Disclaimer: Naruto not mine.
Make It Mine: Ichaichinomiya
.
.
.
Shimura Sai x Haruno Sakura
.
.
Warning:
Typo's, crack-pair, dll…
.
.
.
Seluruh personal di Konoha Gakuen, baik dari siswa maupun staff pengajar sudah maklum dengan pemandangan semacam ini.
Shimura Sai yang menggoda Haruno Sakura.
Kemudian pergulatan mereka berakhir dengan Sakura yang mengamuk. Gadis itu akan menghajar, mencubit, maupun menjabak rambut remaja laki-laki yang tak jera membuatnya merasa kesal. Tak peduli dengan fakta bahwa Sai adalah cucu tunggal berharga bagi Shimura Danzo, seorang pejabat penting negara sekaligus penyokong dana utama di Konoha Gakuen.
"Aduh.. Sakura kau hampir menarik semua rambutku! Bagaimana kalau aku berakhir menjadi botak?" dengan wajah meringis karena rasa nyeri yang menjalar, Sai menyisiri rambut hitam klimisnya dengan jemari. Berharap dengan cemas. Semoga saja akar rambutnya masih menancap dengan kuat.
Mendecih tak peduli, Sakura kembali melangkah menuju kelasnya. Perasaannya yang sudah kacau sejak dini hari makin memburuk setelah Sai menggodanya. Seperti biasanya. Sakura tak bisa menahan diri untuk menggulirkan bola matanya kesal. Terlebih ketika ia mendengar derap langkah kaki di belakangnya, disusul dengan lengan seseorang yang memiting lehernya lembut.
"Kau kesal padaku, Love?" Sai kembali menggodanya dengan nada yang manis. Kilatan geli di matanya benar-benar membuat Sakura berang. Terlebih dengan aksi Sai yang menaikkan sebelah alis hitamnya dengan gaya mengundang.
Melepaskan belitan Sai dipundaknya, Sakura membelalakkan matanya lebar-lebar. Melotot garang dan tajam pada laki-laki di sebelahnya Giginya bergemeletuk kesal dan kedua tangannya mengepal, berharap ia bisa menahan dirinya sendiri untuk tidak mendorong tubuh Sai terjungkal dan membiarkannya terguling di tangga.
"Dengar ya, Pagiku sudah buruk. Ditambah dengan kebiasaanmu yang selalu menggodaku, rasanya aku sudah tak bisa menahan diri lagi untuk bisa membunuhmu. Karena itu, menjauhlah dariku brengsek!" geramnya sambil menghentakkan kaki keras-keras di lantai tangga. Bersamaan dengan suara bel masuk kelas, Sakura kembali melangkahkan kakinya dengan cepat menaiki tangga. Bersyukur dalam hati ia dan Sai tidak satu kelas. Emosinya selalu melonjak naik jika berhadapan dengan Sai.
Sepeninggalan gadis nyentrik berhelai merah muda, Sai menyeringai senang dengan amukan Sakura yang dirasa manis dan menggairahkan. Lihat saja pipi gadis itu merona merah dan mata hijaunya memutar dengan seksi. Hentakan kakinya juga terlihat menggemaskan. Faktor itulah yang membuatnya tak jera menggoda Sakura. Ia selalu ketagihan menyaksikan pesona Sakura yang tak biasa.
Keterpukauan dan rasa terkesima Sai hilang saat mendengar suara berat yang berbisik di belakangnya. "Masih berada di tangga bahkan saat bel sudah berbunyi. Tersenyum sendiri seperti orang gila. Kau ini kenapa Shimura?!" Maito Guy, guru olahraga yang selalu bersemangat dan berapi-api itu menatap ngeri salah satu muridnya.
"Tidak ada apapun, sensei." Remaja tinggi tegap itu langsung melesat lenyap dengan cepat menuju kelasnya. Meninggalkan Guy yang hanya bisa geleng-geleng kepala.
Seluruh gadis di Konoha Gakuen sepakat memilih Uchiha Sasuke sebagai siswa tertampan di sekolah mereka. Bagaimana tidak? Laki-laki yang memiliki tatapan mata yang tajam, bertubuh atletis, tinggi nan tegap dengan pesona yang memikat dan alamak…. seksinya. Sifatnya yang jauh lebih dewasa dibanding remaja sepantaran, dan meski ia jarang sekali bicara tapi semua perpaduan kriteria laki-laki baik itu tampan, keren, menarik, pokoknya Sasuke itu masuk kategori tegetebete versi Sakura Haruno.
