The World Before her Eyes by Himawari96

I do not own of Naruto or Shingeki no Kyojin, nor the story

Saya telah meminta ijin untuk mempublikasikan serta menterjemahkan cerita ini dengan beberapa pengeditan didalamnya.

.

Chapter 1

Aku tidak dapat melupakan hari itu. Kejadian itu. Kejadian yang memalukan. Ketika aku tak sengaja pergi bersama Shikamaru untuk menjalankan misi ke Suna. Kankurou mengajakku untuk mengunjungi kediamannya untuk sekedar istirahat. Aku memegang kepalaku frustasi. Saat itu aku berjalan melewati kamar mandi Kazekage. Aku tidak meminta maaf, sementara aku tertawa dengan pemandangan di belakangku. Aku mengerang. Siapa yang tidak tertawa melihat sosok Gaara yang kuat berdiri dengan sebuah tas diatas rambutnya untuk menghindari basah serta sebuah spons pink? Ah… aku sudah terlalu mabuk.

Aku melihat keluar jendla kantor hokage mengingat kejadian menerikan itu. Itu sudah terjadi satu minggu yang lalu. Aku tidak akan pernah pergi ke Suna lagi, tidak, tidak lagi. Aku tidak bisa melihat wajah Gaara. Aku sudah terlalu larut dalam tertawa dan Kankurou tiba-tiba menarikku melangkah keluar. Aku langsung melesat cepat menuju Konoha, bahkan aku tidak menunggu Shikamaru yang sedang meminta maaf atas kelakuanku pada Kazekage. Aku menghela nafas dan memandang Konoha. Hari yang indah. Setidaknya ini sudah berlangsung lama sejak Pain menghancurkan Konoha. Tapi sekarang tempat ini sudah dibangun kembali. Sebenarnya kami berada dalam ancaman perang oleh Orochimaru dan beberapa anggota Akatsuki yang masih tersisa. Lalu untuk apa membangun kembali Konoha jika pada akhirnya kami akan diserang lagi? Aku tidak bisa membantu, tapi aku merasa tak ada harapan.

Tapi Naruto… Naruto tak akan menyerah semudah itu. Dia akan melindungi orang-orang tak peduli apapun yang terjadi. Aku tersenyum.

"Suatu hari… aku juga ingin melindungi orang-orang." Bisikku. Ya, suatu hari aku akan menjadi seseorang yang melindungi semua orang. Aku mengumpulkan gulungan yang Tsunade-sama berikan padaku dan menyimpannya di dalam wadahnya.

"Oi, sudah selesai?" Suara Hokage mengejutkanku dan aku reflek melompat.

"Ya, Tsunade-sama," Aku memegang kotaknya.

Dia berjalan menuju mejanya dan menduduki kursi. "Karena aku tidak punya pekerjaan untukmu untuk hari ini, kenapa kau tidak pergi keluar saja dan berlibur hari ini?"

Aku langsung berbinar. "B-benarkah?"

Dia menyeringai.

"Tentu saja, kalau begitu, cari Shikamaru dan surh dia kemari, aku membutuhkannya untuk sebuah misi."

Alisku berkedut. Jadi ini alas an sebenarnya dia memberiku 'liburan', yaitu untuk menjemput rekan satu tim Ino yang pemalas itu.

"Ha'i, Tsunade-sama!" Aku segera melesat sebelum dia menyuruhku untuk bergabung bersama Shikamaru dalam misi.

Matahari bersinar terang saat aku keluar dari menara hokage, membuatku menyipitkan mata. Warga Konoha gembira dan benar-benar tidak menyadari sepenuhnya mengenai fakta bahwa perang dunia shinobi kedua akan datang. Mungkin ini yang terbaik, tapi disamping itu mungkin hanya aku yang merasa tegang. Apa karena aku orang yang selalu lemah? Aku menggelengkan kepala.

Tidak… aku tidak lemah. Tidak saat ini.

Sepatuku menginjak lumpur dengan lembut. Hari ini sangat bagus untuk berlatih. Aku berlatih untuk menjadi lebih kuat. Lagipula, aku tidak punya kepentingan yang harus dilakukan hari ini.

"Oi,Sakura-chan!" Aku berhenti dan berbalik melihat teman pirangku sedang berlari kearahku.

"Naruto!" Teriakku.

