Ansatsu Kyoshitsu © Matsui Yuusei

.

Warning : OOC, maybe typo, just for fun.

.

Enjoy this one!

.

Karma berusaha menjauhkan wajahnya dari Asano, sayangnya ia gagal. Tangan pemuda yang aslinya sedikit lebih pendek darinya itu lebih cepat merengkuh dagunya, menariknya mendekat dan mengunci kedua mata Karma dengan manik violetnya. Pemuda merah itu terpaku. Bagaimana pun ia sudah kalah dalam menghindari Asano. Mungkin, yang bisa ia lakukan adalah diam dan pasrah.

Cup.

Asano mengecupnya lembut di bibir. Pemuda bersurai orange itu menyeringai senang melihat semburat di pipi orang yang dicintainya semerah rambutnya berkat aksi kecilnya barusan.

"Aku mencintaimu Karma. Jangan menghindar, kau juga memiliki perasaan yang sama denganku."

Karma tak berkutik. Dia juga tidak ingin, tapi bibirnya bergerak sendiri. "Y-ya..."

Krak.

Satu pensil yang masih panjang patah. Beberapa remah kayunya jatuh ke atas buku yang penuh coretan angka-angka. Detik selanjutnya sebuah decihan keluar dari mulut pemuda bersurai merah yang sedang menatap layar laptop di hadapannya.

Sosok lain yang ikut berdiam di jarak kurang dari lima puluh sentimeter di sampingnya menyeringai senang. Ia melirik kawannya yang berwajah merah, marah dan... mungkin malu?

"Ada apa Akabane? Apa kau merasa kalah karena menjadi uke?" godanya.

"Ha?!"

Karma menoleh tidak suka. Alisnya menukik tajam dengan mata yang menebarkan aura kebencian yang kental.

"Apa maksudmu Asano? Apa kau merasa menang dengan cerita murahan seperti itu? Atau—oh, aku tahu. Mungkin kau senang karena imajimu menjadi nyata dalam bentuk fiksi karya orang lain. Maaf saja tapi aku tidak rela disandingkan denganmu."

Asano mengerjapkan matanya berkali-kali. Mata violetnya membelalak hampir sempurna. Kalau saja ia tidak pandai menahan diri mungkin pita suaranya sudah serak karena berteriak.

"Biar kuperjelas sebuah informasi penting untukmu, aku ini masih lurus!"

Asano menekankan kata terakhirnya. Dalam dan sangat jelas.

Karma menyeringai. Otak jahilnya mulai berputar dan ia punya niatan buruk yang baik untuk dilontarkan.

"Hee? Padahal kau kelihatan senang saat melihat aku dinistakan di dalam cerita itu. Kukira kau sangat menyukai statusmu sebagai seme-ku," ujar Karma menggoda. Dan itu sudah menjadi bagian dari hidupnya—membuat orang lain jengkel.

"Jika kau berpendapat seperti itu, apa tidak keberatan jika yang kita baca tadi kuwujudkan jadi nyata?"

Asano mencondongkan tubuhnya mendekat pada Karma. Matanya menyala tajam dengan seringaian yang tidak lepas terpatri dari bibirnya. Karma sebisa mungkin menjauhkan diri, ia mulai panik.

"O-oi... Asano, apa yang ingin kau lakukan? Kau masih lurus seperti yang kau katakan tadi kan? Aku juga masih menyukai wanita asal kau tahu," ucapnya setengah panik. Jarak antara mereka terlampau dekat.

"Ups." Asano kembali menegakkan tubuhnya. Tawanya sedikit lolos. "Aku berhasil mengerjai tukang jahil se-Kunugigaoka."

"Dasar. Kau membuatku takut setengah mati."

"Hee? Aku tidak tahu kalau kau ternyata penakut," olok Asano.

Karma berkedut kesal untuk dua alasan. Tentu saja alasan utamanya karena dianggap penakut. Alasan lain karena—

"Jangan meniru gaya bicaraku," dengusnya.

Pemuda merah itu menutup cerita tadi lalu menge-klik judul lain dari halaman situs yang ditampilkan. Sebenarnya cerita itu sudah mereka baca. Dengan alasan sama-sama tahu isi ceritanya ia ingin membalas Asano.

"Jangan senang hanya karena sebuah cerita Asano. Di sini akulah yang menang dan kau di bawah. Asal kau tahu, kau lebih nista dibandingkan aku di cerita yang ini. Haruskah kuingatkan kalau kau meminta lagi dan lagi?"

Karma menyeringai senang. Wajah aslinya kembali lagi. Sungguh, Asano benar-benar tak bisa membalas. Yang dikatakan Karma adalah tidak dusta.

"Cih!"

Karma mengusap surai merah kesayangannya. Rasanya lembut. Tentu saja karena ia merawatnya setiap hari dengan baik, tidak mungkin bisa begitu dengan sendirinya berkat sebuah keajaiban. Rambutnya merupakan salah satu identitasnya, tidak mungkin ia mengabaikannya.

"Tapi ya, aku heran dengan semua fenomena ini."

"Kau menyebutnya fenomena, huh." Asano menutupi mulutnya agar tawanya tidak lagi lolos.

Sejak berada di satu kelas yang sama dan mulai akrab di SMA, Asano merasa dirinya berubah menjadi orang yang lebih humoris berkat Karma. Satu hal itu ditanggapi dengan dua cara pandang, ia senang dan takjub dirinya ikut terbawa sifat Karma. Lain sisinya adalah kesal karena harus akrab dengan musuhnya sejak SMP.

