Of Truths & Lies
Yoroshiku ne, minna-san!
Haaah... *menghela napas, pembaca tutup hidung*
Akhirnya. Ini cerita pertama Noa!! Ceritanya berlatar di Jepang modern.
Ah, ya. Nanti Deidara dan Naruto jadi kakak-beradik. Noa sering liat ada yang begitu.
Pokoknya homo gak homo, BACA!!! *author dimasak pembaca*
Un, itadakimasu~!! (selamat makan??)I. Prologue: Sebuah Perkenalan
Awal musim semi di bulan April, saat bunga-bunga sakura tengah bermekaran, dan angin sepoi-sepoi terasa menghanyutkan hati... Di siang nan cerah dan sejuk itu, sebuah truk pengangkut barang yang besar datang ke sebuah daerah perumahan di sebuah kota. Terlihat sebuah mobil sedan berwarna biru tua memimpin truk tersebut untuk mengekorinya. Kedua kendaraan itu melaju dalam kecepatan sedang. Kian lama kian mendekat - dari pandangan seorang bocah lelaki kecil berambut hitam itu - kedua kendaraan itu kian mendekati rumahnya dari arah kanan. Bocah itu mengamati dari atas balkon rumahnya dengan seksama... Ya, tampaknya mobil sedan itu akan berhenti di dekat rumahnya. Sebentar ia melihat ke sebuah rumah kosong bertingkat dua yang tepat berada di sebelah kiri rumahnya. Sebuah papan kayu yang berdiri di depan rumah itu menarik pandangannya. Papan kayu yang bertuliskan "TERJUAL" itu semakin meyakininya kalau ia akan punya tetangga baru. Bocah berumur enam tahun itu memang belum yakin apa 'tetangga baru' yang dimaksudkan itu bisa menjadi temannya – karena sangat sedikit tetangga yang bisa ia ajak bermain, namun ia sangat yakin kalau rumah kosong itu akan dihuni oleh seorang atau sekelompok orang baru. Memang sudah lama rumah itu kosong...
Tepat saat bocah itu akan menengok kembali pada kedua kendaraan itu, sudah dilihatnya keduanya berhenti di depan rumah kosong tersebut. Ia tersenyum puas karena dugaannya tepat. Segera dua orang dewasa keluar dari truk dan menghampiri jendela kanan depan mobil sedan biru itu. Sang penyetir mobil pun menurunkan kaca jendelanya dan sedikit berbincang-bincang. Lalu, kedua orang tadi segera membuka pintu bagasi truk dan mulai mengeluarkan dan menurunkan barang-barang. Seorang wanita muda berambut merah keluar dari mobil sedan dan berjalan mendekati pintu belakang mobilnya. Ia membuka pintunya dan dapat terlihat bahwa wanita itu juga mempunyai seorang anak. Tidak sabar lagi, bocah berambut hitam itu segera menuruni tangga menuju lantai dasar rumahnya.
"Ayah! Ibu! Kita punya tetangga baru!" begitu serunya saat sampai di lantai dasar.
Tak disangka, ternyata kedua orangtuanya juga sudah berdiri di luar rumah, menyaksikan kedatangan para tetangga baru. Bocah yang bernama Itachi itu segera berlari menghampiri ayah dan ibunya dan berdiri disamping mereka berdua.
"Sepertinya, selain dapat tetangga baru, kau juga akan dapat teman baru," ujar ibunya kepada bocah berambut hitam itu sambil tersenyum. Itachi tertawa kecil dan membalas senyuman hangat ibunya itu. Ya, sebenarnya dalam hati kecilnya ia merasa sedikit senang. Mungkin anak baru ini bisa menjadi temannya. Itachi memang tidak mempunyai banyak teman di sekolah maupun di lingkungan rumah. Kemungkinan karena memang Itachi agak kikuk dan kurang suka keramaian. Jadi, ia berharap banyak untuk anak ini. Ia tak sabar untuk menemuinya...
"Ah, itu dia, Itachi," kata ibunya saat anak baru itu keluar dari mobil – setelah berhasil dipaksa ibunya. Anak itu keras kepala juga, ya, pikir Itachi.
