Chap 1

"Namikaze Naruto."

"Siapa?"

"Saatnya kau menepati janjimu."

"Janji? Janji apa? Dan siapa kau?"

"Kau milikku!"

Dengan kata terakhir yang dia dengar, remaja berambut pirang itu terbangun dari tidurnya dengan ditemani beberapa keringat yang mengucur di sisi wajahnya dan nafas yang sedikit terengah, "Mimpi itu lagi,"

.

.

.

Naruto © Masashi Kishimoto

AU, OOC, Shounen-Ai, Typo(s), Lime (dikit…), etc.

SasuNaru, ItaDei - T - Supernatural / Romance

Don't Like? Don't Read!

.

.

.

(Naruto's Pov)

Sudah beberapa minggu ini aku memimpikan hal yang sama dan mendengar suara yang sama juga, entah mengapa aku merasa suara itu seperti menghantuiku, ditambah lagi... Janji yang selalu dibilang oleh suara itu, janji apa? Setauku selama ini aku belum pernah merasa membuat janji dengan seseorang. Bahkan aku tidak tau siapa pemilik suara di mimpiku itu.

Aku menghela nafas, lalu melirik jam yang ada di kamarku. Pukul 06.00 pagi rupanya, sebaiknya aku siap-siap untuk berangkat sekolah. Aku mengambil handuk yang ada di balkon kamar dan segera menuju ke kamar mandi.

Selesai mandi dan berpakaian aku turun ke bawah. Di sana terlihat kakakku yang sudah duduk di meja makan.

"Naruto, ayo sarapan," ajak Kaa-san.

Aku segera duduk di sebelah kakakku dan mulai menyantap makanan yang ada.

Selesai sarapan kami pun berpamitan.

"Cepat, Naruto," perintah Aniki.

"Cepat apa?"

"Ayo berangkat! Kau tidak mau diantar?"

"Diantar? Olehmu?"

"Iyalah! Sama siapa lagi?"

"Ah, tumben kau baik. Sebentar, aku pakai sepatu dulu."

Deidara hanya memutar bola mata pada akhirnya.

.

.

.

.


- Sekolah -


Grek!

"Ohayou!" seruku setibanya di kelas.

"Ohayou," jawab sebagian murid yang ada di kelasku.

Senyum lima jari kutunjukkan.

"Hhh… Seperti biasa ya, kau selalu semangat, Naruto," ujar salah seorang temanku—seorang gadis berambut pirang dan bermata biru sepertiku, hanya saja warna pirang dan birunya terlihat lebih muda, panggil saja Ino.

"Hehehe," Aku segera menuju tempat dudukku di paling belakang pojok kanan dekat jendela.

"Hei, tidak ada PR 'kan?" tanyaku pada orang yang ada di depanku.

"Sepertinya tidak," jawabnya seraya memakan keripik-keripik atau cemilan yang ada di tangannya. Temanku yang satu ini doyan ngemil, panggil saja dia Chouji.

"Hei, Chouji, aku mau pindah di situ, kau pindah saja ke tempatku ya," seru temanku yang lain, yang ini adalah seorang pecinta anjing, namanya Kiba.

"Yah, tapi aku baru sebentar di sini," ujar Chouji lesu.

"Tapi aku bosan di tempatku, aku mau dekat jendela."

"Huft… Yasudahlah."

Mereka pun bertukar tempat, aku menghela nafas. Kiba ini memang sedikit berandalan.

"Kiba, kau memang selalu tidak mau mengalah ya."

"Hah? Biar saja, lagipula aku memang lebih senang di dekat jendela."

"Ya, ya, aku tau."

Tak berapa lama kemudian bel masuk tanda pelajaran akan dimulai terdengar. Murid-murid segera menuju bangkunya masing-masing dan duduk rapi. Pelajaran pertama adalah pelajaran Kakashi-sensei, tak lama guru bermasker itu pun memasuki kelas.

"Anak-anak, sebelum kita memulai pelajaran, aku akan memperkenalkan seorang murid baru dulu," katanya.

Seketika itu juga kelas menjadi ribut karena bisik-bisik tentang si anak baru.

"Tenang-tenang," perintah wali kelas kami itu.

Semuanya menuruti perintah Kakashi-sensei, karena malas memperhatikan akhirnya aku menidurkan kepalaku di meja sambil menatap keluar jendela.

(Normal's Pov)

"Silakan masuk," perintah guru berambut perak itu pada si murid baru.

Murid baru itu pun memasuki kelas, dan alhasil seluruh murid—terutama perempuan—terpanah melihat dirinya—atau mungkin ketampanannya? Rambutnya yang berwarna raven selaras dengan mata onix-nya, kulitnya putih dan badannya juga lumayan tinggi, membuat dirinya terlihat semakin sempurna saja di mata seluruh murid—kecuali Naruto yang sedari tadi tidak memperhatikan.

