My second Fiction

Sebelumnya mau ngucapin makasih untuk yang sudah review di fic pertama saya, Kori Cally dan Gula Manis Disemutin. Untuk cerita tersebut saya belum berencana membuat sequel, tapi akan dipertimbangkan hee.

Ini cerita multichaps saya. Ceritanya terinspirasi dari film STORKS, ada yang sudah menonton? Judul juga saya ambil dari quote di film tersebut. Semoga menghibur.

Silakan tinggalkan review, flame boleh asalkan beralasan logis. Terimakasih.

Disclaimer : I only own the story

ALWAYS DELIVERED

CHAPTER 1

Malam ini di salah satu kawasan hutan wisata, sebelah barat kota Konoha, terdengar hiruk pikuk dan setelah diperhatikan lebih dekat ternyata ada sekumpulan manusia duduk mengelilingi api unggun. Ada yang sedang bernyanyi gembira sembari menari-nari, ada yang sedang mengiringi nyanyian tersebut dengan instrumen musik berdawai, sebut saja GITAR, ada yang hanya bersenda gurau bahkan ada yang teriak-teriak tidak jelas. Mereka semua tampak menikmati kegiatan yang tengah mereka lakukan.

Tanpa mereka sadari (atau mereka sengaja melupakan), di tempat yang cukup jauh dari mereka berada, sepasang remaja sedang berjalan pelan hanya bersenjatakan senter kecil di kegelapan malam dan suasana mencekam di tengah hutan. Satu remaja berjalan di depan, rambut kuningnya sebagian tertutup topi rajutan berwarna jingga, lehernya berbalut syal lurik jingga-hitam, jaket berwarna senada dengan topi menutup tubuhnya rapat. Sambil memegang senter di tangan kanannya, pemuda ini menyipitkan mata untuk mendapatkan penglihatan yang lebih tajam akan keadaan di depannya.

Sementara itu, di belakang si pemuda, melangkah seorang gadis remaja (remaji bukan ya?). Topi rajut berwarna putih menutupi kepalanya hingga ke bawah telinga, membiarkan sisa rambut indigonya yang panjang menjuntai hampir mencapai pinggang. Sweater berwarna ungu pudar membalut tubuhnya dengan pas sehingga menimbulkan lekuk yang sempurna di beberapa bagian tubuhnya. Tangan kanan terulur ke depan, menarik jaket jingga si pemuda di depannya, dan tangan kiri meremas bagian atas sweaternya. Terlihat jelas gadis ini sedang panik dan ketakutan dalam waktu yang bersamaan. Sang gadis mengikuti langkah pemuda di depannya sambil sesekali menoleh ke kiri atau kanan.

"Na-Naruto kun.. A-aku takut.." ucap sang gadis kepada pemuda di depannya.

"Sabar ya Hinata, semoga ini benar jalan menuju perkemahan kita. Aduhhh gelap sekali, untung tidak hujan ya, kalau sampai hujan turun wahhh lengkap sudah kesialan kita hari ini" si pemuda-Naruto- mengerang frustasi.

Entah hari ini memang hari sial mereka berdua atau Naturo manusia yang seperti si Pahit Lidah, selesai Naruto berucap seperti itu, tiba-tiba petir menggelegar bak membelah langit malam. Hujan turun deras bagaikan ditumpahkan dari ember bernama langit. Kedua remaja itu hanya bisa cengo sesaat sebelum...

"ARRRGGHHH.. apa-apaan ini? Kenapa tiba-tiba hujan sih?"

"Kyaaaaa..."

Tak ayal kedua remaja itu mulai berlari panik mencari tempat berteduh. Tepatnya Naruto yang mencari dan Hinata mengikuti. Selang beberapa lama mereka melihat sebuah bangunan tua, meski hanya sepetak dan tampak mengerikan, mereka berlari menuju bangunan itu.

"Hahh haah hahh.. deras sekali hujannya, mari kita berteduh di sini saja Hinata." Ujar Naruto terengah-engah.

"Ha-hai Na-ruto kun" sahut Hinata sambil mendudukkan diri di pelataran bangunan yang tertutup atap asbes.

Keduanya mulai mengistirahatkan badan yang kelelahan setelah berlari-lari. Hinata sibuk memeras topi, rambut dan bajunya untuk mengeluarkan air sedangkan Naruto mengintip jendela bangunan tersebut sambil mengarahkan senternya ke dalam.

"Hinata, aku akan berkeliling sebentar, siapa tahu ada pintu masuk ke bangunan ini, lumayan untuk melindungi kita sampai hujan reda"

"Ta-tapi.. "

"Tenang saja, kau lihat sendiri kan? Bangunan ini hanya sepetak, tidak sampai satu menit aku pasti sudah kembali. Kau tunggu saja di sini ya."

"Ha-hai"

Naruto mulai melangkahkan kakinya untuk mengitari bangunan tua itu, sedangkan Hinata hanya duduk terdiam sambil mengatupkan kedua telapak tangannya, menggosok-gosoknya untuk memberikan sedikit kehangatan pada tangannya tersebut. Dalam hati ia menyesal mengapa ia begitu bermasalah dengan arah dan mengapa ia harus sekelompok dengan Naruto, pemuda yang sama saja bermasalah dengan arah (baca : buta arah), dalam kegiatan Titi Jejak yang merupakan bagian dari berbagai kegiatan perkemahan sekolah mereka. Salahkan saja kertas undian itu! Atau Kakashi sensei yang mengambil undiannya! Tangannya mulai menggapai-gapai isi tas di depannya, mengeluarkan sebotol air mineral, membuka tutupnya dan mulai meminumnya.