Tiba-tiba wanita berambut merah itu melihat ke arah keluarga Uchiha yang sedang memperhatikan mereka. Wanita itu tersenyum kecil, lalu kembali menghadapi anaknya satu-satunya itu – setidaknya saat itu.
"Jangan manja. Lihat, kita diperhatikan mereka. Jadi bersikaplah dengan baik," Kushina menegaskan, menatap anaknya dalam.
"Aku tidak mau pindah, un!" bentak anak berambut pirang yang keras kepala itu, tidak mempedulikan perkataan ibunya.
"Masih karena itu juga? Hmm, baiklah. Hei, bagaimana kalau kita kesana dan berkenalan dengan mereka?" wanita itu menyarankan dan menggenggam tangan anaknya menuju rumah keluarga Uchiha.
"Hn," Deidara hanya cemberut dan terpaksa mengikuti ibunya.
"Ah, mereka kesini," ujar Mikoto saat melihat ibu dan anak itu berjalan ke arah halaman depan mereka.
"Hai, semuanya!" Kushina melambai dari kejauhan, masih menggenggam erat tangan anaknya yang meronta-ronta itu.
"Kita hampiri, yuk," ajak Mikoto pada Itachi dan Fugaku, suaminya.
"Ah, aku nanti saja. Aku mau melanjutkan kerjaku dulu. Hmm, undang saja mereka nanti malam untuk makan bersama." jelas Fugaku pada istrinya yang lalu kembali masuk ke dalam rumah.
"Ayahmu itu... Ya sudah, ayo." Wanita berambut hitam itu pun mulai berjalan bersama anaknya.
"Selamat siang. Kalian baru pindah, ya?" Mikoto dengan senyumannya yang masih terpampang di wajahnya menyambut.
"Hn," wanita berambut merah yang seumuran dengan Mikoto itu mengangguk, ikut tersenyum, walau masih memaksa anaknya untuk diam. Tampaknya senyuman Mikoto selalu menyenangkan hati orang-orang. Sehingga ia dapat membuat orang lain tersenyum walau sedang kesusahan.
Setelah berhasil membuat bocah berambut pirang itu diam, Kushina mulai memperkenalkan dirinya.
"Aku Kushina Namikaze dan ini anakku. Hei, ayo, perkenalkan dirimu," ia menggoyangkan tangan anaknya yang masih digenggamnya itu.
"Aku Deidara Namikaze, un," setelah berkata begitu, Deidara pun melepas genggaman tangan ibunya dan melipat kedua tangannya di depan dadanya, masih dengan wajah merengut. Sejenak melirik kepada Itachi dengan tatapan tajam, yang ditatap hanya menaikkan kedua alisnya – merasa aneh. Ada apa, sih, dengannya? ujar sang Uchiha kecil dalam hati.
"Haha, dia memang begitu. Aku ikut pindah bersama Minato, suamiku." Ujar Kushina lagi sambil melihat sesaat ke arah suaminya yang baru keluar dari mobil. "Dan kalian siapa?"
"Aku Mikoto Uchiha dan suamiku Fugaku, ia baru saja masuk ke dalam rumah. Dan ini anakku, Itachi Uchiha." Mikoto menjawab sambil melihat kepada anak laki-lakinya. "Oh ya, berapa umur Deidara?" tiba-tiba ia bertanya.
"Lima tahun, tapi ia sudah kelas satu SD," Kushina pun menjawab.
"Kalau begitu, lebih muda satu tahun dengan Itachi, tapi sama-sama kelas satu," Mikoto tertawa kecil. Tiba-tiba ia teringat perkataan Fugaku.
"Oh, ya," ia memulai, "Suamiku mengajak kalian untuk makan malam bersama. Yah, sebagai pesta kecil-kecilan untuk kedatangan kalian. Apa kalian punya waktu? Kira-kira sekitar jam tujuh malam," jelas Mikoto. Untuk sementara Kushina menunjukkan wajah berpikir.