Anak baru itu memperhatikan seluruh isi kelasnya, sampai akhirnya pandangannya berhenti pada remaja berambut pirang yang sedang menidurkan kepalanya di atas meja, perlahan ujung bibirnya tertarik membentuk seringaian.

"Perkenalkan dirimu," perintah Kakashi lagi.

Pikiran anak itu pun teralih pada perintah gurunya.

"Uchiha Sasuke," katanya datar.

"Sudah? Singkat sekali. Tempat tinggalmu? Dan kau pindahan darimana?"

"Bolehkah aku tidak usah memperkenalkan diri secara detail?"

Kakashi terdiam sejenak, "Yah, terserah sajalah. Kalau begitu, kau duduk di…"

"Aku ingin duduk di sebelah anak berambut pirang itu," Jari pemuda raven itu menunjuk pada pemuda pirang yang kepalanya masih saja tertempel di atas meja.

"Ah, maksudmu Namikaze Naruto?"

"Hn."

"Namikaze Naruto," panggil Kakashi. Namun yang dipanggil tidak merespon sama sekali, sampai akhirnya guru bermasker itu sedikit mengeraskan volume suaranya, "Namikaze Naruto!"

"I-Iya, sensei?" Naruto terkejut dan reflek langsung berdiri.

"Anak baru ini ingin duduk di sebelahmu," jelas Kakashi.

"Eh… Tapi di sebelahku ada Chouji."

"Bisakah kau pindah?" ujar pemuda raven yang masih berdiri di depan kelas itu pada remaja berbadan gemuk di sebelah Naruto.

"E-Eh…" Chouji bingung mau merespon apa. Ia memperhatikan anak baru itu. Errr, sepertinya akan bahaya kalau menolak permintaannya, kesannya dia dingin sekali, mata hitamnya selalu menatap datar, "Ba-Baiklah," Ia pun berpindah tempat.

"Baiklah, silakan kalau memang kau mau duduk di sana," Guru bermasker itu mempersilakan.

Sasuke mulai berjalan menuju tempat duduknya. Ia bertemu pandang dengan Naruto sejenak dan menampakkan seringaiannya.

'Eh… Seringai? Apa maksudnya?' batin Naruto.

Selesai dengan acara perkenalan murid baru, pelajaran pun dimulai

.

.

.

.


- Skip Time; Pulang Sekolah -


Naruto kembali pulang bersama kakaknya, remaja berambut pirang itu memulai pembicaraan, "Aniki,"

"Hm?"

"Tadi di kelasku ada anak baru."

"Di kelasku juga ada."

"Ah, benarkah? Siapa namanya?"

"Uchiha Itachi."

"Uchiha?!"

"Akh, pelankan suaramu. Kenapa kau kaget seperti itu?"

"Anak baru di kelasku marganya juga Uchiha."

"Mungkin mereka saudara kandung sama seperti kita."

"Yah…"

Hening…

"Aniki."

"Apa lagi?"

"Tapi aku merasa ada yang aneh dengannya."

"Aneh bagaimana?"

"Saat aku bertemu pandang dengannya, dia menunjukkan seringaiannya."

"Lalu apanya yang aneh?"

"Heh?! Jelas-jelas itu aneh! Bagaimana mungkin kau menunjukkan seringaianmu pada orang yang baru dikenal?! Lagipula itu tidak sopan!"

"Tidak usah berteriak."

"Habis kau… Akh, memangnya si Itachi itu tidak menunjukkan hal yang aneh?"

"Menurutku sih tidak, tapi dia sempat memandangiku beberapa saat namun tidak menyeringai seperti anak baru di kelasmu itu."

"Begitu ya."

"Sudahlah, tidak usah dipikirkan, lebih baik kita cepat sampai di rumah dan langsung makan."

.

.

.

.


- Di Rumah -


Keluarga Namikaze sedang makan malam.

Setelah selesai dengan acara makan malam mereka, semua kembali pada kegiatannya masing-masing.

Deidara sendiri lanjut menonton tv di ruang keluarga, lalu sang adik menghampirinya, "Aniki,"

"Apa?"

"Aku boleh cerita?"

"Hm."

"Sebenarnya sudah beberapa minggu ini ada yang mengganjal pikiranku, beberapa minggu terakhir ini aku selalu memimpikan hal yang sama dan mendengar suara yang sama dalam mimpi-mimpiku."

Deidara sedikit terkejut mendengar cerita adiknya itu, karena apa yang dialami sang adik mirip sekali dengan yang dia alami akhir-akhir ini, "Suara? Apa suara itu bilang sesuatu?"

"Ya, ia mengatakan sudah waktunya aku menepati janjiku, dan yang lebih menyeramkan itu ia mengklaim diriku sebagai miliknya. Akh, padahal aku sama sekali tidak pernah merasa membuat janji dengan orang lain."

