Forget It!
Chapter 1
Cast :
Kim Mingyu x Jeon Wonwoo
Seventeen Member
"Ah, jadi ini tempatnya?" ucap seorang pria bermantel hijau di depan sebuah rumah panjang tingkat dua semacam apartemen sederhana. Matanya yang sipit menerawang dari berbagai sudut. Yang di lihatnya hanyalah kostan bagi para mahasiswa. Lingkungan nya cukup bersih dan suasananya sunyi. Cocok untuk seorang mahasiswa yang baru saja pindah dari sebuah desa untuk memulai kehidupan kuliah yang baru di kota Seoul ini. Poni nya ia singkirkan dengan pelan agar tak menghalangi penglihatannya. Helaan nafas terdengar dari si pemilik mata sipit ini. "Fighting!" teriaknya pada diri sendiri. Koper nya ia bawa secara perlahan agar tak menimbulkan bunyi duk duk saat membawanya menaiki tangga. Di tingkat dua ini, kira-kira ada 6 kamar dengan 3 kamar di sebelah kiri dan 3 kamar di sebelah kanan. Pemuda itu mengambil kunci yang telah di beri pemilik kosan dari kantungnya, dilihatnya kanan-kiri tak terlihat ada penghuni di tingkat dua ini. Sungguh sepi. Tapi pemuda itu tak mempermasalahkannya, karena ia harus membenahi rumah barunya di Seoul ini.
Cklek! Pintu terbuka memperlihatkan ruangan kosong yang cukup luas. Pemuda itu memasuki kamar dan terlihat sedikit senang dengan kata 'woah..' yang keluar dari mulut kecilnya. Si pemuda meletakkan kopernya asal dan berkeliling sedikit untuk melihat rumah barunya yang sederhana. Setelah itu hal yang pertama yang ia lakukan untuk membenahi rumah barunya ini adalah meletakkan papan nama di samping pintunya agar tetangganya tahu ada penghuni baru di kosan ini. Tertera papan nama 'JEON WONWOO' di samping pintunya. Senyum terlihat mengembang, tanda puas telah menjadi penghuni baru di lingkungan ini. Saat meletakan papan namanya, terlihat seorang pemuda lain yang sedang membuka pintu rumahnya. Pemuda itu tampak lebih pendek dari dirinya.
Beberapa detik, si pemuda pemilik rambut pinky ini memperhatikan Wonwoo. Wonwoo yang sedikit terpaku melihat pemuda itu, tersadar saat jentikan jari di depan wajahnya. "Hey, kau tak apa?" ucapnya pelan, takut-takut pemuda yang lebih tinggi dari nya kaget secara berlebihan. "Ah aku tak apa. Perkenalkan namaku Jeon Wonwoo. Aku penghuni baru di sini salam kenal." Wonwoo membungkuk sedikit memberi salam kepada pemuda di hadapannya. Sedikit tersenyum dan mengangguk. "Ah ternyata kau orang baru itu, perkenalkan aku Lee Jihoon. Salam kenal. Tapi kau bisa memanggilku Woozi," sedikit kerut di kening Wonwoo, ia tak habis pikir mengapa nama nya Lee Jihoon tapi bisa memiliki nama panggilan Woozi. Tapi ia tak ingin memikirkannya. "Ah, iya benar. Woozi-ah. Kenapa disini sangat sepi sekali. Dimana penghuni yang lain?" ucapnya menanggapi perkenalan Woozi. "Kau mahasiswa baru ya? Mereka semua? Entahlah aku juga tak tau." Wonwoo hanya mengangguk. "Aku juga mahasiswa baru di Universitas A." ucap Woozi dengan senyumnya. "Ah, Woozi-ah kuharap kita bisa menjadi teman baik. apalagi kau sangat imut." Woozi tertawa. "Tolong jangan katakan hal seperti itu lagi. Aku tidak imut. Baiklah kalau begitu bersenang-senanglah, jika kau perlu bantuan kami semua akan membantumu. Anggap kami keluarga baru mu ya." Woozi pergi meninggalkan Wonwoo sendirian setelah Wonwoo membungkuk memberi salam.
-0-
Setelah berbincang sebentar dengan Woozi, Wonwoo lebih memilih untuk membereskan rumah barunya. Kardus-kardus telah tertumpuk rapi di sudut ruangan setelah beberapa menit lalu truk pengantar barang telah tiba. Sungguh banyak sepertinya hal yang harus di benahi. Pria bermantel hijau yang sudah mengganti kostumnya menjadi kaos tangan panjang dengan training hitamnya melihat sekeliling ruangan dengan memutar kepalanya sedikit ke arah kanan dan kiri. Kedua tangannya menetap di pinggang sang pemilik rumah, sedikit menggaruk kepalanya yang sudah pasti tidak gatal itu. "Jika ada ibu pasti akan beres dengan cepat. Apa yang harus kulakukan sekarang?" akhirnya kaki nya melangkah mulai membuka tumpukan kardus. Beberapa barang ia pilah menentukan mana yang cocok untuk di letakkan di bagian depan ruangan dan di kamarnya. Rasanya butuh seharian untuk membereskan kamar ini saja. Belum lagi Wonwoo harus membeli persediaan makanan walau ibunya telah membekalkan kimchi untuk beberapa hari.