"Tapi aku juga merasa sangat heran." Asano bicara sambil menatap tajam serta tidak suka layar laptopnya. "Yang lebih mengejutkan adalah kita ditulis saat masih kelas tiga SMP. Siapa pun yang membuat cerita itu pasti orang gila. Anak SMP yang polos dibuat melakukan itu!"

"Aku tidak setuju di bagian kita masih polos. Tapi cerita tentang kita memang mengerikan. Sangat mengerikan. Rasanya aku ingin muntah membacanya," komentar Karma.

Asano meliriknya. "Kau berlebihan jika sampai ingin muntah."

Karma mengerlingkan mata. "Aku tidak bercanda. Pertama kali aku membaca tentang kita di cerita semacam itu perutku sangat mual dan seluruh isinya ingin muntah. Aku masih jijik membayangkan kita memiliki adegan panas di atas ranjang."

"Ugh, aku bahkan tidak bisa membayangkannya," sahut Asano. Pengalamannya tidak beda jauh dibandingkan dengan Karma sebenarnya. "Ne Karma, apa kita menang terlihat seperti pasangan homo?"

"Kita jauh dari itu. Hubungan kita sebatas rival."

"Aku pernah dengar kalau hubungan seperti itu yang membuat menarik. Aku bergidik saat mendengarnya."

"Ya," gumam Karma. Ia meregangkan kedua lengannya ke atas. Sedikit bunyi kretek terdengar di telinga Asano. "Aku tidak tahu apa menariknya menistakan kita di dalam cerita."

"Mungkin karena mereka iri. Melihat orang yang selalu berada di atas, orang-orang pasti tergiur untuk menjatuhkannya," balas Asano.

"Kalau hanya sebatas itu aku bisa menerimanya. Yang mengerikan itu kalau mereka melakukannya untuk hobi mereka."

Asano bergidik membayangkannya. Itu memang mengerikan di samping menjijikkan.

"Kenapa tidak ada posisi yang jelas untuk kita di dalam cerita? Kenapa atas dan bawah tidak selalu menjadi posisi tetap untuk satu orang saja?"

Karma melirik Asano. Ia belum merespons orang yang diam-diam mulai ia anggap teman itu. Ia terlalu takjub Asano masih mau membahas hal ini.

"Kau yakin tidak ingin menghentikan pembicaraan ini?" tanyanya memastikan.

"Aku penasaran, terlebih aku terlibat di dalamnya," jawab Asano. "Bagaimana menurutmu?"

Karma mengedikkan bahu. "Kurasa aku tidak ingin tahu alasannya."

"Tapi sepertinya aku lebih banyak yang dapat posisi atas."

"Kumohon Asano, berhentilah membicarakan itu. Susu stroberi di perutku serasa mau keluar lagi," protes Karma. "Aku tidak ingin dengar cerita menjijikkan itu lagi."

"Apa kau sedang merajuk Ukebane?"

Karma melompat menjauh. Ia memandang Asano dengan terkejut. Bahkan suara jatuh kursinya tidak lebih seperti suara tepukan nyamuk. Cara memanggil dan nada Asano tadi terlalu mengejutkannya lebih dari apa pun yang pernah dialaminya.

"Kau... benar-benar masih lurus kan?"

"Maaf. Aku hanya bercanda."

"Cara bercanda yang buruk," dengus Karma benci.

"Reaksimu tadi persis seperti di salah satu cerita yang kubaca," ucap Asano.

"Jadi benar kau ingin mewujudkan cerita-cerita itu jadi nyata."

"Jangan memandangku rendah. Sudah kubilang aku hanya bercanda," tegas Asano.

"Satu kotak susu stroberi sebagai permintaan maaf," pinta Karma.

Asano merotasikan bola matanya. Selalu saja susu stroberi. "Karena aku merasa bersalah, maka baiklah."

Mereka berdua keluar dari perpustakaan. Tanpa mematikan layar laptop yang masih menampilkan situs yang jadi bahan topik pembicaraan mereka. Toh tidak ada orang lain di sana kecuali mereka.

"Asano, bukankah hubungan kita ini normal untuk pertemanan laki-laki?" tanya Karma memulai lagi.

"Kita normal. Tapi maaf mengecewakanmu, aku tidak menganggap titisan iblis sebagai teman."

Karma berkedut kesal. Ia berniat menendang bokong Asano dari samping tapi pemuda itu lebih cepat menghindar. Karma tidak menyerah, ia berusaha mencekik leher Asano.

"Lepaskan Karma! Kau mau membunuhku hah?!"

Karma tersenyum lebar. "Aku sudah diajarkan satu tahun untuk itu. Aku akan sangat bangga jika ilmuku bisa diterapkan dalam keseharian."

"Keseharianmu mengerikan," komentar Asano sedikit tersengal. Ia bisa melepaskan diri saat Karma mengendurkan ikatan lengannya. Dan ia harus terbatuk-batuk untuk sesaat.

"Ini normal kan? Candaan kita dan interaksi kita normal kan?" tanya Karma lagi-lagi.

Asano membalas setengah enggan. "Hubungan kita sangat normal. Jangan terpengaruh dengan cerita tidak jelas itu, karena kita laki-laki yang normal."

"Benar juga."

"Apa kau takut kau mulai berubah orientasi karena membaca cerita-cerita itu Ukebane-chan?"

"Kali ini aku akan benar-benar membunuhmu karena memanggilku seperti itu!"

Karma mengejar Asano yang sudah lebih dulu lari. Ia bahkan tidak malu berteriak-teriak ketika telinganya lagi-lagi mendengar namanya dipelesetkan.

"Masa muda ya? Mereka tidak belajar dengan baik untuk olimpiade Matematika," ujar Asano Gakuho yang mengintip dari dalam ruang kelas yang kosong. "Yah, kali ini kumaafkan."

.

Finished.