Remember Me © Soulless-Fariz

Naruto © Masashi Kishimoto

Genre : Romance, Drama.

Rated : T+

Warning : AU, OOC, Typo(s).


Siapa aku? Tidak ada yang mengenalku. Bahkan diriku sendiri. Aku tidak mengenal siapa diriku.

Hanya ada remah-remah kecil kehidupanku dulu yang samar-samar terbesit dalam ingatanku yang kabur ini.

Aku hanya dapat berlari di dalam kegelapan ini, berlari terus mencari secerca cahaya yang mungkin akan muncul dihadapanku.

Namun cahaya itu tidak pernah muncul. Kenyataannya, aku terus mengejar sebuah cahaya di dalam ruangan tanpa sebuah celah.

Dimana aku? Aku sudah berlari sangat jauh disini.

Menapaki semacam tanah hitam yang terus memudar jika aku lihat kebelakang.

Aku harus terus berjalan, atau jika bisa berlari, menggapai asa yang sia-sia, sebuah harapan yang entah kapan akan terkabul.

Aku tidak pernah merasa lelah disini, tidak ada siapapun yang kutemui disini, aku bahkan tidak merasa lapar, senang, ataupun sedih.

Aku bahkan tidak tahu kapan aku memakai baju berwarna putih ini, serba putih, kemeja kurasa. Aku bahkan tidak ingat seperti apa rupa wajahku.


"Bagaimana keadaannya?" seorang dokter menanyakan kepada seorang perawat yang baru saja keluar dari sebuah ruang yang bertuliskan "Operation Room" diatasnya, dokter itu tampak tergesa-gesa, ia bahkan masih berpakaian jaket kulit yang basah akibat hujan diluar, hari ini sedang hujan deras.

"Kritis, detak jantungnya lemah, suhu tubuhnya juga turun drastis." jawab perawat itu, dengan ekspresi wajah yang terlihat cemas, sesekali dia meremas kertas yang beralaskan papan kayu yang ia bawa.

"Berikan detailnya di dalam nanti, aku akan ganti pakaian dulu." ucapnya seraya membuka pintu yang berada di sebelah ruangan operasi itu, sang perawat hanya mengangguk dan pergi dengan tergesa-gesa, tanpa menunggu sebuah jawaban, sang dokter pun sudah tahu ia tidak perlu menunggu jawaban atau pertanyaan lain dari perawat itu. Ia hanya membuka pintu dan memasuki ruangan itu kemudian menutupnya.

Operasi yang berlanjut hingga enam jam itu berbuah hasil. Dia selamat, tetapi dia koma.


Aku tidak tahu sudah sejak kapan aku seperti ini, aku terkadang duduk termenung disini.

Tidak ada cahaya disini, namun aku dapat melihat diriku sendiri.

Setelah itu aku berjalan lagi, tidak punya tujuan. Aku seperti orang tersesat ditempat ini. Tuhan, aku ingin keluar dari sini...

Terkadang sebuah ingatan muncul tiba-tiba di hadapanku, aku hanya dapat menonton, seorang pria dan seorang perempuan.

Wajah mereka samar, seperti terkena sensor. Terkadang ada pria dan perempuan lain yang muncul. Mereka terlihat sangat senang.

Namun ingatan itu hanya sebuah clue kosong yang tak berarti.

Apakah ada kehidupan ketika aku menemukan sebuah cahaya dan keluar dari sini?

Aku benar-benar merasa kesepian disini. Entah sudah berapa lama ini berlangsung.


"Kau sudah menjenguknya hari ini? Bagaimana keadaannya?" seorang gadis dengan rambut sebahu itu bertanya kepada seorang gadis lain dihadapannya, sambil terus menyebul-nyebul sebuah gelas yang berada dihadapannya, gelas yang diketahui berisi ekspreso hangat yang bahkan masih mengeluarkan asap-asap kecil di atasnya. Sedangkan gadis yang berada dihadapannya masih tetap terdiam memandangi keluar jendela.

"Hmm." gadis berponi itu bergumam tidak jelas, kemudian melanjutkan dengan kata-kata yang lirih "Aku tidak tahu."

"Apa maksudmu tidak tahu?" gadis berambut merah muda itu berhenti menyebul-nyebul gelas itu, asap kecil dari gelas itu kembali berayun keatas dan hilang setelah beberapa senti, menatap wajah yang berada dihadapannya lekat-lekat, antara bingung dan penasaran, mungkin itu.

"Aku tidak tahu, ini sudah hampir dua tahun." gadis itu mengalihkan pandangannya dari jendela dan menatap gadis yang ada dihadapannya itu. Ekspresi wajahnya bingung bercampur kesal.

