"Na, Armin."panggil Eren. Armin menghentikan aktifitas membaca bukunya dan menoleh ke arah sahabatnya itu. "Ada apa, Eren?"respon Armin. Eren menggeleng pelan. "Kenapa kamu begitu suka membaca buku?"tanya Eren akhirnya. Bila Mikasa di sini, pastilah ia sudah memukul dahi Eren. Namun, beruntung karena Mikasa sedang di rumah dan membantu ibu Eren memasak.
Seketika, semburat merah yang amat tipis muncul di pipi Armin.
Buku
Written by Ayazaka Miki.
Shingeki no Kyojin Hajime Isayama.
Rated : K+
Genre : Friendship.
Warning : AR. Cannon. Tiny-fluff.
"Kenapa kamu tanya begitu?"tanya Armin balik. Eren memutar bola matanya, menjauhi Armin. "Penasaran saja. Habis, kau selalu tampak semangat bila menemukan buku baru."jawab Eren sekenanya. "Kalau kau tidak mau jawab, tak apa. Aku tidak akan memaksa."timpal Eren. Armin menghela nafas.
"Karena buku mengingatkanku pada Eren."sahut Armin pelan. Eren terkejut. Pandangannya langsung tertuju pada sohib sehidup-sematinya. "B-Bukan berarti aku menyamakanmu dengan buku!"elak Armin setelah menyadari maksud dari tatapan Eren.
"Kenapa aku?"tanya Eren penasaran. Armin menutup bukunya dan tersenyum. "Setiap bagian dari buku sangat mirip dengan Eren."tutur Armin. "Aku tidak mengerti. Bisa tolong jelaskan?"pinta Eren. Pemuda itu merapatkan dirinya ke Armin.
"Sampul buku selalu mengawali. Sangat keras dan tak mudah dipatahkan, bukan?"tanya Armin. "Hal itu menggambarkan sampul Eren yang keras kepala, tak mudah putus asa, dan selaaaalu menjadi awal dari semua senyumku."lanjut Armin. Eren tertegun. Yah, meski bisa diakui bahwa ia sedikit kesal, sih.
"Tiap lembar buku selalu menjadi bagian terpenting dan menyimpan banyak hal mengejutkan. Lembaran itu juga membagi berjuta pelajaran tanpa menyesal."ujar Armin. "Sama seperti Eren yang menimbun jutaan kasih serta ekspresi di dalam hatinya. Apa Eren tau? Eren adalah salah satu orang terpenting di hidupku. Ia selalu ada di saat aku sendirian."tutur Armin sembari tersenyum lembut. Semburat merah perlahan melapisi pipi Eren.
"Terakhir, adalah penutup yang pasti menjadi akhir." Suara Armin perlahan mengecil. "... Bagiku, Eren adalah akhir dari semua kesedihanku."bisik Armin. Eren memutuskan untuk memberikan senyum terbaik yang pernah ia punya kepada Armin, sahabat yang selalu mendampinginya. Jemarinya perlahan menggenggam jemari Armin.
"Na, Armin."ulang Eren, bermaksud memanggil Armin. Ketika menolehkan kepala, Armin dapat merasakan senyuman dari Eren. Tanpa enggan, pria muda bersurai pirang itu membalas senyumnya. "Suatu saat nanti,"celetuk Eren. "Kau, Mikasa, dan aku akan mengelilingi dunia luar dan menuliskan semuanya dalam satu buku, bukan?"lanjut Eren sembari menatap Armin lembut. Armin tersenyum lebar dan mengangguk semangat.
"Tentu, Eren!"
#pojok author
Aaaa—
Ini fic apa q A q
Ambigu. Abal. Gaje. Pendek banget.
Bikin ngakak setelah membaca ulang, suer. Punya segudang ide, tapi ga tau caranya nuangin dalam bentuk seni. Oke, ini ironis sekali.
Maunya bikin fluff-fluff yang co-cwit gitu. Taunya malah jadi gini. Armin kesannya kaya banci Taman Lawang. #langsung digorok Armin-FC. Maafkan saya m(_ _)m
Ini fic sekedar pembalasan karena ga bisa ngetik satu kalimatpun sewaktu nginep di rumah temen kemarin :D. Jemari ini terasa gatel sekali :) /eh
Saya engga maksa reader untuk nge-riview. Tapi bila ada yang mau, saya akan amat menghargainya.