"Tentu saja bisa!" tiba-tiba wanita berambut merah itu berseru dengan wajah berseri-seri. "Kami akan datang nanti malam dengan senang hati. Ya, kan, Deidara?" ia melihat kepada anaknya, walau tak mendapat jawaban apapun tetapi tatapan kesal dari anak berambut pirang itu.
"Kalau begitu, kami akan segera memberitahu Minato tentang hal ini. Terima kasih, ya. Ayo, Deidara," ia segera menarik lagi tangan anaknya dan berlari kecil menuju suaminya yang sekarang berdiri di depan rumah.
"Kelihatannya mereka senang sekali, ya," ujar Mikoto pada Itachi. Ya, kecuali anak itu, Itachi berkata dalam hati.
x-x-x-x-x-x-x-x-x-x
Malamnya, saat semua sudah tertata rapi dan makanan sudah dipersiapkan oleh para anggota keluarga Uchiha, Fugaku, Mikoto, dan Itachi sedang menunggu kedatangan ketiga tetangga baru mereka di dalam ruang makan. Mikoto masih memperbaiki blus berlengan panjang hitam yang senada dengan rok hitam yang ia pakai, sementara sang ayah dan sang anak duduk di kursi yang berada di sekitar meja makan. Sesaat kemudian, terdengar ketukan dari pintu rumah mereka.
"Mereka datang," Mikoto segera bergegas menuju pintu dan membukanya.
"Selamat malam...!" Kushina dan Minato segera memberi salam, mereka berdua terlihat serasi dalam gaun pendek merah sang istri dan setelan kemeja dan celana panjang sang suami. Sementara Deidara hanya diam, namun tidak dengan wajah kesal seperti pagi tadi. Ia hanya memasukkan kedua tangannya ke dalam kantong celana jeans yang dikenakannya.
"Ah, akhirnya kalian datang juga. Dei-chan masih kesal, ya?" kata Mikoto sambil menunduk dan mencubit pelan pipi kanan anak berambut pirang itu.
"Ayo, silahkan masuk," wanita berambut hitam itu segera menyingkir dari pintu dan mempersilahkan para anggota keluarga Namikaze untuk masuk.
"Wah, rumah kalian rapi, ya!" komentar Kushina saat memasuki ruangan tamu, sambil meneliti setiap ruangan.
"Ah, biasa saja." Mikoto tersenyum. "Ayo, ke ruang makan," mereka pun melanjutkan berjalan ke ruang makan.
Sesampainya di ruangan yang dituju, Fugaku dan Itachi segera bangkit berdiri dan menyambut kedatangan keluarga Namikaze.
x-x-x-x-x-x-x-x-x-x
Disela-sela perjamuan yang dihadiri enam orang itu, mereka sedikit berbincang-bincang. Suasananya terasa hangat dan bersahabat, dengan sup buatan Mikoto yang disukai semuanya, dan canda serta tawa dalam perbincangan mereka.
"Jadi, Minato pindah karena mendapat tawaran kerja di bidang yang lebih baik? Ah, beruntung sekali," Minato hanya tertawa kecil membalas perkataan Fugaku. Segala pujian hanya ditanggapi dengan senyuman, sepertinya orang ini rendah hati juga, pikir Fugaku.
"Lalu, dimana Dei-chan akan bersekolah?" tiba-tiba Mikoto bertanya, kali ini benar-benar bertanya pada Deidara. Sepertinya ia tertarik dengan anak yang daritadi hanya makan dan memperhatikan, belum sama sekali mengeluarkan sepatah kata pun. Atau Mikoto hanya tertarik untuk membuat bocah itu berbicara? Hanya wanita itu dan Tuhan yang tahu.
"SD Konoha, un," akhirnya Deidara menjawab, walau singkat dan sepertinya ia tidak ingin diinterogasi lagi, karena setelah itu ia langsung berusaha menghabiskan makanannya.
"Kalau begitu sama dengan Itachi. Kalian bisa berteman baik, kan?" kata Mikoto tersenyum. Itachi hanya mengangguk sementara Deidara kelihatannya tidak peduli dengan hal itu dan menyelesaikan makanannya.
