkan tanganmu! Aku hanya bercanda!" Yosuke tampak terganggu dengan gerakan Kanji. Kanji segera menurunkan tangannya, sesuai harapan Yosuke.

"Tinggal menunggu… Rise-chan dan Naoto-kun… Souji-kun, kau tidak mengajak Naoto-kun?" Yukiko bertanya, mengalihkan pandangannya pada Souji. Souji hanya terdiam sejenak, kemudian menjawab singkat.

"Aku mengajaknya… tapi… aku belum tahu ia menerima atau tidak…" tentu saja, jawaban Souji membuat Yukiko agak heran.


"Naoto-kun! Ayo cepat! Kau terlihat manis sekali dengan gaun itu, Souji-senpai akan senang melihatmu!" Rise menarik lengan Naoto. Rise telah mengenakan gaun merah mudanya, ia terlihat sangat manis. Rambut ikal kemerahannya yang biasa dikuncir dibiarkan terurai lemas menuruni bahunya. Sementara wajah Naoto semakin memerah.

"Ri-Rise! Penampilanku… aneh! Sebaiknya aku tidak ikut, kau pergi dulu saja!" Naoto segera berusaha melepaskan tangannya yang ditarik oleh Rise. Sekarang mereka sedang berada di jalan depan sungai Samegawa, yang hanya disinari oleh cahaya bulan dan bintang yang singgah di langit kelam. Namun Rise justru memperkuat genggamannya, menarik sahabatnya itu ke arah sekolah.

"Kau harus lebih percaya diri! Tenang saja, penampilanmu manis, aku merasa seakan-akan sedang berada di dekat orang yang sama sekali berbeda! Souji-senpai akan menyukainya, aku yakin!"


"Yeaahh! Ladies and gentlemen! Teddie di sini akan menjadi host kalian selama acara ini berlangsung! Yeyy!" suara Teddie menggema hingga ke sudut aula melalui microphone yang digenggamnya, sementara ia berdiri di atas panggung dengan kemeja putihnya dan jas putih berekor, disambut tepuk tangan riuh dari murid-murid hingga para guru dan kepala sekolah yang menghadiri acara tersebut.

Kecuali empat orang yang berada di dekat pintu aula. Souji berkali-kali mengusap kedua matanya, tidak percaya akan penglihatannya, begitu juga Kanji, Yukiko, dan Chie. Satu-satunya yang tidak tampak terkejut hanya Yosuke. Souji segera mengalihkan pandangannya pada Yosuke yang sudah tersenyum simpul.

"Apa-apaan ini, Yosuke! Kenapa Teddie yang memimpin acara ini! Aku tahu, pasti kau biang keladinya!" Chie segera menghampiri Yosuke, gadis itu tampak siap menghajar Yosuke kapan saja.

"Tu-tunggu! Mengapa kau tiba-tiba menyalahkan aku! Lagipula, tidak buruk juga, kan? Teddie dapat dipercaya, setidaknya. Kepala sekolah juga sudah setuju, ia sudah cukup mengenal Teddie. Kepala sekolah cukup sering berbelanja di Junes, dan dia cukup menyukai maskot Junes, Teddie!" Yosuke berusaha membela diri. Chie hanya menghela napas.

"Acara akan segera dimulai! Mari kita awali dengan… hentakan musik panas, musik rock!" suara Teddie menggema. Souji yang mendengarnya hampir kehilangan keseimbangannya. Yosuke tampak kehilangan harapan, sementara Chie mulai menggenggam kerah Yosuke dengan kesal. Yukiko hanya tersenyum simpul dan Kanji mengangakan mulutnya. Sementara orang-orang yang menghadiri pesta hanya kebingungan.

Tiba-tiba, salah seorang guru, yang tidak lain adalah Mr. Kondo, naik ke atas panggung dan membisikkan sesuatu pada Teddie. Teddie yang menyadari kesalahannya segera mulai berbicara lagi.

"Ahaha, yang barusan, Teddie hanya bercanda, kuma! Mari kita awali dengan… 'wats'!" Teddie lagi-lagi salah menyebutkan jenis musik yang akan digunakan. Namun pemuda berambut pirang itu hanya tertawa-tawa tanpa menyadari kesalahannya.

"Waltz…" koreksi Souji sambil bergumam kecil.


Musik mulai mengalun merdu, mengalir hingga ke sudut-sudut aula. Yosuke dan Chie tampak kesulitan mengikuti alunan musik.

"Agh!" Yosuke meringis kesakitan ketika Chie tidak sengaja menginjak kaki Yosuke. "Ch-Chie, di bagian itu, pelan-pelan saja… jangan terlalu banyak bergerak…" Yosuke memperkuat genggamannya pada tangan Chie, membuat wajah gadis itu memerah.

"Ba-baik… ehm… begini?" Chie mulai mencoba mengikuti alunan musik, yang berakhir kakinya menyenggol pergelangan kaki Yosuke. Yosuke kembali meringis.

