Rainy Day
By
FyRraiy
Disclaimer:
Semua karakter tokoh, kata-kata, dan perilaku tokoh di dalam FF tidak bermaksud menjelek-jelekkan tokoh dari segi manapun! FF ini murni dari pemikiran otak saya. Jadi, jika ada kesamaan mungkin hanya sebuah kebetulan saja!
Warning:
Gaje, Aneh, Typo(s), gk nyambung,
Don't Like! Don't Read!
Don't be a Basher!
"Jimin!" Yoongi memekik cukup nyaring.
"Hmmm…." Jawab Jimin hanya dengan dehamannya. Ia tetap fokus pada laptopnya mengerjakan tugas kantornya. Dan hal itu membuat Park Yoongi – istrinya yang duduk di dekat jendela itu mengerucutkan bibirnya.
"Jimin…" kali ini sedikit merajuk, tapi itu malah tak sama sekali membuat Jimin menoleh ke arahnya.
"Jimin…" lagi-lagi Yoongi mencoba merajuk. Dan lagi-lagi pula seorang Park Jimin tak menghiraukannya. Yoongi mendengus sebal. Ia lalu bangkit dari duduknya, berjalan melalui Jimin yang masih setia tidak menghiraukannya. "Aku juga bias bersenang-senang sendiri. Hiraukan saja aku selamanya."
"Yoongi-ah, aku sedang sibuk tolong mengertilah…." Ujar Jimin mendengar gerutuan Yoongi tadi, dan kali ini ia berhenti menatap tumpukan berkas itu berganti untuk menatap Yoonginya.
Yoongi berhenti dari langkahnya dan membalikkan tubuhnya menghadap Jimin. Ia membalas tatap Jimin dengan sengit. "Apa?! Aku tidak jadi membutuhkanmu. Lanjutkan saja, jangan hiraukan aku!" kentara sekali jika Yoongi kesal dan Jimin pun memilih menghela napasnya.
"Kau mau ke mana?" Tanya Jimin melihat Yoongi yang meneruskan langkahnya ke arah pintu keluar rumah mereka itu.
"Sudah kubilang lanjutkan saja pekerjaan pentingmu itu, Park!" tak berhenti dan tak menoleh, Yoongi berjalan sambal terus melangkah.
"Park Yoongi!" nada Jimin sedikit meninggi dan berhasil membuat Yoongi berhenti. "Tidak ke mana-mana!" masih ketus dan tak menoleh.
"Jangan melakukan hal yang aneh-aneh Yoongi," ucap Jimin lembut yang hanya dijawab dehaman oleh Yoongi.
Dan lagi, Jimin kembali pada pekerjaan pentingnya. Heol, penting sampai Yoongi sedari pagi tidak dihiraukan sama sekali oleh Jimin. Yoongi bosan hanya duduk termenung dekat jendela. Karena saat itu hujan deras hingga ia tidak bias setidaknya berkunjung ke rumah Namjoon untuk menghilangkan rasa bosannya itu.
Toh, kalu dirinya minta Jimin mengantarnya pasti jawabannya adalah penolakan dari apa yang ia harapkan itu. Bagaimana mungkin Jimin membiarkan istri tercinta dan terkasihnya ditinggal berduaan dengan mantan kekasihnya. Ya, dulu semasa sekolah menengah atas siapa yang tak tahu akan hubungan serasi Namjoon dan Yoongi, yang naasnya harus kandas dengan hadirnya serangga tak diundang bernama Park Jimin.
Jadi, di sini ia sekarang di luar pagar tinggi rumah besarnya. Dengan bermodalkan jas hujan transparan yang hanya dapat melindungi tubuhnya dari serangan pasukkan air hujan yang cukup keras sampai sebatas lututnya, dan juga sebuah payung berwarna baby blue yang ia klaim kepemilikannya dari Jimin.
Bukan tanpa rintangan ia melewati besi-besi menjulang tinggi yang melindungi rumah mewah itu. Bung! Ia bahkan dihadang penjaga rumahnya sendiri. Jangan lupakan para maidnya juga. Tadinya mereka semua tidak memperbolehkannya dengan alasan bahwa Tuan besarnya pasti tidak mengizinkan Yoongi melakukan hal itu. Tapi toh, untungnya saja Yoongi itu manis sekaligus menggemaskan. Siapa pula yang tak luluh dan mengamini permintaannya.
Maka dari itu, ia harus cepat sebelum Jimin keluar menemukannya dan membuatnya menyesal telah menunjukkan sisi gelapnya yang padahal manis membuat orang diabetes dadakan. Bias gagal rencana Yoongi untuk main hujan. Yeah, jadi sedari tadi yang membuatnya merajuk mengganggu kegiatan Park Jimin adalah demi hal yang bias saja membuatnya demam berhari-hari.
Awalnya ia ingin meminta persetujuan Jimin akan kegiatan ini, tapi respon Jimin yang menghiraukannya tadi telah membuatnya kehilangan mood untuk berdiplomasi guna menggolkan rencananya itu. Jadinya ia pergi saja tanpa sepengetahuan Jimin dan memang butuh perjuangan, tapi presentasi keberhasilannya akan lebih besar. Namun presentasi Jimin meledak juga jauh berlipat ganda lebih besar. Tapi memangnya Yoongi peduli.
.
.
