"Taylor-chan, itu penumpangnya, itu penumpangnya!" teriak seorang gadis berambut pirang yang selalu mengenakan kaos t-shirt hijau muda dan jeans biru tua. Sepasang mata hijau emerald muda miliknya berkilauan senang karena kedatangan penumpang kapal.

"Iya, iya, Em, aku tahu itu," jawab seorang pemuda berseragam serba kuning yang memiliki sebagian tubuh hewan seperti telinga dan ekor tupai. Dia dan Emily—nama gadis yang berteriak tadi—bekerja sama untuk pelayanan kapal ferry milik Taylor. Mereka berdua mengantarkan para tamu dari satu tempat ke tempat lain. Emily awalnya juga adalah penumpang kapal Taylor, tapi mulai dekat dan bersahabat; sehingga membuat Taylor luluh hatinya untuk mengijinkan gadisitu bekerja dengannya sebagai asisten pelayanan kapal ferry miliknya.

"Ah, lihat, lihat!" tunjuk Emily dengan riang. "Ada tamu yang sama denganku! Imut-imut yaaa!" teriaknya manja pada sahabatnya.

"Iya, aku tahu..." Taylor mengambil buku tamu sambil membaca daftar pengunjung yang ikut jasa kapal ferry mereka. "Kau beruntung, Em. Gadis itu ikut dengan pelayanan kapal ferry kita."

"Eh, benarkah? Horeeeee! Siapa namanya, siapa namanya?" tanya Emily riang.

"Namanya... Claire."

"...? Claire? Nama yang lucu!" Emily tertawa riang. "Ah, para penumpang layanan kapal kita sudah datang! Ayo kita sambut merekaa!"

"Ini kapal-ku, kan, Em..." bisik Taylor cemberut, tapi dikecilkan agar tidak membuat sahabatnya sedih. "... Ya sudahlah. Selamat datang di pelayanan kapal ferry Reuben." sambutnya pada para penumpang kapalnya.

Emily menyambut para penumpang dengan lebih panjang dan semangat. "Selamat datang di pelayanan kapal ferry Reuben! Kami akan melayani anda dengan sebaik-baiknya! Silahkan masuk ke kamar kalian masing-masing yang sudah kami sediakan dan kami akan menyediakan makan siang untuk kalian saat jam 12 siang di kabin utama!"

Para pengguna kapal ferry milik Taylor membalas sambutan Taylor dan Emily. Mereka mendapat kamar masing-masing dan saling menyiapkan koper mereka.

"Ehh!" Emily berteriak pada seorang pengunjung kapal yang diteriakinya barusan. Tamu yang bernama Claire tadi. Dia membawa koper-koper yang cukup berat. "Apa kau berat membawanya? Biar Emily saja yang mengantarkannya!"

"Te, terima kasih," jawab Claire tersendat karena membawa barang-barang buru-buru. "Engg, namamu..."

"Namaku Emily! Salam kenal!" teriak Emily senang. "Terima kasih sudah menggunakan jasa kapal ferry Reuben!"

"I, iya..." jawab Claire sambil tersenyum ragu. "Habisnya pelayanan kapal ini murah sih, makanya aku memutuskan untuk memakai pelayanan kalian..."

"Hee~ jangan sungkan-sungkan!" Emily tersenyum sambil memeluk Claire erat. "Emily senang!"

"I, iya..." Claire mulai semangat sedikit.

"Ngomong-ngomong, Clairecchi ada apa mau pergi ke..." Emily melirik sebentar ke buku catatan tentang data penumpang kapal. "... Kota Mineral kan? Kenapa kau mau ke sana, mwa?"

"K, kok tahu aku mau ke sa..." Claire terkejut, tapi dia tersenyum. "... Aku mau bekerja di sebuah pertanian di sana."

"Hee..." sungut Emily terdiam. "Bukannya di sana nggak ada pertanian?"

"Ah, masa sih?" Claire tertawa kecil. "Justru aku baca di koran katanya ada pertanian yang bisa dipakai..."

"Hee..." Emily berpikir sebentar. Dia kan belum pernah datang ke kota itu. Hmm... Mungkin aku bisa tanya ke Taylor-chan tentang anak ini! Sahut Emily dalam hati.

"Emily, kok diam?" tanya Claire heran.

"Tidak, tidak ada apa-apa kok!" Emily tersenyum polos sambil membantu Claire membawakan kopernya ke kamar Claire.

Setelah mengantarkan koper, Emily berjalan ke arah pengendalian utama tempat Taylor mengendalikan kapal ferry miliknya.

"Taylor-chaaan!" teriak Emily riang.

"Oh, Em rupanya. Kukira siapa." sahut Taylor. Dia berbalik sebentar dan mengendalikan kapalnya kembali. "Jadi kau bertemu dengan penumpang bernama Claire itu, kya?"

