Hello~
KurOme again, alias dark side nya Omepoid Tsoureisa~

Waktu di fic sebelah, ada yang memintaku membuat fic horror dengan pemeran utama *cailah* Luka dan Rin~ oke deh R-chan~ ini aku buatkan, your wish is my command~

Makasih ya buat panggilan Poi-chan nyah, R-chan! Aku suka sekali! XDD

Betewe, aku targetkan buat menamatkan cerita ini dalam 3 chapter aja. Kalau ada penambahan, mungkin akan ada seiring perkembangan cerita kali yah, kayak fic sebelah..~

Dan mungkin, untuk chapter pertama ini nuansa horornya belum nampak banget. Nanti deh, chapter berikutnya akan dipuas-puasin horor sejadi-jadinya :D

Oke deh, enjoy~


Enbizaka's Sweet Revenge- Chapter 1

"Uwaaaahhh..!"

Rin menatap jejeran manekin-manekin yang dipamerkan di etalase sebuah butik saat ia lewat di depannya. Baju-baju yang ditampilkan sangat indah, siluetnya feminin nan lembut namun juga berkarakter tegas. Rin amat menyukai semua rancangan yang ada, pikirannya melayang-layang sambil memperhatikan tubuhnya sendiri yang terbalut seragam sekolah, seakan-akan ia tengah memakai satu dari beberapa baju yang terpajang.

"Temanya musim dingin, uwaaahh.. mantelnya lucu! Topinya juga kelihatan hangat bangettt…" Rin menepuk-nepuk pipinya, agar ia bisa meyakinkan diri bahwa kakinya masih menjejaki bumi.

"Pulang sekolah malah keluyuran ya!" tepukan seorang gadis muda menyadarkan lamunan Rin, membuat gadis itu melonjak.

"Eh, Gumi-chan!" ia meringis.

"Uwah! Koleksi musim dingin! Kali ini pun keren-keren! Uwaaahh.. Enbizakaa.." Gumi menggumamkan nama butik tersebut dengan mata berbinar-binar. Ya, butik itu bernama Enbizaka, yang koleksinya ditujukan untuk perempuan dewasa dan para gadis muda.

"Pengen deh bisa punya satuuu.. aja! Bahkan kalau didiskon pun belum cukup deh tabungan tiga bulan penuh.." Rin memeluk bahu Gumi.

"Ya udah deh, kita lihat-lihat aja dulu ke dalam! Yuk!" Gumi menyeret temannya itu ke dalam butik tersebut.

Kedua gadis itu langsung terkesima. Mereka menoleh ke sana ke mari sambil tak henti-hentinya mengagumi tempat tersebut dengan mulut melongo lebar. Selain koleksi pakaian dan aksesorinya yang keren-keren, Enbizaka juga memiliki desain interior butik yang simpel, namun mewah. Oh, betapa hebatnya orang yang memiliki butik ini..

"Kaito, Kaito! Aku mau ke sana! Ayo kita lihat-lihat!" kedua gadis itu menoleh kea rah suara manja seorang gadis yang menggandeng masuk ke dalam seorang pemuda yang bagi mereka tak asing lagi.

"Hahh? Kai.. Kaito Shion kan? Kaito Shion yang artis itu? Asli kan? Uwaaaahh..! Eh? Tapi dia sama siapa tuh?" pekik Gumi dengan volume sedikit dikecilkan dengan berapi-api.

"Nggak tahu tuh.." Rin mengangkat bahunya, matanya terus memperhatikan gadis itu. Sepertinya dari sekolah lain, habisnya seragamnya berbeda dengan seragam mereka. Mereka masih asyik melihat-lihat koleksi baju terusan.

"Udah ah, kita jangan ganggu artis lagi pacaran, yuk yuk lihat yang lain!" Gumi menyeret Rin ke tempat lain, meninggalkan kedua orang itu, namun ia hampir saja menabrak seorang wanita muda bertubuh sintal dan berambut merah muda yang membawa banyak ikat pinggang dalam berbagai model. Ia kelihatan sedang terburu-buru.

"A.. ano.. maafkan saya! Maaf!" Rin membantu wanita itu berdiri dan merapikan bawaannya yang banyak itu.

"Tidak apa-apa. Permisi, aku sedang buru-buru," wanita itu kembali berlari tergopoh-gopoh menghampiri dua orang yang ternyata adalah Kaito dan si gadis misterius tersebut.

"Kau mau yang mana, Miku?" tanya Kaito pada gadis itu.