Baru saja beberapa kardus yang ia buka, jam dinding yang baru saja ia letakkan di tempatnya telah menunjukkan pukul 2. Bahkan untuk membereskan beberapa kardus saja, Wonwoo sudah menghabiskan waktu 3 jam. Helaan nafas terdengar, nada mengeluh kerap ingin keluar dari mulutnya. Merasa lelah, ia memutuskan untuk merebahkan dirinya di sembarang tempat walau banyak barang berserakan, ia tak ingin peduli dulu. Sebenarnya Wonwoo adalah seorang yang rapi ia akan selalu membereskan kamarnya saat bangun tidur. Tapi jika lelah sudah melandanya apalagi moodnya memburuk bisa saja kamar yang baru di rapihkan pagi hari akan menjadi sebuah kapal pecah pada malam harinya. Tangannya sangat lemah untuk sekedar menggeser kardus yang ada di sampingnya. Kepalanya ia pukul pelan menandakan bahwa ia teringat sesuatu. Benar, sejak ia datang, Wonwoo lupa untuk makan apalagi sekarang sudah lewat jam makan siang. Tubuhnya sangat lemas untuk melakukan apapun saat ini.
Wonwoo memutuskan untuk meninggalkan pekerjaan nya dan memilih untuk mencari makanan apa yang bisa ia makan saat ini. Wonwoo ingat bahwa ibunya telah memberikan kimchi tapi rasanya Wonwoo sedang tak ingin menikmatinya karena ia belum memasak nasi. Jadi Wonwoo memilih untuk memasak ramyun yang ia bawa di tas. Sepertinya perut Wonwoo sudah tak bisa diajak sabar, suara-suara yang berasal dari perutnya makin menjengkelkan. Tinggal menunggu beberapa menit, Ramyun yang ia tunggu-tunggu akan matang. Ia telah duduk di sebuah meja kecil untuk menikmati makan siang nya yang terlambat. Tidak lupa berdoa, berterimakasih kepada tuhan bahwa ia masih bisa merasakan ramyun yang enak hari ini. Tapi, baru saja ia ingin memakannya, suara ketukan terdengar.
Wonwoo meninggalkan ramyunnya berharap ia tak akan pergi kemana-mana. Beberapa kardus yang belum ia bongkar di singkirkan agar tidak menghalangi jalan. Baju nya ia rapihkan takut-takut ada seseorang yang penting yang menemuinya. Ia tak ingin terlihat tidak rapi di depan tamu pertamanya yang berkunjung ke rumah barunya di Seoul ini. Pintu terbuka menampilkan beberapa pemuda dengan pakaian kasual dan senyum yang sumringah. "Tetanggaaaaaaa…. Akhirnya kau datang juga, aku sudah menunggumu." Seorang pemuda dengan rambut sedikit merah dan pipi yang seperti bakpau menghampiri Wonwoo dengan wajah kegirangan. "Ya! Seungkwan jangan begitu pada tetangga baru nanti dia takut bagaimana?"ucap seseorang yang Wonwoo sudah kenal dari percakapannya di pagi hari. Pemuda bernama Seungkwan yang di panggil Woozi mendadak cemberut karena omelannya. "Bolehkah kita masuk?" seorang pemuda lagi yang belum di kenalnya, rambutnya hitam dan senyumnya yang begitu khas. Dan ada seorang pemuda yang sejak tadi diam tapi senyum tak pernah putus sambil melambaikan tangannya yang seperti nya ingin memberi salam kepada Wonwoo.
Wonwoo terlihat bingung. Ia masih belum mengucapkan apapun. Woozi yang sudah tak sabar dengan keadaan yang aneh ini – mereka semua berdiri di ambang pintu – "Hei, ada apa dengan mu?" ucap Woozi sambil menjentikkan jari untuk kedua kalinya hari ini. "Ah, maafkan aku. Silahkan masuk, tapi barang-barangku masih berantakan." Tapi, saat Woozi yang orang terakhir masuk ke rumah Wonwoo ada seseorang yang lari menaiki tangga sambil membawa satu kotak bekal yang cukup besar. "Ya, hyung cepat sedikit. Wonwoo-sshi ini tetanggamu juga yang tinggal di lantai bawah." Woozi dan pemuda itu masuk memenuhi ruang yang berisi meja kecil dengan ramyun yang masih ia tinggalkan.
