Story: Paper Plane
Disclaimer: Naruto © Masashi Khisimoto
Paper Plane© Akari Yuka
Rating: M for Save
Genre: Romence, Drama
Pairing: Namikaze (Uzumaki) Naruto(18 tahun), Hyuuga Hinata (18 tahun)
Warning: AU, Typo, Misstypo, OOC, DLDR!
.
.
.
Hatiku selalu menderita setiap kali aku melihatmu.
Tiga tahun…
Sudah tiga tahun berlalu, benarkan? Ah, lebih tepatnya tiga tahun dua bulan dan sepuluh hari, namun Hinata masih tidak dapat mengetahui kapan hubungan yang luar biasa ini dimulai. Tidak, bukan tidak tahu, tapi ia tidak yakin bagaimana semua ini bisa terjadi. Mungkin ini yang disebut takdir –hal yang selalu Neji, sepupunya itu katakan padanya-, atau ini hanyalah salah satu rencana Tuhan dalam hidupnya. Namun ia tidak pernah keberatan, bahkan ia mensyukuri hal itu.
Apakah ini sebuah kesalahan? Atau hanyalah salah satu permainan yang mengisi hari-harinya? Atau seperti yang diperkirakan Naruto, mereka telah jatuh terlalu dalam hingga telah menjadi candu bagi mereka?
"Mmmhhh…"
Perhatiannya teralih saat mendengar suara lirih yang berasal dari pemuda yang ada di sampingnya. Pemuda itu tampak menggeliat dan menggosok matanya sebelum menguap. Tubuh tan yang hanya ditutupi oleh selembar selimut itu berusaha mengubah posisinya menjadi duduk, sementara Hinata hanya melihat semua tingkah pemuda itu dalam diam, walau seulas senyum tulus terukir di wajahnya.
"Kenapa kau belum tidur, Hinata?"
Hinata hanya diam untuk beberapa saat sebelum menjawab, "Ti-Tidak apa-apa Naruto-kun… Aku hanya tidak bisa tidur, itu saja."
Jawaban itu bukanlah suatu kebohongan, tapi tidak sepenuhnya benar. Hampir setiap malam Hinata terjaga dari tidurnya, dan tidak mampu tidur lagi, tidak dengan pemikiran-pemikiran yang selalu terlintas di otaknya.
"Oh, begitu," gumam Naruto dan ia kembali menguap, "tidurlah, Hinata. Kita harus pergi ke sekolah besok pagi."
Hinata kembali tersenyum. "Baiklah, aku akan tidur sekarang," balasnya. Ia membetulkan selimutnya untuk menutupi tubuhnya yang telanjang dan membaringkan tubuhnya di samping Naruto dengan posisi membelakangi sang Namikaze muda. Naruto menghela nafas sebelum kembali berbaring dan menuju ke alam mimpinya, sama sekali tidak menyadari Hinata yang masih terjaga. Ia tidak mampu menutup matanya sekalipun ia sudah berusaha sekuat tenaga.
Dan saat-saat seperti inilah, kenyataan bahwa mereka bukanlah sepasang kekasih kembali menghantam pikirannya.
Mereka berdua, sejujurnya, sama sekali tidak mempunyai hubungan asmara apalagi cinta. Mereka hanyalah teman dalam hal seks, atau lebih tepatnya hubungan mereka hanyalah sex friend belaka. Dulu, mereka adalah sahabat yang bersama sejak mereka kecil, tapi semua itu berubah sejak tiga tahun yang lalu. Ketika semua kegilaan ini dimulai, ketika persahabatan murni mereka berubah arah menjadi nafsu duniawi yang tidak terkendali, dan semua itu berlanjut hingga sekarang tanpa mampu mereka hentikan.
Jika saja Hinata mampu menganggap hubungan mereka hanyalah sekedar partner seks semata, tentu semua akan berjalan lebih mudah. Semua akan berjalan jauh lebih baik jika ia tidak mempedulikan semua itu dan menghiraukan apa yang sudah terjadi di antara mereka. Namun ironisnya, ia peduli. Ia sangat mempedulikan semua itu.