"Setelah ini… berputar…" bisiknya pelan sementara musik masih mengalun. Chie mencoba menuruti Yosuke, putarannya bagus, namun ketika Yosuke hendak menarik Chie ke depannya, gadis itu sedikit tersentak, dan kembali menginjak kaki Yosuke dengan sekuat tenaga, tanpa menyadarinya.

"Yosuke-senpai tampak berusaha tegar…" Kanji bergumam kecil, yang kemudian disambut tawa kecil Yukiko.

"Chie tidak pernah pandai dalam hal seperti ini… tapi dia cukup cantik mengenakan gaun dan terlihat lebih feminim, kan?" Yukiko kemudian kembali memperhatikan Yosuke yang tampak menderita, gerakan mereka seperti sedang berdansa, namun ekspresi Yosuke seperti orang yang menahan sakit. Yukiko mulai tersenyum, yang kemudian berubah jadi gelak tawa. "Hmmph… haha… AHAHAHAHAHAHA~ mereka memang… pfftt… lebih terlihat... seperti… puh… pasangan pelawak yang sedang menari~"

Kanji hanya menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Yukiko-senpai, kata-katamu tajam juga…" Kanji kemudian memperhatikan Yukiko. "Rasanya… tidak ada gunanya aku kemari… Rise memaksaku datang… tapi…"

"Mau berdansa bersamaku, Kanji-kun?" Yukiko tiba-tiba memotong perkataan Kanji. Kanji melongo.

"E-eh! Tapi… aku tidak bisa…" Kanji merasa ragu. Sejak tadi, Yukiko selalu ditawari dansa oleh murid-murid laki-laki, namun semua ditolaknya. Sekarang Yukiko mengajak dia, Tatsumi Kanji, pemuda garang yang sama sekali tidak pandai dalam hal ini.

"Aku akan mengajarimu, tenang saja, aku tidak keberatan… sepertinya menyenangkan juga… kau tahu apa yang harus kau katakan, Kanji?" Yukiko memperhatikan Kanji. Kanji menelan ludah, kemudian berjalan mendekati Yukiko. Ia mengulurkan satu tangannya.

"M-m-maukah kau… b-berdansa denganku...?" Kanji tampak ragu, sementara Yukiko tersenyum puas. Kemudian gadis anggun itu meraih tangan Kanji, dan mereka mulai berjalan bersama-sama ke tengah-tengah aula, yang tentunya mendapat banyak perhatian dari murid-murid hingga para guru. Bagaimana tidak? Amagi Yukiko, gadis anggun yang populer di sekolah, dengan Tatsumi Kanji, pria sangar yang paling ditakuti di Yasogami High.

"Woah… calon pasangan baru…" Yosuke tampak sedikit terkejut dengan Yukiko dan Kanji. Sementara Chie hanya tertawa kecil, kemudian menginjak kaki Yosuke, kali ini disengaja.

"Aw! Chie, kau ini—"

"Kau bodoh, Yosuke... kau terlambat menyadarinya, ya." Chie tertawa kecil, kemudian mereka mulai berdansa, menikmati kebersamaan mereka.


Souji sedang berdiri di dekat pintu, sedikit lelah setelah menolak gadis-gadis yang mengajaknya berdansa. Ia masih menunggu Naoto. Apa gadis itu… tidak datang?

Tiba-tiba, pintu aula terbuka, memperlihatkan sosok Kujikawa Rise, gadis itu tersenyum ceria dengan gaun merah muda menghiasi tubuhnya. Ia tampak sedang menyeret seseorang… seseorang yang sangat ditunggu Souji.

"Ah, Souji-senpai! Lihat Naoto-kun, aku menyeretnya untukmu~" napas Rise agak tersengal ketika ia mengatakan ini, ia tampak lelah, namun senyum cerianya belum memudar. Rise kemudian mendorong Naoto untuk menghadap Souji. Wajah Souji mulai merah padam. "Ahaha, aku tidak akan mengganggu kalian berdua, aku pergi du—"

"Rise-chan! Kau ingin berdansa denganku?" Teddie tiba-tiba muncul di depan Rise.

"Eh? Teddie?"

"R-Rise-san, kau ingin berdansa denganku?" tiba-tiba murid-murid laki-laki mulai berdatangan, menawarkan dansa pada Rise. Gadis itu tampak kebingungan.

"Dengan Teddie saja! Kalian tidak pantas untuk Rise-chan! Ayo, kuma!" Teddie mulai menarik lengan Rise. Idola itu mulai tersenyum.

"Sepertinya aku harus mengajarimu banyak tentang bagaimana mengajak seorang gadis berdansa, Teddie." Rise tertawa. Mereka berdua kemudian meninggalkan Souji berdua dengan Naoto. Souji masih tampak cengo.

"Um… Naoto, itu kau?" Souji tampak tidak mempercayai penglihatannya. Naoto terlihat sangat feminim, tampak benar-benar seperti orang yang berbeda. Naoto mengenakan gaun putih kebiruan yang cukup sederhana, tidak tampak terlalu mewah, namun membuatnya terlihat manis.