Angin malam yang dingin terasa sedikit membelai wajah ayu-tapi sendu-nya. Kelopak matanya perlahan mulai menurun. Lambat laun benar-benar tertutup seiring dengan jatuhnya wajah sang gadis ke bagian atas tas punggung yang sedang dipeluknya erat.

"...ta.. Hinata.." samar-samar terdengar suara seseorang di dekat telinganya.

"Mmm.." perlahan kelopak mata Hinata membuka, memperlihatkan manik pearl sang gadis.

"Kau ketiduran ya? Kita masuk ke bangunan ini aja yuk. Aku sudah menemukan pintu masuknya tadi" ujar Naruto.

"Ha-hai.."

Mereka berdua pun berjalan menuju pintu bangunan. Tangan Naruto meraih pegangan pintu dan mulai membukanya setelah menghela nafas sejenak. Seolah-olah pintu itu adalah pintu ajaib yang di dalamnya tersimpan hadiah-hadiah menarik (jadi inget salah satu acara kuis). Mereka memasuki ruangan yang gelap tersebut dengan hati yang berdebar-debar. Ruangan itu benar-benar gelap karena tidak ada satupun sumber cahaya yang menerangi. Meraba-raba dinding di sisi kirinya, Naruto mulai melangkah masuk, diikuti Hinata yang mencengkeram erat bagian belakang jaketnya.

Setelah dirasa menemukan tempat yang nyaman, mereka berdua pun mendudukkan diri.

"Nah, istirahatlah Hinata. Di dalam sini akan aman. Yosh! Ayo kita tidur bersamaaa!" seru Naruto bersemangat tanpa sadar bahwa ucapannya membuat gadis di depannya memerah.

"ba-baka!" gumam Hinata dalam hati sambil berdebar-debar.

Tak lama keduanya larut dalam mimpi masing-masing. Kepenatan setelah setengah hari mengikuti kegiatan Titi Jejak dan selebihnya berusaha mencari jalan kehidupan (baca : kesasar) membuat keduanya cepat sekali menutup mata.

Hening... hanya sesekali terdengar dengkuran Naruto. Oh ya, jangan membayangkan bahwa mereka berdua akan tidur berpelukan, seperti yang biasa terjadi dalam cerita komik serial cantik. Tidak. Naruto tidur telentang sementara Hinata berjarak satu meter darinya tertidur dengan posisi mlungker (bahasa Jawa ini, bayangkan saja seperti kaki seribu ketika disentuh).

"Oweeekkkkkkkkkkk... oooweeeeeeeeeekkkkkkkkkkkkk"

Tiba-tiba terdengar suara merdu (?) yang mengejutkan. Sontak sepasang remaja tadi terbangun dari tidur pulasnya. Sambil gelagapan Naruto yang sudah meraih senter kecilnya, berusaha mencari-cari sumber suara berisik tersebut dan mengarahkan senternya ke depan. Sedangkan Hinata hanya membatu.

"Oweeeeeeekkkkkkk..."

"Suara apa itu? Seperti bayi menangis?" ujar Naruto

"Ba-bayi?" gumam Hinata sambil menajamkan penglihatannya. Mungkin kalau ini cerita salah satu komik kesukaannya, dia sudah mengaktifkan byakugan.

"oweeeeeeeekkk.."

"Huwaaaaaaaaaaa.. bayi siapa ini?" tiba-tiba terdengar teriakan Naruto memecah kegelapan malam.

Hinata yang terkejut berusaha mendekati Naruto.

"A-ada apa Na-naruto-kun?"

"Lihat Hinata!" seru si pemuda sambil menunjuk ke arah depan.

"Ke-ranjang i-isi ba-bayi? Kenapa makin seperti sinetron sih nasibku" gumam Hinata sambil mengulurkan tangannya meraih makhluk mungil tersebut.

"oweeeekk..ooweeekkk..oo..hhmmmmhh" tangisan bayi itu terhenti ketika Hinata memasukkan ibu jari tangannya ke mulut sang bayi.

"Hi-hinata... apa yang harus kita la-lakukan?" tanya Naruto terbata-bata.

Saat Hinata mengangkat bayi itu, tampaklah selembar kertas lusuh di dalam keranjang tersebut.

"Apa ini?" Naruto pun mengambil kertas tersebut dan membacanya di bawah cahaya senter.

Dear Tatsu-chan,

Maafkan kaachan, kaachan tidak bisa membawamu bersama kaachan.

Semoga ada keajaiban untukmu Tatsu. Semoga Tuhan mengirim malaikat-malaikatnya untuk mengantarmu ke rumah keluarga kaachan.

Wahai malaikat Tuhan tolonglah antarkan Tatsu ke Blok D di jalan Sakin, Sunagakure. Katakan pada ibuku untuk merawat cucunya ini.

Terimakasih.

And.. let's counting down..

3

.

.

2

.

"APAAAAAAAAA? " teriakan kedua remaja itu terdengar memekakkan telinga author.

Bersambung..