Tegetebete alias too good to be true adalah sebutan untuk orang yang terlalu hebat untuk diletakkan menjadi target dalam kenyataan. Sasuke selalu masuk dalam target impian. Jika Sakura berada dekat dengan Sasuke karena suatu proyek tugas sekolah, dia hanya bisa menahan nafas, diam-diam menahan ludah, dan mengkhayal bebas. Membayangkan jika dirinya adalah kekasih Sasuke.
Ah, khayalan yang indah.
"Woi, Sakura! Baru ditinggal ke ngambil makan sebentar aja udah cengar-cengir kayak orang gila!" Tenten memilih menghenyakkan bokongnya di bangku sebelah Sakura. Ia menurunkan baki makanannya dan terlihat makanan menggiurkan yang berhasil membuat perut Sakura semakin lapar. Dua potong roti lapis ukuran besar dengan isi daging, sayuran dan keju, dan dua gelas es coklat.
Mengambil makanannya dari baki, Sakura mengucap dengan gembira. "Trims, Ten. Kau selalu tahu makanan yang enak."
"Yang benar saja, kau akan makan itu?" Yamanaka Ino—salah satu rival Sakura dalam hal mengkhayal tentang Sasuke, sekaligus sahabat baiknya itu berdecak sinis melihat makanan Sakura dan Tenten yang terlalu banyak kalori. Gadis pirang itu kemudian mengangsurkan pilihan makanan sehatnya: satu mangkuk salad sayur, dua potong buah melon, dan satu gelas ocha hangat. "Kalian harus menjaga berat badan. Tidak ingat ya, satu bulan lagi prom akan diadakan?"
Tenten mendengus keras. Dia dan Ino selalu berseberangan dalam aturan pola makan. "Biarkan saja kami makan apapun. Itu bukan urusanmu."
"Oke. Jangan salahkan aku kalau gaunmu tidak akan muat saat dipakai!"
"Aku tinggal memakai celana jeans, kalau begitu."
Ino yang memiliki sisi feminimitas tinggi langsung mendelik ngeri. "Kau akan memakai jeans di pesta perpisahan kita?! Itu tidak akan terjadi!" serunya gemas. Ia menusuk-nusuk selada di mangkuknya dengan kesal.
Jika Sakura selalu dibuat kesal karena ulah Sai, maka Ino selalu terpancing emosi jika berhadapan dengan Tenten. Hanya Tuhan yang tahu mengapa gadis tomboy dan gadis feminin itu memiliki ikatan persahabatan yang cukup lama. Kalau sudah begini. Sakura selalu berakhir sebagai penengah. "Hentikan perdebatan konyol kalian. Lekas makan, dan bergegas ke lapangan. Kupikir Guy sensei akan mempercepat sesi ujian praktik."
Setelah selesai dengan ujian nasional, murid kelas tiga masih harus menjalani ujian praktik olahraga. Di jam pertama, anak laki-laki yang akan mengambil nilai. Berikutnya baru anak-anak perempuan. Guy sensei sengaja mengatur begitu agar kepalanya tidak meledak akibat pekikan dan jeritan anak perempuan untuk idola mereka, Uchiha Sasuke.
Mendengar penuturan Sakura, Tenten bergegas mengunyah makanannya dengan bersemangat. Sakura pikir, ia adalah satu-satunya gadis yang menyukai sesi ujian praktik olahraga disaat gadis lain mengeluh akan rintangan berat yang diberikan guru mereka. Kali ini pengambilan nilai berdasarkan olahraga cabang senam. Mereka harus melakukan gerakan roll depan, roll belakang, hand stand, baling-baling, dan handspring.
"Ugh. Aku benci melakukan salto." Keluh Ino. Membayangkan beberapa menit lagi ia akan bergerak jungkir balik, membuatnya kehilangan selera makan.
Tenten menyeringai. "Itu bukan hal sulit kok. Kau tinggal memutar tubuhmu dengan luwes."
"Ya. Ya. Ya. Tinggal memutar tubuh." Sakura memutar matanya. Kebiasaan saat ia merasa kesal. "Dengan tubuh lentur dan elastis sepertimu itu tidak akan sulit."