Hinata mencintai Naruto. Ia sangat mencintai laki-laki itu.
Sejak kecil, Hinata selalu memperhatikan Naruto yang selalu tersenyum ceria dan tidak pernah menyerah dalam hal apapun. Ia begitu mengagumi dan sangat menyukai sosok bagai mentari itu, dan ia sangat senang ketika akhirnya mereka bisa menjadi sahabat yang sangat dekat. Naruto selalu ada ketika ia bahagia, sedih, bahkan ketika dia berada di titik terendah dalam kehidupannya sekalipun. Sebaliknya, ia pun berusaha untuk menjaga senyum yang amat ia sukai itu agar tetap selalu ada di wajah Naruto. Sepuluh tahun bukanlah waktu yang singkat untuk memahami seseorang. Perasaaan itu pun semakin bertumbuh dalam hati sang putri sulung Hyuuga. hingga tanpa dapat ia cegah, perasaan itu sampai pada puncaknya.
Cinta.
Cinta… Mungkin itulah awal mula semua kegilaan ini dimulai tiga tahun yang lalu. Malam itu, ketika Naruto datang di hadapannya dengan tubuh basah kuyup dengan air mata yang mengalir di kedua pipinya, membuat Hinata tidak mampu lagi menahan rasa kekhawatirannya dan segera menarik Naruto masuk ke dalam rumahnya yang sepi. Melihat kesedihan yang di sepasang mata sapphire itu karena kematian sang ayah –Namikaze Minato-, membuat Hinata seakan lupa diri. Sebuah pelukan erat pada awalnya berlanjut dengan ciuman di bibir Naruto. Naruto yang awalnya amat terkejut dengan tindakan Hinata pun akhirnya tidak dapat menolak. Entah apa yang menguasai pikirannya saat itu, hingga mereka berakhir di ranjang dan saling bercumbu dengan penuh hasrat.
Masih ia ingat dengan jelas saat-saat itu. Saat Naruto menghujani seluruh tubuh telanjangnya dengan bibir dan lidahnya, menjilat, mengiggit, dan menandai tubuhnya dengan tanda kepemilikannya. Bagaimana tubuhnya terasa terkoyak namun nikmat di saat yang bersamaan ketika Naruto menerobos pertahanan akhirnya, mengakhiri keperawanannya, dan bergerak liar di dalam tubuhnya. Namun ia bahagia. Ia sangat bahagia hingga rasanya ia ingin menangis sepanjang malam itu.
Saat itu seperti mimpi yang menjadi kenyataan bagi Hinata.
Tapi kenyataan tidaklah sesempurna dengan apa yang ia bayangkan.
Sejak malam itu, hubungan mereka tidak banyak berubah. Kecuali satu hal, mereka telah terjerat dalam hubungan seksual yang sangat asing. Setiap malam jika mereka saling mengunjungi rumah masing-masing, mereka akan menghabiskan malam di ranjang dengan saling bergumul dan melakukan seks, dan semua itu berlanjut hingga malam ini.
Namun ketika berada di lingkungan luar, di luar privasi mereka, mereka bertingkah layaknya sahabat yang normal. Mereka tidak pernah bergandengan tangan, tidak pernah berkencan berdua, tidak pernah berciuman, tidak pernah sekalipun membicarakan kelanjutan hubungan mereka, dan tentu tidak pernah ada kata cinta yang keluar dari bibir mereka. Tidak sama sekali.
Semua hanya tentang seks belaka.
Tanpa ia sadari, air mata telah membasahi kedua pipi putihnya. Sang putri sulung Hyuuga kembali menangis untuk kesekian kalinya seorang diri. Dan ia tahu, Naruto tidak akan pernah peduli dengan dirinya yang seperti ini, sama seperti Naruto tidak mempedulikan hubungan mereka selama ini.
.
.
.
To Be Continued
A/N: Just two shoot fic NaruHina… Review pliss minna?
