Hey semua. Lama tak berjumpa. Sungguh, sebenarnya rindu juga untuk bertemu dalam bentuk kata-kata fiksi begini dengan kalian. Tapi kayaknya hasrat ber-fanfiction hilang-timbul hilang-timbul.

hari ini tiba-tiba mendapat dorongan, untuk mulai menulis fanfic lagi. Jadi, mualilah sebuah draft diuraikan. Dan sebuah cerita baru kembali muncul di page B3by.

Untuk cerita-cerita yang tertinggal 'menggantung' akan dicoba untuk melanjutkan lagi pelan-pelan. Semoga masih ada yang baca.

Enjoy, and please don't forget the R&R.


Penantian

apakah merupakan bentuk ke-egoisan?

chapter 1

"kumohon, biarkan aku menjagamu."

gadis itu hanya balas menatap kedua bola mata biru dihadapannya. Tapi tak sanggup menjawab permintaan itu. Permintaan yang telah ia dengar entah untuk keberapa kalinya sejak dua tahun terakhir.

Dan seperti saat-saat sebelumnya, ia menemukan tangannya tergenggam erat diantara jemari-jemari kokoh sang Hokage muda. Tangan yang hangat. Pandangan yang dipancarkan oleh bola mata biru itu terfokus pada dirinya. Pandangan mata yang penuh perhatian.

Suaranya saat mengatakan kalimat berikutnya makin lama makin memelas, seakan penuh permohonan, "menikahlah denganku."

Sakura balas menatap kedua mata itu. Berusaha menggali perasaannya sendiri. Mencari. Mencari perasaan yang bisa menjawab apa yang Naruto getarkan ke sekelilingnya.

Tapi kosong.

Rasa itu tak ada untuk Naruto.

Dan betapa Sakura benci untuk memberikan jawaban yang sama untuk kesekian kalinya. Bukan benci pada Naruto. Benci pada dirinya sendiri. Muak.

"maaf, Naruto. Aku tak bisa."

dan seperti saat-saat sebelumnya ia seakan dapat mendengar helaan nafas pemuda itu. Ia dapat melihat wajah sang Hokage itu memaksakan senyum. Kemudian bercanda seakan penolakan yang dia lakukan bukan sesuatu yang mengecewakan.

"aku harus pergi Naruto, maaf sekali lagi." ia menggenggam tangan pemuda itu. Memberinya senyuman kecil yang ia harap dapat membuat Naruto merasa lebih baik.

"aku akan terus mencoba, Sakura-chan. Jadi jangan merasa ini yang terakhir ya!" ia tersenyum.

Dan Sakura tau, Naruto mengatakan hal itu dengan sungguh-sungguh.

Oooo0ooOo

I've been roaming around

Always looking down at all I see

Painted faces, fill the places I cant reach

You know that I could use somebody

Use somebody – Kings of Leon

"sakura, Hei Sakura!"

responnya lambat, apa lagi untuk seorang ninja. Tapi ia menengok, dan matanya pun beradu pandang dengan seorang laki-laki berpakaian santai berwarna hitam dengan senyuman yang aneh merekah diwajahnya yang putih pucat.

"hai, Sai." Sakura balik menyapa.

Rambutnya yang hitam bersinar dibawah sinar matahari siang Konoha. Terlihat kontras dengan kulit putih pucatnya. Ia membawa beberapa gulungan yang ia peluk dengan sebelah tangannya. Di punggungnya ada sebuh tabung, mungkin isinya kuas dan beberapa lembar lukisannya.

Sai tersenyum. Dan walaupun Sakura tau ia berusaha untuk tersenyum sewajarnya orang biasa tapi tetap saja, ada sesuatu yang aneh di senyumannya. Seakan tak sampai ke mata. Hanya sekedar tarikan di sudut mulut.

"aku dengar Naruto melamarmu minggu lalu, tapi kau menolaknya."

Langsung. Tanpa basa-basi. Jangan kaget lain kali, catat Sakura dalam hati.

"kau ketinggalan berita, ia baru melamarku. Lagi."

"karena tidak ada kembang api tiba-tiba dan segalanya biasa-biasa saja, kuanggap jawabanmu belum berubah," komentar Sai. Entah sejak kapan mereka berjalan berdampingan.

"dan apa pedulimu?" gumam Sakura pelan. Tapi rupanya tertangkap telinga Sai.

"ya, aku peduli. Haruskah aku minta maaf untuk itu?" tanya Sai. Nadanya tetap datar. Tapi dengan caranya sendiri membuat Sakura berjengit seakan ia berteriak di hadapannya.

Sakura menggeleng, "tidak.. kau benar. Aku yang harus minta maaf."

"apakah itu artinya aku harusnya tersinggung?" tanya Sai. Sakura tau, ia sedang mengingat apa yang ada di bukunya. "karena aku tidak tersinggung, apa kau tetap harus meminta maaf?"

"ya, tetap harus," jawab Sakura, "dan jangan bertanya lagi. Sungguh. Perasaanku sedang tidak enak."

"menurut bukuku aku harusnya bertanya ada apa. Tapi menurutku pribadi, aku lebih baik meninggalkanmu menurutmu aku harus bagaimana?" tanya Sai. Tangannya yang mulus mengusap-usap dagunya. Seakan bingung. Tapi Sakura tau itu hanya sebuah pose yang ia pelajari dari bukunya itu.

Sakura menghela napasnya, "kau lebih baik pergi."

"baiklah."

dan begitu saja, Sai berlalu. Meninggalkan Sakura yang menatap punggungnya. Bagian belakang kepalanya. Rambut hitamnya yang sedikit lebih panjang dari biasanya tertiup angin. Membuat ingatan Sakura kembali pada seseorang.

Dan tanpa sadar bibirnya berucap. Nama yang telah ia larang dirinya untuk ucapkan. Tapi pantangan itu kini ia langgar. "Sasuke."

And I'm in so deep,

you know I'm such a fool for you

You got me wrapped around your finger

Do you have to let it linger

Do you have to? do you have to?

Do you have to let it linger?

Linger- The Cranberries

to be continue.. maybe ;)