Menggigit rotinya dengan suapan besar, Tenten mengangguk sambil tersenyum lebar. Tak peduli dengan daun selada yang mencuat keluar dari mulutnya dan membuat Ino berkotek ribut tentang tata krama makan.
Saat Sakura bersiap untuk menengahi mereka lagi, pemandangan indah di pintu kantin membuat mulutnya bungkam. Sasuke datang dengan pakaian olahraga yang penuh keringat. Kulit putih wajahnya memerah. Lengannya yang padat dengan otot mengusap peluh di kening. Sungguh pemandangan eksotis yang hakiki. Nikmat mana lagi yang kau dustakan?
"Ra! Nafas Ra! Nafas!" Tenten menatap ngeri pada wajah Sakura yang sudah memerah pekat.
"Ganteng banget, Ten~" Sakura mengigiti ujung sedotan minumannya dengan gemas. Ino paham betul gelagat Sakura saat melihat Sasuke langsung berbalik badan. Tak ingin melewatkan pemandangan indah satu detik pun.
"Duh, kadar tampannya makin menguat ya, Ra."
"Iya, No. Makin kelihatan macho gitu ya..."
Ino langsung menganggukkan kepala setuju. Tak ingin bicara satu patah katapun karena ia sibuk merekam momen Sasuke yang macho, berkeringat, basah, dan seksi ke dalam otaknya. Terlebih saat kaki panjang laki-laki itu melangkah semakin dekat ke meja mereka. Rasanya Ino ingin menghapus semua ingatan mata pelajaran dengan semua gambar Sasuke di otakya.
"Setelah ini kalian ambil nilai kan? Semoga sukses ya."
Sakura menganggukkan kepalanya dengan cepat dan bersemangat. Sedangkan Ino mengiyakan ucapan Sasuke dengan kalem dan malu-malu. Meskipun didalam dirinya ingin menjerit "Iya, Sasuke!" dengan riang.
Setelah kepergian Sasuke dari meja mereka, Sakura menepuk pundak Tenten gemas. "Demi apa, Sasuke bicara pada kita?!" pekikan histerisnya diikuti oleh Ino.
Tenten hanya bisa menggelengkan kepalanya begitu jiwa fansgirling Ino dan Sakura kumat. "Tentu saja karena kita berada di kelas yang sama." Jawabnya dengan kalem. Meski ia yakin suaranya tak akan di dengar oleh dua gadis yang sibuk memekik girang.
Ino mengaduh ribut saat Tenten menempelkan dua plester koyo di punggungnya yang cidera. "Pelan-pelan dong, Ten!" semburnya sengit. Tenten meminta maaf singkat tanpa benar-benar merasa bersalah.
Seperti yang telah diprediksi Ino dan Sakura, Tenten adalah satu-satunya gadis yang berhasil menyelesaikan seluruh penilaian dengan sempurna disaat gadis-gadis lain memilih untuk menggantikan aksi jungkir balik itu dengan tugas penulisan makalah olahraga.
Hanya dirinya dan si keras kepala Haruno yang masih nekat melakukan adegan salto. Hal bodoh yang mengakibatkan Sakura jatuh tersungkur ke depan dengan jidat benjol dan dirinya yang menciderai punggung secara tak sengaja.
"Duh, disaat-saat begini, aku lebih menyukai Sakura yang merawatku. Kemana sih, tsundure satu itu pergi?"
"Kau seperti tidak mengerti saja." Jawab Tenten dengan nada geli yang terselip. "Shimura terlihat panik sekali saat melihat calon istrinya jatuh. Ia sampai ribut menyuruh supirnya ke rumah sakit untuk melakukan CT scan "
Ino ikut tertawa geli bersama Tenten. Semua penghuni Konoha Gakuen juga tahu bagaimana hubungan aneh dua sejoli itu. Selalu berkelahi seperti anjing dan kucing setiap kali bertatap muka.
Namun, pertikaian mereka langsung berubah drastis sejak Sai terpikat pesona Sakura. Laki-laki yang kerap menjuarai kompetisi film dan seni itu sering sekali menggoda Sakura dengan panggilan mesra dan sayang. Yeah, siapa yang akan mengira Sai si kulit pucat kepincut dengan gadis tsundure macam Sakura?