"Dimana aku akan menaruh ini, un?" tanyanya sambil menunjukkan piringnya yang sudah kosong itu.
"Ah, letakkan saja di bak cucian," ucap Mikoto, walau perkataannya diabaikan, ia masih bersikap baik pada anak itu. Deidara segara turun dari kursi dan meletakkan piringnya ke dalam bak cucian. Mikoto menatap pada anaknya, yang sepertinya merupakan suatu sinyal. Itachi segera menghabiskan makanannya dan meletakkannya juga ke dalam bak cucian. Memang sebelum keluarga Namikaze datang, nyonya Uchiha itu sudah memerintahkan Itachi untuk mengajak Deidara bermain bersama jika sudah selesai makan.
"Kau mau bermain bersamaku?" tanya bocah berambut hitam itu pada Deidara.
"Terserah kau saja, un," balas Deidara singkat.
"Ayo," Itachi menarik tangan anak berambut pirang itu dan menuntunnya menaiki tangga menuju lantai atas.
Mikoto tersenyum melihat anaknya yang mematuhi perintahnya.
"Mikoto-san, maafkan kelakuan anakku, ya. Dia memang keras kepala," tiba-tiba Kushina berkata.
"Tak apa-apa. Jika sedang kesal kebanyakan anak kecil akan berlaku seperti itu." jelas Mikoto pada wanita yang sekarang menatap kagum padanya. Mikoto merasa sedikit bingung terhadap tatapan nyonya Namikaze itu. Padahal Kushina hanya merasa kagum pada karisma Mikoto.
"Fugaku-san, kau beruntung mendapatkan istri seperti Mikoto! Dia sangat pengertian dan sabar!" cetus Kushina lagi sambil tertawa kecil.
"Aah, Kushina-san, jangan berlebihan," ujar Mikoto yang sekarang sedikit tersipu malu.
"Tenang saja, Mikoto. Istriku memang tidak tahu malu," ucap Minato sambil melingkarkan lengannya pada pundak wanita berambut merah itu. Sekarang keempat orangtua itu tertawa bersamaan di dalam ruang makan itu... Benar-benar suasana yang menyenangkan.
x-x-x-x-x-x-x-x-x-x
Suasana di ruang makan boleh jadi menyenangkan, tetapi di lantai atas – atau tepatnya di kamar Itachi, suasananya kurang menyenangkan. Atau 'benar-benar tidak menyenangkan', setidaknya menurut Deidara. Ia hanya terdiam duduk di lantai sementara Itachi hanya mondar-mandir di sekitar Deidara tanpa kejelasan, keduanya tidak tahu mau berbuat apa. Bocah berambut hitam itu bingung, ia berpikir bahwa ia harus berbuat sebaik mungkin agar Deidara menyukainya dan mau menjadi temannya, tetapi tidak ada yang dapat ia lakukan. Ia benci sekali kalau ia kembali menjadi kikuk saat bersama orang yang baru dikenalnya.
"Hei, Dei-chan, kenapa kau sering mengakhiri kalimatmu dengan mengucapkan 'un'?" tiba-tiba Itachi bertanya, ia memang penasaran akan hal itu.
"Tidak tahu. Mungkin kebiasaan, un," balas Deidara, dan sekali lagi diakhiri dengan sesuatu yang ia sebut 'kebiasaan' itu.
Anak berambut pirang itu memperhatikan setiap sudut kamar. Kamar itu terlihat begitu sederhana, hanya terdapat sebuah tempat tidur, sebuah meja belajar dan kursi, dan lemari pakaian. Ditambah dengan sebuah rak buku kecil di sudut ruangan yang terisi penuh dengan berbagai macam buku. Ruangan itu terlihat rapi. Kamar itu tidak terlihat seperti kamar seorang anak yang masih berusia enam tahun. Bahkan dekorasi kamarnya pun sangat sederhana, hanya dinding yang dicat biru muda dan lantai berkarpet cokelat muda. Berbeda dengan kamar yang dimiliki Deidara, yang penuh akan mainan dan dekorasi yang ramai, dan tentunya tidak serapi kamar Itachi. Lalu, Deidara kembali melihat kepada Itachi. Anak berambut hitam itu memang tidak seperti kebanyakan anak lainnya. Ia tidak begitu banyak berbicara dan perilakunya sangat baik, sangat bertolak belakang dengan Deidara.