Dia berhenti lalu membungkuk untuk mengambil napas. Dia terengah-engah lalu mendongak dan menatapku dengan mata biru cerah.

"Sakura-chan! Aku ada misi ke Desa Hujan. Dan Sai mengatakan kami membutuhkan ninja medis, jadi maukan kau ikut?" Aku menghela napas.

"Tidak terima kasih, maaf, hari ini aku libur. Jadi aku ingin mengunakannya untuk berlatih." Dia cemberut.

"Tapi, Sakura-chan, aku tidak ingin mengajak Ino!"

Aku tersenyum. Tak ada yang ingin mengajak Ino, apa dia buruk?

"Ino bisa menggunakan kemampuan medisnya." Naruto menyipitkan mata. Dia berjalan dengan langkah kaki yang mantap, tapi menurutku dia gelisah. Bagaimana bisa dia punya banyak energy?

"Apa kau tahu dimana Shikamaru, aku mendapat pesan untuknya dari Tsunade-sama." Naruto terlihat berpikir.

"Yeah… dia sedang bersama Choji di kedai ramen ichiraku, aku baru saja dari sana. Oh… aku harus pergi!" aku melambaikan tangan padanya saat dia berlari cepat menuju menara hokage. Pemuda itu punya energy yang terlalu banyak. Aku melesat dan melewati took bunga milik Ino. Aku berani bertaruh dia saat ini sedang sekarat karena baru selesai bekerja. Aku menyeringai. Aku senang hari ini aku libur.

Bau ramen menusuk hidungku. Kedai ramen didepan sana.

Aku melangkah masuk dengan tenang dan menghampiri Choji duduk bagian tengah kedai. Choji telah menghabiskan enam mangkok ramen yang kini telah kosong. Gezz.

"Maaf, Nona. Ada yang bisa kubantu?" Tanya pemilik kedai dengan sopan.

"Oh, aku hanya ingin menemuui pria ini." Aku menunjuk Shikamaru yang menoleh kearah suaraku.

"Baiklah, bersantailah."

"Hey, apa maumu Sakura?" kata Shikamaru dengan nada malas.

"Tsunade-sama ingin kau melapor ke kantornya, dia punya misi untukmu." Aku mengerang.

"Wew, menarik, wanita itu akan mempekerjakanku sampai mati." Choji terkekeh.

"Kalau begitu, karena kau akan pergi, bolehkah aku memakan ramenmu?" ninja pemalas itu menghela napas berat.

"Jaa… Choji."

"Sampai jumpa, Sakura!" Aku melihatnya memakan sup yang masih tersisa dan baru saja akan berbalik ketika seorang perempuan berambut coklat yang disukai Naruto berteriak.

"Tunggu, Nona. Ingin membantu kedai kami dengan membeli permen?" Dia mengulurkan sebuah kotak kecil penuh permen lollipop kearahku.

"Tentu." Aku sama sekali tak membeli apapun disini, jadi kupikir tak masalah untuk membelinya. Aku menyerahkan uang padanya dan menyimpan kotak permen itu kedalam kantong ninja milikku.

"Terima kasih, berkunjunglah lagi!" Aku keluar dan menemukan Shikamaru sedang berdiri dengan tidak sabar.

"Kau masih disini?" Aku terkejut.

Dia mengernyit. "Bukankah aku juga akan kesana?"

"Tidak, hari ini aku libur. Aku ingin berlatih diluar gerbang. Kau tahu? Di arena berlatih pribadiku." Dia mengerang lagi dan aku tertawa kecil.

"Ck, itu tidak adil. Kau yang mendapat masalah di Sun-" Dia tak melanjutkan saat kutatapnya tajam.

"Ma-maksudku tempat itu? Baiklah, aku akan mencarimu jika hokage membutuhkanmu. Sampai jumpa." Dia berjalan menjauh dengan tangan berada dalam saku celana. Shikamaru mengetahui tempat altihan rahasia milikku, terima kasih Ino. Aku terkadang mengajaknya kesana untuk membantunya melatih kemampuan medisnya.

Hutan damai dan tenang saat aku berjalan menjauhi gerbang konoha. Bahkan burung-burung pun terdiam. Aku berjalan menuruni jalan kecil berlumpur yang biasa kulewati. Ini terlalu tenang. Aku merasa cemas. Kenapa? Aku seharusnya tidak merasa gugup, ini jalan yang kukenal. Ketenangan ini membuat suara ketukan sepatuku terdengar keras. Pohon-pohon tinggi menghalangi sinar matahari menerpa tubuhku.