Yoongi menjalankan rencananya itu dengan mulus. Bermain hujan dengan riang. Berjalan-jalan hingga berlarian kecil sukses terlaksana. Bahkan bonus es krim manis di hari hujan ia dapatkan dengan mudah. Meskipun ia harus membungkuk meminta maaf kepada pelayan toko karena pakaiannya yang basah mengotori lantai toko, jangan lupakan perihal uang yang digunakan untuk membayar es krim itu ikutan basah. Untungnya saja pelayan itu tidak marah, mungkin karena mengira Yoongi hanyalah anak kecil berumur sepuluh tahun yang menginginkan es krim di hari yang terus-terusan hujan.
Dan sekarang ia duduk santai dengan menggoyang-goyangkan kakunya di kursi taman dengan satu cone es krim tak menghiraukan pakaiannya yang berada di bawah perlindungan jas hujan itu hampir lima puluh persen basah. Payungnya juga tidak ia gunakan dengan benar membuat rambutnya sukses lepek.
Dingin memang, tapi toh ia senang kan. Ia juga sudah cukup puas dan sekarang saatnya ia kembali sebelum Jimin marah besar-besar mengetahui kebenarannya jika ia pergi keluar rumah untuk bermain hujan.
Maka Park Yoongi memutuskan untuk bangkit dari duduknya untuk melangkah berbalik, tapi saat itu juga malahan ia mematung bagai melihat hantu di siang bolong. Tapi masalahnya hantunya tampan, kakinya juga menapak tanah kok. Jadi dengan segala pengetahuan yang Yoongi punya tentang hantu, ia menyimpulkan penampakan sosok di depannya ini bukanlah hantu. Dan karena makhluk itu bukanlah hantu maka yang sekarang berdiri di hadapannya itu adalah seorang Park Jimin.
Park Jimin yang berdiri menatap Yoongi dengan dingin lebih dingin ketimbang sensasi makan es krim di tengah hujan yang cukup lebat di kutub utara. Payung hitam yang digenggamnya menambah kesan suram dirinya.
"J-jjim,"
"Dasar bodoh."
"Jimin aku bisa menjelaskannya,"
"Memangnya kau tidak bisa hidup tanpa membuat orang lain cemas? Gunakanlah sedikit otak di kepalamu itu, Yoongi!"
"Jimin, d-dengarkan aku du-,"
"Aku mencarimu sampai kepalaku ingin pecah memikirkan hal yang tidak-tidak!"
Aku mengkhawatirkanmu. Jangan lakukan hal ini lagi. Kumohon.
Kau seharusnya berteriak di depan mukaku Atau sebaiknya kau bakar saja kertas-kertas itu supaya aku sadar kalau melakukan hal bodoh dengan memilih mengerjakan tugas itu dan malah mengabaikanmu."
"Ma-maafkan aku,"
GREB
Jimin menarik Yoongi ke dalam pelukannya. Membenamkan wajahnya di ceruk leher putih Yoongi yang dingin. Membiarkan dirinya juga ikut diguyur jutaan ratus ribu tetes air hujan dengan menjatuhkan payungnya begitu saja.
Jimin memeluk Yoonginya sangat erat. Membagi kehangatan yang ia punya. "Aku mengkhawatirkanmu. Aku takut kau kenapa-kenapa, Yoongi."
Perlahan merambat naik, bibir Jimin mengecupi leher hingga garis rahang Yoongi. "Aku selalu takut akan kehilangan dirimu. Aku terlalu mencintaimu,
Istriku.
Park Yoongi.
Saranghe."
Hingga akhirnya kedua belah bibir itu bertemu. Kecupan yang penuh sanjungan dan permintaan maaf dari Jimin. Menghapuskan dingin yang berubah menjadi sensasi hangat yang menggebu-gebu membuat kupu-kupu beterbangan meskipun hanya kecupan ringan yang singkat karena Jimin segera memberikan jarak di antara kedua bibir itu membiarkan udara dingin sekaligus air hujan kembali menyapu permukaan kulit bibir mereka.
Mereka berpandangan lama. Penuh sanjungan mengarungi iris satu sama lain. Hingga tangan Yoongi terulur menangkupkan kedua pipi Jimin. Mengelus pipi berisi itu. Dan memutuskan untuk menarik wajah Jimin kembali mendekat menyatukan kembali bibir mereka.
Yoongi mengalungkan kedua lengannya kebelakang tengkuk Jimin. Memperdalam pagutan lembut itu. Jimin melumat bergantian atas dan bawah bibir mungil Yoongi. Menghisap pelan bibir atas yang tipis milik Yoongi yang menghasilkan desahan kecil berhasil lolos.
Ringisan kecil kala Jimin menggigit bibir Yoongi meminta akses lebih intim untuk menjelajahi semua yang ada di dalam rongga mulut hangat milik Yoongi. Mengabsen tiap deret gigi rapi, menggelitik langit-langit mulut, dan membelit lidah Yoongi tak terlewatkan oleh Jimin. Sangat memabukkan jika saja Yoongi tidak memukul kecil punggung Jimin karena kehabisan oksigen mungkin saja Jimin emnggan untuk berhenti mencumbu bibirnya yang sekarang merekah membengkak serakah menghirup oksigen. Sedangkan Jimin hanya terkekeh kecil tanpa dosa.
"Ayo pulang dan mandi bersama."
.
.
.
.
END