"Uwaaahh.. mana aja boleh, Kaito! Semuanya keren-keren.." jari lentik gadis itu melayang-layang di atas ikat pinggang dengan model yang ia sukai, mencoba memilih salah satunya untuk dibawa pulang.

"Nih, aku coba pilihkan," Kaito mengambil satu ikat pinggang berwarna biru toska berbahan satin lembut, bertaburkan berlian-berlian berwarna gradasi biru yang cantik. Kaito melingkarkannya ke pinggang gadis bernama Miku itu. sementara itu, Rin menangkap wajah wanita itu sedikit muram saat Kaito tersenyum bersama Miku yang tertawa lepas.

"Aku suka! Kaito emang pandai milih barang, ya!" puji Miku.

"Nah, Luka. Aku mau yang ini saja," Kaito mengembalikan ikat pinggang itu pada wanita yang dipanggilnya Luka itu.

"Tapi ini barang pajangan, aku belum buat yang baru lagi. Bisa tunggu sampai minggu depan?" tanya wanita itu sambil mengibas sedikit rambut merah mudanya.

"Ya udah, entar aku datang lagi, makasih ya Luka!" Kaito menggandeng tangan Miku dan membawanya keluar dari butik itu.

Rin tertegun sejenak. Cewek itu siapanya Kaito sih? Kok dia nggak bilang-bilang ya?

Tunggu, emang Rin siapanya Kaito? Rin adalah sepupu Kaito, hanya saja sedikit saja orang yang mengetahui hal ini, bahkan Gumi saja pun tidak diberitahukannya soal ini. Ini semua adalah permintaan Kaito yang tidak ingin Rin dan Len, saudara kembarnya, menjadi sasaran teror para fans Kaito di sekolah mereka.

"Hadeehh.. Rin gilanya kumat! Woi! Kok dari tadi nglamun sih! Rin!" Gumi mengguncang-guncang bahu Rin kuat-kuat, mencoba menyadarkan gadis itu.

"Eh.. oh.. sori.." Rin meringis.

"Cemburu ama Kaito? Atau malah naksir ama ceweknya?" goda Gumi.

"Nggak, aku cuma.. ngliatin ikat pinggangnya, banyak bener.." Rin mengucek-ucek matanya.

"Udah ah, keluar yuk.. laperrr.." Gumi menyeret temannya keluar butik, mencari-cari café terdekat.

Rin tidak menghiraukan kata-kata Gumi, tapi juga tidak melawan saat Gumi menyeretnya. Ia hanya butuh waktu untuk mencerna semuanya.

Malamnya, di rumah..

Rin masih dikuasai galau yang lumayan mengganggu. Tangan Rin memegang gagang telepon dengan ragu-ragu. Telepon, tidak, telepon, tidak…

Rin memutuskan untuk menelepon Kaito. Mungkin ia masih punya waktu sedikit untuk menjawab keraguan sepupu mungilnya itu. Mungkin.

Tuutt..

Tuuutt..

"Halo?"

"Kak Kaito? Ini Rin,"

"Ada apa, sepupuku yang unyu?" tanya Kaito dari seberang. Ia sedang berada di lokasi syuting, tengah beristirahat.

"Anoo.. aku boleh nanya nggak?" Rin memainkan kabel telepon dengan jari telunjuknya.

"Soal apaan?"

"Cewek yang tadi pergi bareng Kakak di butik itu loh,"

"Oh, eh? Kamu ke Enbizaka juga, Rin? Kok nggak kelihatan?"

Rin mendengus. Hell yeah. Wong juga lagi asyik ama ceweknya kok, batin Rin.

"Itu pacar Kakak?" tanya Rin.

"Mau tahuuuu.. aja," jawab Kaito dengan nada usil.

"Ih, jahat!" Rin langsung mematikan telepon.

Kaito jahat ih! Awas nanti kalau ketemu!

Sementara itu, di Enbizaka..

Luka masih mengerjakan beberapa pesanan jahitan baju dan pembuatan aksesori. Hari ini ia hanya membatasi diri mengerjakan pesanan-pesanan Kaito. Gaun merah menyala dengan potongan simpel namun elegan itu hampir selesai, sementara kali ini ia masih membuat pola untuk ikat pinggang biru toska yang juga dipesannya tadi siang. Ia ingin mengerjakan semuanya sesempurna mungkin.

Gerakan guntingnya tiba-tiba terhenti. Ia teringat saat Kaito datang beberapa waktu lalu dengan menggandeng seorang wanita berambut cokelat yang dipotong pendek.