Seiring dengan perjalanan dua gadis itu keluar dari ruang ganti, Ino berceloteh iri. "Enak sekali ya Sakura. Tidak usah dipusingkan dengan pasangan ke pesta prom."
"Memangnya dia setuju datang dengan Sai? Aku yakin Sakura lebih memilih datang ke prom sendirian jika memang begitu." Ujar Tenten tak setuju.
"Cih, kau tak tahu saja, Sai itu tipe cowok pemaksa." Tunggal Yamanaka itu mengangguk yakin dengan pengamatannya selama ini. "Duh, Tenten, aku harus pergi ke prom dengan siapa?"
"Mana aku tahu. Kenapa kau tanya aku sih?" Gadis manis yang gemar menggulung rambutnya dengan model cepol seperti karakter fiktif pucca itu mengendikkan bahu cuek "Lagipula, Ino. Prom itu kan masih lama."
"Satu bulan itu singkat, Tenten." Mengigiti kuku dengan gelisah, Ino kembali memikirkan kandidat yang cocok untuk menjadi pasangannya. Kiba? Tidak-tidak. Pakaian cowok maniak anjing itu selalu dipenuhi bulu-bulu hewan kesayangannya. Lagipula ia alergi anjing. Lalu, Neji? Jangan! Ino tahu betul laki-laki keturunan bangsawan Hyuuga itu menaruh ketertarikan besar pada Tenten. Tapi ada satu kemungkinan yang aman. Laki-laki yang tidak pernah terjangkau se antero Konoha Gakuen, Uchiha Sasuke.
"Apa menurutmu Sasuke akan menerima ajakanku ke prom?" Jika ingin mengajak Sasuke pergi ke prom sebagai pasangannya, Ino hanya tinggal mengumpulkan seluruh keberanian yang ia miliki.
Tenten belum sempat menanggapi ucapan Ino saat sebuah bayangan laki-laki bergerak cepat untuk memiting leher Ino.
"Ayahmu akan membunuhku kalau kau pergi dengan cowok lain. Kau jelas-jelas harus pergi denganku, Ino!"
Mendelikkan manik birunya atraktif, Ino berusaha melepas belitan tangan Shikamaru dari lehernya. "Lepaskan aku, Shika."
Namun Shikamaru enggan melepaskan kaitannya. "Ayo, pulang." Katanya sembari menyeret langkah Ino dengan lembut. Menuntunnya menuju koridor yang menghubungkan langsung dengan gerbang utama sekolah.
Merengut kesal karena ditiinggalkan tanpa pamit, Tenten berjalan dengan gerutuan kesal. "Sendiri lagi. Sendiri lagi. Huh!"
Dumelannya berhenti saat sosok Neji Hyuuga berdiri penuh karisma di depan gerbang. "Aku menunggumu, Tenten." Suaranya yang dalam dan berat selalu berhasil menggetarkan hati para gadis. Kecuali, Tenten tentunya. Gadis itu terlalu polos untuk bisa memahami isyarat yang selalu ditujukan Neji padanya.
"Ngapain kau menungguku? Toh, kita nggak janjian pulang bareng!"
Menahan rasa dongkol karena satu-satunya gadis yang berhasil membuat jantungnya berdetak terlalu bodoh untuk bisa memahami maksud terselubungnya, Neji tak punya pilihan lain selain menyeret Tenten masuk ke dalam mobilnya. Dalam hati ia berharap semoga saja ada saksi mata yang melihat aksinya. Dengan begitu, keesokan harinya akan tersiar kabar bahwa Tenten adalah kekasih Neji.
"Berapa kali sih aku harus bilang, aku tidak apa-apa!" Sakura berkata dengan agak keras. Membuang tangan Sai yang menempel di jidatnya dengan kesal. Dengan paksaan Sai, saat ini ia berada dalam mobil yang disupiri oleh Kabuto.
Sai menatapnya was-was. "Sakura," katanya panik. "Kau terluka. Tentu saja kau harus ke rumah sakit."
"Kau sinting ya?" Sakura nyaris menjerit frustasi. "Mana ada orang yang masuk ke rumah sakit hanya karena benjol?!"
Sai melotot kesal pada Sakura. Merutuki kekeras kepalaan gadis itu. "Dengar ya, sebuah benjolan itu bukan hal yang bisa diremehkan. Kepalamu terbentur keras. Bisa saja terjadi hal-hal yang buruk."