Aku merasa takut untuk beberapa alas an. Aku menggigil. Mungkinkah aku ikut misi itu? Apa aku membuat keputusan yang benar? Aku memindahkan kantungku kesisi kiri dengan sedikit kepayahan.

Setelah berjalan cukup lama akhirnya aku sampai di arena latihan. Aku menyiapkan beberapa boneka tiruan yang sudah kupasangi kunai serta shuriken diwajahnya, boneka yang menyerupai Orochimaru yang kubuat sendiri ini memiliki wajah yang pecah. Berdiri di tengah-tengah aku menarik napas dalam dan memfokuskan chakraku. Aku selalu menghangatkan chakra milikku sebelum berlatih.

Setelah beberapa saat terdiam aku berdiri. Menghantam udara beberapa kali lalu melompat tinggi ke udara dan meraih boneka itu. Udara menerpa wajahku dan aku bisa merasakan adrenalin terpacu dalam urat-urat dalam tubuhku. Ya, ini yang kubutuhkan! Sesuatu untuk mengalihkan pikiranku dari perang dan ketakutanku kehilangan segalanya. Di sudut mataku aku melihat sebuah corak awan merah yang terdapat dalam sebuah kain hitam. Aku tersengal-sengal lalu jatuh ke tanah di tengah-tengah kebingunganku.

"Siapa disana?" teriakku, lalu melempar sebuah kunai. Aku masih berdiri ketakutan dalam heningnya hutan. Aku bisa mendengar debaran jantungku yang memenuhi telingaku. Awan merah. Akatsuki.

Sebuah kunai terlempar kearahku. Aku melompat, menangkapnya tepat waktu dan menghempaskannya kembali dari arah diamana dia berasal. Seorang pria bertopeng oranye melompat di belakang pohon-pohon dan mendarat dengan mulus beberapa langkah dariku.

"Hm, kau kunoichi yang cepat." Jantungku berdegup cepat.

Pria ini… pria dengan topeng berputar-putar dengan hanya satu lubang mata ini sangat kukenal. Aku terkesiap.

"Aku mengenalmu! Kau Tobi!" Aku pernah menyerangnya sebelumnya, tapi tak bisa mengenainya. Bahkan Naruto pun tidak bisa…

"Kunoichi pintar, kau mengingatku."

Kurang dari satu detik aku merasakan sebuah tangan menarik dan memutar lenganku. Aku menggertakkan gigi dan melawan rasa sakit yang menyiksa.

"Apa yang dilakukan seorang gadis disini sendirian?" Dia berbisik dengan lembut di telingaku. Aku bisa melihat mata sharingan miliknya berputar. Aku berpindah dan menginjak kakinya tapi dia menghilang dan menyebabkanku tersandung.

"Hoho… kau hamper mengenai Tobi!" Suaranya yang tadinay bernada mengancam berubah menjadi kekanakan.

"Bedebah!" Aku mengumpulkan chakra di kepalan tangan kiriku. Aku akan menyerangnya, dan saat melewatinya aku akan berpindah jauh dari sini. Aku tidak bisa memukulnya sendirian. Tidak ketika dia mempunyai juus menyebalkan itu. Jika Naruto tak bisa melakukannya, maka aku oun tak punya kesempatan.

"Apa gadis manis ingin memukul Tobi?" Dia bertanya dengan intonasi tinggi sambil berlari berputar.

"Ha!" Aku berlari melompat keatas dan mendaratkan tinjuku. Dia merapalkan jurus dengan menggerakkan tangan nya aneh selama dua detik. Aku merasa ketakutan menyelimutiku. Apa yang akan dia lakukan?

"Selamat tinggal gadis manis."

Sebuah pusaran muncul diatasku. Oh… apakah ini sharingan? Aku merasakan tubuhku terangkat keatas, pandanganku perlahan buram. Kepalaku berputar-putar. Apa yang terjadi? Jurus macam apa yang bedebah itu lakukan? Apa aku akan mati disini? Hal terakhir yang dapat kulihat adalah Tobi yang saat itu mendongak. Aku berteriak sampai tanah dibawahku bergetar.

TBC