Mereka duduk melingkar setelah Wonwoo menyediakan segelas air putih. Ya, hanya segelas air putih. "Etto.. Perkenalkan nama ku Jeon Wonwoo. Mohon bantuannya." Ucap Wonwoo sedikit canggung. "Biar aku yang perkenalkan…" ucap seseorang yang di ketahui sebagai Seungkwan karena omelan Woozi di pintu tadi. "Hey, kenapa harus kau. Kita bisa memperkenalkan diri kita sendiri. Kenapa kau begitu ribut di rumah tetangga baru kita." Lagi-lagi Seungkwan kena marah oleh si rambut hitam.
"Nama ku, Choi SeungCheol tapi kau bisa memanggil ku . aku adalah mahasiswa tingkat dua di Univ. A dan kamarku ada di sebelah kanan kamar Woozi." Ucap seorang pemuda yang di ketahui bernama . Wonwoo lagi-lagi tak habis pikir kenapa namanya bisa berubah se-drastis itu. "Namaku Kwon Soonyoung, kau bisa memanggilku Hoshi. Aku adalah mahasiswa baru sama seperti mu. Kamarku ada di sebelah kiri kamar Woozi." Senyumnya masih tak luntur. Watak seorang yang sungguh periang. Warna rambutnya yang pirang makin menggambarkan Hoshi adalah pemuda yang ceria. "Kau sudah tau namaku kan jadi aku tak perlu memperkenalkan diri lagi." Ucap Woozi sambil melayangkan senyum yang membuat matanya bertambah sipit. "Aku Boo Seungkwan, kau bisa memanggilku Seungkwan. Kuharap kita bisa berteman baik. Aku masih SMA kelas 3 tapi aku berencana masuk ke Univ A kamarku ada di bawah." Seungkwan sungguh orang yang cerewet mungkin ia harus menjadi seorang host jika sudah lulus dari kuliahnya. "Namaku Yoon Junghan kau bisa memanggilku Jeonghan. Aku juga mahasiswa tingkat dua sama seperti kamarku ada di bawah di samping seungkwan." Pemuda bernama jeonghan membungkuk sedikit sambil menyibak poni panjang nya agar tak menghalangi penglihatannya.
"Bukankah disini disewa khusus untuk laki-laki?" mendadak semua orang tertawa mendengar perkataan Wonwoo. "Dia adalah laki-laki hanya saja rambutnya yang panjang." Jelas yang lainnya ikut mengangguk. "Bolehkah aku bertanya satu hal lagi?" tanya Wonwoo dengan wajah yang semakin penasaran. "Silahkan." Ucap mereka bersamaan. "Kenapa nama panggilan kalian begitu berbeda dengan nama asli kalian?" Ucap Wonwoo dengan penuh tanya. "Ah itu karena kami pernah membentuk sebuah band saat SMA, jadi itu semacam nama panggung kami, karena kami ingin terlihat keren jadi seperti itulah hehe." Hoshi menjelaskan. Pemuda itu juga menjelaskan ada beberapa orang juga yang satu band dengan nya saat SMA tapi ia tak dapat ikut hari ini. "Apakah kau butuh bantuan untuk membereskan rumah ini? Kelihatannya sangat berantakan." Jeonghan melihat sekitar. Kardus yang masih bertumpuk, meja yang entah ada di mana, baju-baju bertebaran.
"Yosh. Baiklah kita akan membantu tetangga hari ini." Perintah bagai orang yang paling tua disana. " semua langsung bergerak tanpa di suruh. Wonwoo benar-benar harus berterimakasih kepada tetangga barunya yang benar-benar sangat membantu. Tapi tetap saja Wonwoo masih merasa lemas karena makanan nya yang tersingkir begitu mereka datang. "Bukankah ada tetangga baru lagi yang akan datang hari ini?" Seungkwan angkat bicara sambil mengangkat kardus untuk di letakkan di pojok ruangan. "Ah iya, katanya mahasiswa baru juga. Mungkin ia akan tiba malam ini." Jelas seperti ketua asrama yang tau akan segala hal. "Dia akan tinggal di samping kamarmu Wonwoo. Ya, sebelah kiri yang dekat tangga." Wonwoo hanya berkata oh begitu sambil mengangguk.