Rasanya Sakura ingin meledak. Sungguh. Namun ia tak tega ketika melihat raut kecemasan di wajah Sai. Laki-laki itu benar-benar panik saat melihatnya jatuh terjungkal. Agaknya tidak pantas jika Sakura menolak kekhawatiran tulus yang ditunjukkan Sai dengan penolakan kasar.
Berusaha menenangkan diri, Sakura mencoba untuk mengatur ritme nafasnya lebih pelan. "Sai, uhm, ini hanya luka kecil. Sungguh. Aku baik-baik saja." Katanya dengan suara yang lembut. "Kau tahu kan, nenek dan ibuku adalah salah satu dokter di rumah sakit yang ingin kau kunjungi. Jika mereka tahu aku dirawat disana, entah kehebohan apa yang akan mereka lakukan." Menggelengkan kepala merah mudanya, Sakura meringis membayangkan sikap lebay Ibu dan Neneknya nanti.
"Aku akan lebih baik setelah kau membeli salep thrombophob di apotik terdekat. Dan mungkin juga beberapa keping es batu untuk mengompresnya."
Sai mendesah. Meski ingin kembali berseteru dengan Sakura, namun manik hijau besar milik gadis itu menatapnya dengan pandangan memohon itu berhasil memadamkan perselisihan kecil mereka.
"Baiklah, aku tidak akan membawamu ke rumah sakit," Sakura hampir tersenyum gembira dengan keputusan itu kalau saja Sai tidak kembali melanjutkan kalimatnya. "Tapi aku akan tetap membawamu ke rumahku dan menelpon dokter keluarga kami untuk mengecek keadaanmu." Kata Sai dengan nada suara yang tak ingin dibantah.
Sakura mengerang kesal. Yang benar saja!
Sejak mendapatkan laporan dari Kabuto bahwa Sai membawa seorang gadis ke dalam rumahnya, Shimura Danzo memutuskan untuk membatalkan seluruh acaranya hari ini dan melesat kembali ke kediamannya.
Berdiri di balik pintu kamar tamu, Danzo mengamati gerak-gerik cucunya dalam kesunnyian. Sudut bibirnya tertarik ke atas tatkala melihat mata cucu tunggalnya memancarkan kasih sayang yang besar pada gadis berambut merah muda yang dipaksanya rebah di kasur.
Sepanjang ingatan Danzo, delapan belas tahun Sai hidup di dunia, tak pernah sekalipun pancaran emosi menguar dari wajahnya yang datar. Setelah kecelakaan pesawat yang merengut nyawa kedua orangtuannya, Sai selalu ia didik dengan keras. Jauh dari belaian kasih sayang, Danzo selalu memberikan bertumpuk buku, dan ratusan laporan perusahaan kemuduan menyerahkan segala kebutuhan Sai pada asisten yang ia percaya. Karena itulah, Sai tumbuh sebagai remaja yang dingin dan egois.
Namun apa yang ia lihat saat ini mematahkan segala presepsi.
Keegoisan cucunya yang selalu mengakar, hilang tanpa jejak. Sifatnya kali ini lebih manusiawi, dan dia terlihat lebih hidup dan bahagia.
Cucunya telah menemukan cinta sejati. Sai berhasil menemukan satu-satunya gadis yang akan ia puja dan sayangi seumur hidup.
Didorong oleh rasa penasaran, ia bertanya pada asistennya, "Siapa gadis yang dibawa Sai?"
"Dia adalah Haruno Sakura, tuan"
"Haruno si pemilik rumah sakit dan hotel itu?"
"Iya, tuan." Jawab si asisten dengan sopan. "Menurut penuturan Kabuto, tuan muda Sai memiliki perhatian khusus dengan nona Sakura."
Perhatian khusus? Kerutan di dahi Danzo makin terlihat nyata. "Maksudmu, dia menyukai Sakura?"
Mengangguk dengan senyum lebar, asistennya menjawab yakin. "Iya tuan, bahkan tuan muda Sai kerap menyebut nona Haruno sebagai calon istrinya."
Merasa cukup dengan informasi yang ia terima, Danzo segera berlalu dari kamar Sai. Kali ini ia telah membuat sebuah keputusan untuk merestui hubungan Sai dengan Sakura. "Genma, antarkan aku menuju kediaman Haruno."