Sang kakak benar-benar terdiam kali ini, mimpi adiknya ini persis sekali dengan mimpi yang ia miliki.

"Aniki?"

"Ah, iya?"

"Kenapa kau terdiam seperti itu?"

Deidara terdiam sejenak, "…Aku juga mengalami itu, Naruto,"

"Hah?!"

"Ya."

"…Itu apa ya, Aniki?"

"Entahlah, sebaiknya tidak usah terlalu dipikirkan. Lagipula itu hanya mimpi," Pemuda berambut pirang panjang itu mulai berdiri.

"Jangan terus mencoba berpikiran positif di saat dirimu juga merasa janggal, Aniki."

Langkah sang kakak terhenti, "…Lebih baik kita tidur, sudah jam setengah sebelas,"

Deidara mematikan tvnya, dan dua bersaudara itu menuju kamarnya masing-masing yang berada di lantai dua.


- Kamar Naruto (Naruto's Pov) -


Aku menghempaskan tubuhku ke kasur dan berpikir sejenak. Rasanya janggal juga kalau Aniki sampai mengalami hal yang sama persis denganku, apa ada hal buruk yang akan menimpa kami berdua? Semoga saja tidak. Semoga itu hanya kebetulan saja…

Perlahan aku memejamkan mataku.

(Dua jam Kemudian)

"Ngh…" Aku membolak-balik posisi tidurku yang sedari tadi terasa tidak nyaman, namun hasilnya nihil dan itu membuatku kesal, "Akh!" Sungguh, aku belum bisa tidur daritadi.

Aku melirik jam, jam itu menunjukkan pukul setengah satu. "Sial! Kenapa aku tidak bisa tidur begini? Jarang sekali aku seperti ini,"

"Mungkin matamu bosan untuk tidur."

"Mana ada hal seperti itu."

Aku tersadar sejenak. Eh… Suara…? Bukannya di kamar ini hanya ada aku…?

Perlahan kutolehkan wajahku menuju balkon.

Tidak ada siapa-siapa. Hhh, sudah kuduga hanya khayalanku. Errr, ini agak sedikit menyeramkan.

Lebih baik aku cepat tidur saja.

"U-Uwaaaa!" Aku kaget saat melihat sudah ada seseorang di sebelahku.

"Ka-Ka-Kau… Si anak baru?! Bagaimana bisa kau ada di situ?!" Aku menjauh darinya, baiklah kali ini benar-benar horor.

Deg.

Eh… Ke-Kenapa ini? Badanku… Tidak bisa bergerak.

Anak baru itu mendekat padaku.

"A-Apa?" Sungguh, entah kenapa aku merasakan ada hawa menyeramkan dari anak ini.

Ia membingkai wajahku sambil menunjukkan seringainya, "Akhirnya aku menemukanmu,"

A-Apa? Apa maksudnya?

Ia menyentuh bibirku, dan perlahan mendekatkan wajahnya.

"Apa? Apa yang mau kau lakukan?"

Mata safirku membulat di saat bibirnya sudah menempel di bibirku.

"Mphhh!" Akh, sial, badanku sama sekali tidak bisa bergerak, protes pun percuma. Apa maksudnya ini?

Ia menjauhkan wajahnya.

"Pwah! Apa yang kau lakukan, hah?! Siapa kau sebenarnya?!"

Ia terdiam.

"…Kau tidak ingat padaku, Naruto?"

"Yah, aku mengingatmu. Kau adalah murid baru di kelasku yang baru saja masuk hari ini."

Tatapannya menjadi datar.

"Sayang sekali…" Ia kembali mendekatkan wajahnya dan menatapku sejenak, lalu turun menuju leher. A-Apa? Leher?

"A-Apa yang mau kau lakukan, Sasuke?" Sungguh, anak baru ini benar-benar membuatku seram.

"Hm… Aroma tubuhmu masih sama seperti dulu. Citrus…"

Dulu…?

Deg.

Aku terkejut, lidahnya baru saja menjilat leherku.

"Sa-Sasuke…" Aku menggigit bibir bawahku. Entahlah, aku tidak tau lagi apa yang harus kulakukan. Aku… Takut padanya.

"Kau milikku, Namikaze Naruto."

"Ahh…" Ia menghisap leherku.

"Hentikan…"

Akh, sepertinya ia sama sekali tidak mendengarkan kata-kataku.

"Ahh, Sasuke…" Kembali dihisapnya leherku. Sial… Tubuhku…

Bruk.

Aku terkejut saat tiba-tiba tubuhku jatuh tertidur. Apa sudah bisa bergerak?

"Sasuke! Kubilang hentikan!"

Duak!

Aku berhasil menyikut wajahnya.

Ia terdiam sambil menunduk. Kemudian kembali menatapku.