"Aah, kamarmu membosankan sekali, un," komentar anak berambut pirang itu yang lalu membaringkan dirinya diatas lantai berkarpet itu, tubuhnya menghadapi langit-langit kamar. Itachi hanya diam dan memperhatikan anak yang lebih muda darinya itu.
"Jangan berbaring seperti itu. Rambutmu bisa berantakan," ia memperhatikan rambut pirang panjang Deidara yang ikatannya sekarang tidak terlihat rapi lagi. Ia lalu mendorong Deidara untuk bangun dan duduk di belakang anak itu.
"Biar aku rapikan," ia mencoba mengikat ulang rambut Deidara, sementara Deidara hanya terdiam.
"Sakit, un!" ujar Deidara saat Itachi membuat ikatan terakhir pada rambutnya.
"Maaf, Dei-chan," kata Itachi yang sudah selesai mengikat rambut Deidara. Namun sepertinya keadaan hati Deidara yang sudah kesal sejak dari pagi hari, mulai dari masalah pindah rumah hingga masalah ketidaksukaannya pada Itachi yang menurutnya suka mengatur, ia tidak dapat menahan kekesalannya lagi.
Ia bangkit berdiri dan mulai memarahi sang Uchiha muda yang sebenarnya tidak salah apa-apa.
"Kenapa, sih, kau tidak bisa seperti anak lain? Kau sama saja seperti ibuku! Aku benci Itachi, un!" setelah mengatakan itu, Deidara segera berlari keluar dari kamar dan menuruni tangga menuju lantai dasar. Itachi hanya berdiri dan terdiam untuk beberapa saat...
"Ada apa, Deidara?" tanya Kushina yang melihat anaknya saat Deidara baru sampai di lantai dasar. Dari air muka anak itu, Kushina tahu anaknya sedang tidak merasa senang.
"Aku mau pulang, un," pinta Deidara pada ibunya dengan wajah muram.
"Kenapa, Dei-chan? Itachi tidak mau bermain bersamamu?" Mikoto pun langsung bertanya.
Daripada menjawab segala pertanyaan itu, Deidara malah berlari menuju ibunya dan menyambar tas yang sedang dipegang wanita berambut merah itu, mencari-cari kunci rumah. Saat ia menemukannya, ia membiarkan tas ibunya tergeletak dan meninggalkan rumah keluarga Uchiha, kabur bersama kunci rumah di tangannya. Kushina saat itu hanya kaget dan tak bisa berbuat apa-apa. Saat itu juga, Itachi muncul.
"Ada apa dengan Deidara?" Mikoto segera bertanya pada anaknya.
"Aku tidak tahu..." hanya kata-kata itu yang keluar dari mulut kecil Itachi, ia menundukkan kepalanya, tidak berani menatap semua orang yang ada di tempat itu. Sekali lagi, ia merasa gagal untuk berteman. Perkiraannya salah besar. Bukannya mendapat teman baru, ia malah mendapat musuh baru... Dan sialnya lagi, ia akan terus bertemu dengan Deidara untuk hari-hari berikutnya.
Hiks... Hiks... Akhir yang menyedihkan.
Eh, ceritanya belum tamat, ya? *author dilemparin BlackBerry*
WOW!! REJEKI!!! *digundulin*
Ah, Noa banyak omong, ya?
Maaf ya, chapternya panjang sangaaat... TT_TT
OKE!! Chapter 2-nya akan segera Noa buat!
Jadi, gimana menurut kalian...??? REVIEW!!!
Yang nggak review, Noa sumpahin biar keriputan kayak Itachi!
BYE-BYE!!! MUACH!! MUACH!!
*pembaca langsung mandi kembang 7 rupa abis diciumin*