"I-ini… sama sekali bukan—maksudku, tidak mencerminkan diriku… aku harus—"

"Bersediakah kau berdansa denganku, putri?" Souji tiba-tiba menyunggingkan senyum lembut seraya ia mengulurkan tangannya. Naoto merasa wajahnya mulai panas.

"Ah… ya…" Naoto menjawab ragu, kemudian mengangkat satu tangannya dan meletakkannya di atas tangan Souji. Tanpa disadarinya, gadis itu mulai tersenyum malu.

"Ayo…" Souji kemudian menggenggam lembut tangan gadis itu, ketika mereka mulai berjalan ke lantai dansa. Naoto dapat melihat Yosuke dan Chie yang sedang berdansa kaku tersenyum pada mereka, juga Yukiko yang anggun dan Kanji yang tampak susah payah mengikuti gerakan Yukiko, Rise yang kesulitan dan tampak kesal dengan gerakan Teddie yang kurang sesuai dengan alunan musik dan sering berjingkrak-jingkrak.

"Aku tidak bisa berdansa… Yakushiji-san pernah sekali mengajariku dulu untuk menghadiri acara formal semacam ini, tapi… percuma… aku sering menyakiti Yakushiji-san, terutama di bagian kaki." Naoto bercerita jujur. Ia tampak malu, wajahnya memerah. Souji hanya tersenyum.

"Tenang, kuajarkan kau pelan-pelan… dengar alunan musik ini… 'Adagio'…" Souji mulai bergerak perlahan, membiarkan Naoto mencoba mengikuti langkahnya. Tiba-tiba musik mulai mengalun sedikit lebih cepat. "Ikuti langkahku… tenang saja, aku memegang tanganmu… 'Accelerando'… 'Andante'… ini masih cukup lambat… aku yakin kau bisa." Souji tersenyum pada gadis itu. "Sekarang… 'Andante un poco adagio', tempo seperti langkah kaki yang lambat…"

Naoto tidak sengaja menginjak kaki Souji, saat ia berusaha mengikuti tempo, membuat Souji sedikit meringis. "Ma-maaf, Senpai…"

"Tidak masalah." Souji masih belum memudarkan senyumannya. "Menyenangkan, bukan?" Souji tiba-tiba berbicara tentang hal lain. Naoto hanya tersenyum.

"… Jika bersamamu, Senpai… ini sangat menyenangkan… walaupun biasanya aku tidak pernah menyukai dansa seperti ini…" Naoto berkata jujur, membuat senyum Souji semakin melebar.

"Setelah ini… kita ke atap sekolah bersama… bagaimana?"


"Indahnya… sudah lama aku tidak melihat langit malam sedekat ini…" Naoto memperhatikan langit gelap yang dihiasi cahaya bintang-bintang yang cantik. Ia dan Souji sedang berada di atas atap.

"Angin malam memang sejuk, bukan? Kalau kau bayangkan musik tadi, mungkin kau dapat melihat bahwa bunga-bunga dan daun-daun pepohonan yang terbelai angin seakan-akan sedang menari… memiliki tempo yang teratur…" ujar Souji sambil tersenyum, ia kemudian mulai tertawa kecil. "Hm… lupakan perkataanku barusan, mungkin suasana pesta dansa masih singgah di hatiku."

Naoto hanya tersenyum. "Senpai… bungkukkan badanmu sedikit…"

"Hm?" Souji hanya bereaksi singkat, kemudian ia mulai membungkukkan tubuhnya sedikit ke depan.

"Kau terlalu tinggi… sedangkan aku yang paling… pendek… di antara Chie-senpai, Yukiko-senpai dan Rise…" Naoto kemudian berjalan perlahan mendekati Souji, kemudian mulai mengecup lembut sebelah pipi pemuda itu. Souji merasa wajahnya panas dari dalam.

"Terima kasih atas malam yang sangat berkesan ini, Senpai…" Naoto menyandarkan tubuhnya pada Souji. Dan mereka menikmati kekayaan malam musim semi bersama-sama… tanpa ada yang mengganggu mereka.


A/N: Wogh...! -_-" I'm clueless... gaje banget, aneh, pointless... maaf... -ditimpuk- yeah, walopun ini multi-chap, tapi ga jauh", intinya ini juga one-shot (kelemahan saya) pokoknya, I'm clueless... hiaahh Dx

A-aneh? Pasti aneh, kan? T^T oh ya, soal gaun dan semacamnya, tolong jangan tanya terlalu jauh (kayak ada yang nanya aja) karena saya paling ga ngerti soal begitu"an... dan 'Adagio', 'Andante' dan sebagainya, itu adalah istilah musik yang menunjukkan tempo... semacam itulah :D oh ya, sedikit perbaikan chapter ini atas saran dari Sekar Nasri, terima kasih banyak! XD

Em.. ehm... -batuk" gaje- review? walopun hanya sedikit... flame juga ga apa... (emang layak kok...)