"Baik, Tuan." Genma, sang asisten bergerak cepat untuk memberi arahan pada supir keluarga Shimura. Kemudian menyusul langkah kaki tuannya.
Saat tubuhnya berbenturan langsung dengan sesuatu yang hangat, kokoh dan berbau harum, mata Sakura langsung terjaga sepenuhnya. Dalam keremangan, iris hijaunya menelusuri interior kamar yang nampak asing. Kemudian sejumlah ingatan hadir, membentur dengan kecepatan tinggi.
Astaga! ia ketiduran di kamar Sai!
Rasa terkejutnya kian menjadi saat menyadari lengan kokoh yang melingkari perutnya. Belum sempat berpikir maupun menjerit, Sai telah mendekatkan wajahnya ke telinga Sakura.
"Bagaimana tidur soremu?"
Menahan diri untuk tidak menendang tubuh Sai menjauh, Sakura tergagap bertanya, "Sa-Sai! Apa yang kau lakukan?"
Ekspresi panik dan malu yang terpetak jelas di wajah Sakura membuat Sai melempar senyum menggoda. "Kenapa kau masih bertanya, Sakura? Bukankah sudah jelas? Kita tidur bersama." Jawab laki-laki itu seenak jidat.
Kesiap kaget keluar dari bibir tipis Sakura. Wajahnya langsung memerah parah, yang menyerupai semburat senja. "Tidur bersama?!" pekik Sakura nyaring. Buru-buru ia merosot turun dari kasur. Bernafas lega saat menemukan seragam olahraganya masih lengkap.
Gelak tawa Sai tak bisa dibendung lagi. Ya Tuhan, menggoda Sakura adalah suatu kesenangan adiktif. Perasaanya hangat selalu menerjangnya saat melihat berbagai pergantian ekspresi menghibur yang tertera di wajah Sakura yang merona padam.
Merasa bodoh karena ia berhasil dikerjai lagi oleh Sai, telunjuk Sakura teracung pada wajah yang tengah tergelak di depannya. "Kau cowok sialan menyebalkan!" gertak Sakura garang.
Menyempurnakan posisinya dengan melipat tangan di belakang kepala, Sai memberikan sebuah seringai sensual. "Kau belum dengar berita soal pertunangan kita ya?"
"Ha?! Pertunangan?!" Manik hijau Sakura membelalak lebar tak percaya. Mana mungkin orang tuanya tega melemparkan anak gadis satu-satunya pada laki-laki yang gemar membuat emosi Sakura melonjak naik. "Jangan asal bicara, Sai! Orang tuaku tak akan pernah menyetujui hal itu!"
"Oh ya?" kekeh Sai geli. "Lalu kenapa mereka masih belum menghubungimu juga?"
Sadar akan sesuatu yang janggal. Sakura segera mencari ponsel di dalam tasnya. Tangannya gemetar saat melihat layar ponselnya. Ada dua puluh panggilan tak terjawab, dan satu buah pesan baru dari ayahnya.
Dari: Ayah
Sakura, aku baru saja berbincang dengan Shimura Danzo. Ia bilang kau dan Sai terlibat hubungan yang spesial. Kenapa kau tak pernah cerita soal pacarmu, hm? Bagaimanapun juga, aku setuju dengan usul Tuan Danzo. Hubungan kalian harus diikat dalam sebuah ikatan suci. Kali ini kalian resmi bertunangan! Selamat!
Sakura menampilkan wajah ngeri. Tidak mungkin!
"Baiklah, Love. Kita akan menikah selepas kuliah nanti." Tandas Sai seraya mendekat untuk mencium kening gadisnya. Memikirkan kegiatan untuk menggoda Sakura seumur hidup membuat Sai bersemangat. Hidupnya pasti akan sangat menyenangkan.
. FIN .
Baru kali ini aku nyomblangin Sai sama Sakura. Semoga feelnya dapet ya. Maaf deh kalau disini Sai agak OOC. Habisnya, dia cuman suka bertingkah di depan Sakura doang sih. Secara tiba-tiba aja teori lama soal cowok yang suka caper sama cewek yang ditaksir nongol dikepalaku, dan taraaaa jadilah fanfic ini. hehehhehee…
Review dong, gimana menurut kalian?
Terimakasih udah mampir baca :D
-IchaIchinomiya-