"Kaito, itu siapa?"

"Dia? Oh kenalin, ini Meiko,"

"Meiko.."

"Megurine Luka, salam kenal.."

"Luka? Namamu unik juga,"

"Terima kasih.."

"Meiko, kamu mau yang mana nih?"

"Aku bingung, semuanya bagus-bagus. Kamu memang desainer yang sangat berbakat, bahkan melebihi mendiang ibumu,"

"Terima kasih banyak, um.. boleh saya memilihkan untuk Anda?"

"Oh, itu akan sangat membantu,"

"Mari.. saya akan bawa Anda melihat-lihat, siapa tahu ada model yang Anda suka.."

Ia pun melanjutkan pekerjaannya, hingga gaun itu selesai setengah jam kemudian. Cantik dan sempurna. Luka membayangkan wanita bernama Meiko itu tengah memakai gaun ini, namun terlintas pula di pikirannya Kaito berada di samping wanita itu, tengah menikmati malam bersama.

Hati Luka terasa sakit, kepalanya serasa berputar.

"Kurasa mengerjakan ikat pinggangnya nanti saja.." Luka menutup buku sketsanya, lalu bersiap untuk tidur di kamar pribadinya di lantai teratas butik itu, tapi pandangannya sempat terhenti saat ia melihat gunting di meja kerjanya. Diambilnya gunting itu, lalu ia beranjak pergi.

Dibukanya pintu kamarnya setelah ia menghela napas panjang, lalu ia meletakkan gunting itu di atas meja kecil di samping tempat tidurnya. Luka membuka pintu lemari dan mengambil gaun tidurnya, lalu melangkah ke kamar mandi. Dirasakannya air pancuran membasahi tubuhnya yang lelah, namun tak pernah bisa menenangkan hatinya yang galau. Setelah selesai mandi, ia memakai gaun tidur yang sudah disiapkannya. Ia menaiki tempat tidurnya dan berbaring, namun matanya masih belum ingin diajak terpejam.

Pikiran Luka melayang-layang. Diraihnya gunting di atas meja kecilnya. Dipandangnya gunting itu dengan tatapan kosong..

"Luka, kau lihat gunting ini, Nak? Gunting ini memiliki dua bilah pisau."

"Iya, dua bilah pisau, Ma!"

"Ya, dua bilah pisau. Agar gunting ini bisa berfungsi dengan baik, kedua bilahnya harus bekerjasama dengan gerakan teratur,"

"Seperti ini kan, Ma? Kres.. kres..!"

"Ahahaha, putriku memang lucu!"

"Hihihi.. kres.. kres.. kres!"

"Nah, anakku. Begitu jugalah pernikahan. Dua insan harus saling melengkapi satu sama lain agar mereka bisa berguna satu sama lainnya.."

Ibunya yang mengatakan hal itu beberapa hari setelah ia bercerai dari suaminya, ayah kandung Luka, saat ia masih adalah seorang gadis kecil. Kini, sudah bertahun lamanya semenjak ibunya yang juga adalah seorang desainer sekaligus pendiri butik Enbizaka itu meninggal dunia dalam kecelakaan maut. Ayahnya sendiri pun tidak mengirim kabar padanya. Luka benar-benar hidup seorang diri, sampai ia bertemu pemuda itu saat ia masih di sekolah menengah..

"Hei, kamu anaknya Megurine Lucian kan? Yang pengusaha keturunan asing itu?"

"I. iya.."

"Anaknya desainer juga kan? Megurine Ruko?"

"Kok tahu sih?"

"Ehehe, orangtua kita berteman dong!"

"Dasar SKSD.."

"Ehehe.."

"Maumu ke sini apaan?"

"Mau kenalan,"

"Eh?"

"Namaku Kaito, Kaito Shion, dan aku tahu namamu, Megurine Luka, kan?"

"Iya.."

"Semoga kita bisa berteman baik ya!"

"Terserah…"

Sudah lama setelah itu, Luka menyadari bahwa ia menyukai tingkah jahil Kaito pada dirinya, meskipun Luka selalu bersikap jutek padanya.

Dimain-mainkannya gunting itu, gunting peninggalan ibunya, gunting kesayangannya, hartanya yang berharga. Ia berbisik lirih.

"Kres.. kres.. kres…"


Yak, segini duluu~

Bagaimana chapter pembukaannya? Belum kerasa seremnya kan? Nanti, chapter selanjutnyaa..~

Kalau mau komentar, silakan! Makasih buat yang udah RnR! Yang R aja juga makasih! XDD