Kira-kira jam 7 malam, mereka selesai membereskan kamar Wonwoo. Sangat rapi. Jelas saja, disini Woozi ikut membantu, terlihat seperti Woozi anak teladan yag suka kerapihan. "Ah baiklah kami pulang dulu, jika kau butuh bantuan hubungi kami."mereka melambai kembali ke kamar masing-masing. Perutnya makin bersuara, Wonwoo seharian tidak makan. Ramyun yang di buatnya tadi siang pun sudah melar, terlihat sudah tak layak makan. Tinggal sedikit lagi Wonwoo selesai membereskan kamarnya, setelah itu ia akan benar-benar mengisi perutnya ini dengan tenang. Wonwoo membereskan sisa sampah yang ada di kamarnya. Kira-kira jam 9 malam, Wonwoo baru benar-benar selesai membereskan kamarnya.
Wonwoo menuruni tangga berniat untuk membuang sampah di tempat sampah yang telah di sediakan di lantai bawah. Terlihat suasana sangat sepi. Tak ada seorang pun yang keluar kamar bahkan mungkin untuk sekedar jalan-jalan. Wonwoo meregankan tubuhnya sedikit menggeliat membuat otot-otot yang tegang karena seharian membereskan kama menjadi lemas. Wonwoo memegangi kepalanya, rasa pusing menghantam kepalanya. Kali ini Wonwoo benar-benar harus makan, jika begini bukan hanya lemas tapi Wonwoo bisa saja pingsan mendadak. Tapi tiba-tiba, sekitar beberapa meter di hadapannya berdiri seorang pemuda yang tengah membawa kantung plastic kecil memperhatikan Wonwoo. Pemuda itu sungguh tampan, postur tubuhnya sangat bagus tinggi besar mengalahkan Wonwoo.
Pemuda itu berlari menghampirinya, membuat mata Wonwoo sedikit melebar mencoba mencerna apa yang sedang terjadi saat ini. Tubuh kecilnya telah di rengkuh kuat-kuat oleh pemuda yang ada di hadapannya, menenggelamkan kepalanya ke ceruk leher putih milik Wonwoo. Wonwoo masih meloading pikirannya, sebenarnya apa yang terjadi sekarang ia betul-betul tak mengerti. Ia tak mengenal pemuda yang sedang memeluknya saat ini. "Akhirnya…" Ucap pemuda tinggi itu pelan. Rasa rindu seakan tertuang semua untuk Wonwoo. Wonwoo masih saja diam, tak punya tenaga untuk melawan. Lalu tiba-tiba, tubuh yang di rengkuh pemuda tersebut bertambah berat tanganya yang mula nya mencengkram tangan si pemuda agar terhindar dari pelukannya terlepas begitu saja. Si pemuda tinggi melepaskan pelukannya, melihat mata Wonwoo yang tertutup, mengguncang pelang. "Apa yang terjadi denganmu?" ucap si pemuda tinggi pelan. Ternyata Wonwoo pingsan.
Si pemuda tinggi menggendong Wonwoo untuk di bawa ke kamarnya karena ia tidak tau di mana kamar pemuda yang sedang di gendongnya, si pemuda tinggi membaca Wonwoo ke kamar dengan papan nama bertuliskan 'KIM MINGYU'. Di buka nya pintu secara kasar tak memedulikan apakah pintu nya akan rusak atau tidak. Yang penting orang yang sedang di gendongnya akan cepat sadar. Wonwoo di letakkan di kasur nya. Kamar pemuda bernama Kim Mingyu cukup rapi. Mingyu berusaha mencipratkan air ke wajah Wonwoo tapi tetap saja tidak bangun. Tiba-tiba suara perut Wonwoo berbunyi membuat Mingyu terkekeh pelan. "Ternyata karena lapar." Ucapnya pelan. Mingyu berinisiatif untuk membuatkan makanan.
Wonwoo yang mencium masakan Mingyu karena begitu laparnya terbangun. "Dimana aku?" ucapnya memegangi kepalanya yang cukup pusing. Wonwoo melihat pemuda yang di peluknya tadi membelakanginya. "Kau siapa?" ucapnya pelan takut mengagetkan si pemilik rumah. "Ah kau sudah bangun, ini aku sudah buatkan makanan, makanlah." Wonwoo di tarik ke meja kecil untuk makan. Tak mengerti apa yang terjadi, Wonwoo memilih untuk menghabiskan makanan yang di hidangkan. "Wah enak." Wonwoo begitu laparnya hingga lupa siapa orang yang tak di kenal ini. Sedangkan orang yang ada di seberang meja, memperhatikan Wonwoo dengan seksama tersenyum melihat begitu nikmat Wonwoo memakan masakan buatannya. "Aku rindu padamu." Wonwoo tersedak setelah mendengar perkataannya. Kalimat yang tak di sangka keluar dari pemuda tinggi di hadapannya. Wonwoo tak percaya apa yang terjadi dengan dirinya. Dan siapa sebenarnya pemuda di hadapannya ini.
TBC
S. Kaze : Ya, Bagaimana menurut kalian? xD