"Aku tahu. Kau boleh menyerah dengan ini," gadis berambut sebahu itu merebahkan badannya ke kursi kayu berwarna coklat tua sebelum melanjutkan kata-katanya "Tapi ketahuilah, tidak ada yang namanya perjuangan yang sia-sia."


Aku bosan. Aku ingin keluar dari sini.

Kapan aku akan menemukan cahaya putih itu dan menggapainya? Aku tidak punya kehidupan disini.

Ingin rasanya aku mencari ujung ruangan gelap yang menghalangi cahaya disini, menghantamnya sekuat tenaga.

Tidak perduli itu terbuat dari batu, besi, atau beton sekalipun.

Benar, aku tidak boleh putus asa sampai disini saja, aku harus menemukan ujung itu bagaimanapun caranya.

Meski membutuhkan waktu bertahun-tahun, berpuluh-puluh tahun, bahkan ratusan tahun, aku akan mencarinya.

Putus asa bukanlah sebuah pilihan untukku saat ini. Benar.

Langkah demi langkah akan kupijak diatas kegelapan yang menyelimutiku ini!


"Hei, kau ingat tentang kecelakaan yang ada di Chiba?" toleh pria itu membuka pembicaraan di tengah perjalanannya bersama seorang gadis berambut panjang sepunggung. Gadis itupun ikut menoleh melihat pria yang berjalan disebelahnya sambil berpikir.

"Umm, aku ingat." ucap gadis itu tiba-tiba sambil tangannya terangkat seperti menunjuk sesuatu

"Aku dengar-dengar, korban kecelakaan itu masih koma hingga sekarang!" tambah pria itu dengan ekspresi wajah yang sedikit kaget bercampur kasihan.

"He? Tapi itu kan sudah hampir dua tahun lalu ya kalau tidak salah?" gadis itu melempar balik dengan sebuah pertanyaan yang terdengar gampang dijawab. Ekspresi wajahnya ikut-ikutan sedih ketika mengatakan itu.

"Benar, aku ada disana ketika kecelakaan itu." pria itu menunduk sambil memasukkan kedua tangannya di saku jaketnya. Sedih, mungkin.

"Benarkah?" gadis itu makin heboh sendiri ketika mendengar ucapan pria yang berada disebelahnya itu.

"Iya, aku merasa kasihan dengannya, jiwanya pasti sedang berjuang untuk hidup." pria itu mendongak keatas langit yang sedang mendung hari itu, cuacanya dingin, cocok kalau dia sedang memakai jaket saat ini, begitu juga dengan teman gadisnya.

"Kudengar-dengar juga, korban kecelakaan itu sedang akan menuju ke rumah kekasihnya, ya? Sebelum kecelakaan." sang gadis memberi pertanyaan lagi sambil terus mengingat-ingat tentang kabar ketika kecelakaan yang cukup terkenal itu.

"Kudengar-dengar juga begitu, dia sedang ada janji untuk menjemput kekasihnya, di puing-puing mobilnya pun ditemukan sebuah kotak cincin. Kau bahkan masih bisa melihat kotak cincin itu masih utuh di dalam kotak dashboard mobilnya, tidak ada yang berani menyentuh ataupun mencurinya. Kekasihnya pasti sangat sedih sekaligus kecewa dengannya." jawab sang pria panjang lebar, ekspresi wajahnya membaik seiring kalimat yang diucapkannya, namun kembali sedih di akhir kalimat.

"Kalau itu tidak usah ditanyakan lagi, sudah pasti sedih!"


Siapa namaku?

Berapa usiaku sekarang?

Dimana tempat tinggalku?

Apa warna kesukaanku?

Apa makanan favoritku?

Siapa nama teman-temanku?

Apakah aku mempunyai keluarga yang sedang menungguku?

Apakah aku mempunyai seorang kekasih? Atau mungkin bahkan seorang istri?

...

Siapakah sebenarnya aku?


A/N: Remember Me. Sebuah prolog yang cukup singkat, kurasa. Author sudah beberapa lama kepikiran membuat fict ini setelah fict terakhir author yang berjudul Smile As White Paper. Tapi masih bingung dengan awalnya dan juga author sibuk -,- jadi singkat kata, apakah prolog ini membuat reader tertarik untuk membaca kelanjutannya? Untuk genre nya, author masih meragukan kalau ini bakal jadi drama atau bukan karena author sendiri kurang paham dengan fict drama itu isinya seperti apa :v seperti biasa, kalau reader banyak yang tertarik, akan author lanjutin dengan isi yang lebih banyak di chapter depan :D arigatou :3