Deg.

Aku terkejut melihat matanya, kenapa sekarang… Jadi berwarna merah?"

"Ma-Matamu…"

Ia menampakkan seringainya lagi.

Anak ini… Benar-benar menyeramkan. Aku harus cepat menjauh darinya.

Duak!

Aku berlari setelah memukul wajahnya untuk yang kedua kali.

Cklek. Cklek.

Cklek. Cklek.

Apa? Kenapa pintu kamarku tidak mau terbuka? Padahal aku tidak menguncinya. Brengsek!

Aku bersandar di belakang pintu dan kembali menatapnya. Ia sudah berdiri dan mulai mendekat padaku sambil terus menunduk—seperti mayat hidup, arghhh!

"Siapa kau... Siapa kau sebenarnya?! Apa maumu?!"

"Aku ingin menagih janjimu."

Aku terdiam. Janji…?

Deg.

Seketika aku teringat pada mimpiku yang terus berulang-ulang itu.

"Janji apa…? Aku tidak pernah membuat janji dengan siapapun."

"Ada. Denganku."

"Kalau begitu janji apa?!"

"Janji bahwa kau akan menjadi milikku selamanya, dan sekarang aku ingin menandaimu," Ia menatapku dengan mata merahnya.

Aku sedikit merinding melihat mata merah itu, seperti haus untuk menerkam, dan janji apa itu? Aku tidak pernah membuat janji gila seperti itu! Argh, aku jadi merasa dia ini adalah seorang psikopat!

"Tidak… Aku tidak pernah membuat janji seperti itu," Aku melihat ke bawah, tidak mau menatap matanya.

Nafasku tercekat saat tiba-tiba dia sudah berada tepat di depanku, menatapku dalam jarak dekat.

Ia menyentuh wajahku, "Ck, ck, ck, jangan takut seperti itu, Naruto,"

Aku terus menatapnya ngeri, mulutku sedikit terbuka, namun tidak ada kata-kata yang keluar dari sana.

"Sayang sekali ya kau tidak mengingat janji itu, padahal janji itu adalah sesuatu yang penting."

"Mph," Ia kembali menciumku.

Ah, ba-badanku lagi-lagi tidak bisa bergerak.

"Mnh!" Lidahnya menerobos masuk ke dalam mulutku.

A-Akh… Aku tidak mau…

"Ngh…" Geli saat lidahnya bermain-main di dalam mulutku.

Mata safirku melebar, aku terkejut saat tangannya mulai menyusup ke dalam bajuku.

"Mphhh! Mh!" Aku tau protes pun percuma, tapi aku berharap ia tidak melakukan lebih jauh lagi.

Ia menjauhkan wajahnya.

"Ah… Hah… Hah… Hah…" Nafasku begitu tidak teratur.

Ia tersenyum, "Tidak biasa berciuman, hm?"

"Berisik… Menjauh…"

Senyum itu kembali terlihat di wajahnya, namun kali ini sambil menunduk, "Tunggu dulu," Bibir dinginnya kembali menyapa leherku.

Akh… Jangan lagi…

"Hentikan!" Reflek aku mendorong tubuhnya, "Jangan… Jangan melakukan hal seperti itu lagi," Aku menunduk.

Ia terdiam…

"Cih, kau benar-benar tidak ingat padaku, Naruto?"

"Hentikan… Jangan mengatakan hal-hal yang tidak aku mengerti. Aku sama sekali tidak mengingatmu, bahkan aku tidak tau siapa dirimu, dan janji itu… Aku sama sekali tidak pernah membuatnya!"

"Cih!" Ia kembali terdiam dan menunduk. Perlahan ia berjalan mundur, "Kalau begitu akan kutunjukkan wujud asliku,"

Aku yang sedari tadi hanya berani menatap setengah tubuh bagian bawahnya kali ini benar-benar menatap lurus pada matanya.

Lingkaran hitam mulai muncul di sekitar kakinya. A-Apa itu?

Perlahan lingkaran hitam itu mulai membungkus dirinya, lalu beberapa saat kemudian menipis dan menghilang.

Wushhh!

Akh, angin kencang apa barusan? Reflek aku menutupi wajahku.

Setelah kiranya angin itu sudah tidak ada, perlahan kubuka mata safirku dan alhasil aku terkejut melihat pemandangan di depan sana.

Sasuke yang tadi hanya berpenampilan biasa saja kini menjadi serba hitam, kontras dengan mata merahnya, dan bertaring…?

"Siapa… Siapa kau?"

Ia menyilangkan salah satu tangannya di depan dada, dan beberapa saat kemudian muncullah sesuatu dari balik tubuhnya yang kemudian mengembang.

Sayap hitam…

"Kau bisa menyebutku iblis."

A-Apa? Iblis…?


TBC


Thanks for read. :) Review?