"Un! Betul sekali!" Emily tertawa riang. "Dia penumpang yang aneh deh~ Padahal setahu Emily tidak ada pertanian kosong di kota Mineral, tapi kenapa dia bilang ada ya?"

"Hmmm..." Taylor mengatur kapalnya menjadi pengendalian otomatis dan melepaskan kemudi kapalnya. Karena kapal ferrynya adalah 'robot' ciptaan dirinya, kapalnya bisa dikendalikan secara otomatis seperti robot. "Mungkin karena ini," tunjuknya pada setumpuk koran di dekat meja.

"Hee, mana, mana?" tanya Emily. Dia melihat sepotong iklan koran di salah satu halaman koran terbitan sehari yang lalu.

Maukah kau menikmati indahnya kehidupan pertanian yang damai dan menyenangkan? Hubungi 424-2564. Mineral Town Realtor.

"Hee~ ini ya iklannya!" Emily membaca iklannya dengan gembira. "Ternyata perkataan penumpang aneh itu benar juga!"

"Ya, tapi tidak aneh kok," Taylor tersenyum cuek. "Kan mayor walikota di kota itu pelit. Saking inginnya pertanian tua di sana ada yang menghuni wajar saja dia mencari cara untuk menemukan yang tinggal."

"Hee, kok Taylor-chan tahu?" tanya Emily penasaran.

"Aku sudah mengantarkan berkali-kali orang-orang yang ingin menjadi penghuni pertanian tua di sana sebelum kau bekerja denganku." jelas Taylor. "Dan mereka selalu memakai jasa pelayanan kapal ferryku dengan muka kesal dan bersungut-sungut. Seharusnya kau lihat saat mereka ngambek saat itu."

"Hee, begitu ya..." Emily tersenyum polos. "Tapi Emily yakin gadis itu bisa menjadi orang yang sangat berguna untuk kota mereka!"

"Bagaimana kau bisa tahu?" tanya Taylor.

"... Emily melihat koper-koper yang dibawa gadis itu. Isinya ada beberapa berkas-berkas sertifikat pekerjaan penumpang itu. Dia memiliki peluang dan semangat yang bagus! Emily yakin, kalau orangnya semangat, pasti pekerjaan apapun yang didapat Clairecchi akan dituntaskan olehnya dengan semangat!" jelas Emily panjang lebar.

"Oh ya? Bagaimana kalau kita taruhan? Kalau dalam sehari dia bisa merapikan ladangnya, kau akan kutraktir makan malam di Doug's Inn. Kalau dia masih belum rapi ladangnya, kau harus mentraktirku makan di Wallace's Bar, setuju?" tantang Taylor jahil.

"Oke, Emily setuju!" jawab Emily dengan penuh percaya diri.

-_-_-_- One day later -_-_-_-

Emily memaksa Taylor untuk menuju ke pertanian milik Claire padahal mereka masih harus mengantarkan para penumpang yang ingin pergi ke Sunny Island.

"Ayo dong Taylor-chan! Kan kamu sendiri yang bertaruh denganku!" paksa Emily manja.

"Iya, iya deh! Aku akan mengantarkan penumpang dulu, oke? Jam 12 siang kita ke kota Mineral!" sahut Taylor akhirnya.

Setelah jam 12 siang tiba, sesuai janji Taylor mengemudikan kapal ferrynya yang sudah kosong ke kota Mineral bersama Emily. Mereka lalu berjalan menuju Town Square.

"Permisi ibu-ibu..." sahut Taylor sopan pada para ibu-ibu yang sibuk ngerumpi di sana. "Kalian tahu pendatang baru yang bernama Claire?"

"Claire? Claire yang mana?" tanya seorang ibu-ibu berambut hitam bergelombang agak kaku.

"Itu lho, yang cewek petani itu..." sahut seorang ibu-ibu lagi yang berambut hitam agak panjang sambil tertawa centil.

"Claire? Playgirl baru di kota ini?" keluh seorang ibu-ibu berambut pirang. "Iya, dia sangat populer sejak kedatangannya kemarin. Dia dapat memikat hati bapak-bapak serta para pemuda di sini hingga membuat mereka mau menuruti kemauan gadis petani itu."

Taylor hanya bisa mangap selebar-lebarnya. Emily tertawa puas.

"Ma, masa sih?" tanya Taylor tak percaya. "Em, ikut aku!" teriaknya sambil berlari cepat.

"Ta, Taylor-chaaaan! Cepet amat larinya..." keluh Emily saat melihat sahabatnya sudah hilang dari hadapannya.

Setelah berhasil menyusul Taylor (karena Taylor berlari dan meninggalkan asap debu yang cukup tebal), Emily sampai di pertanian Claire.

Taylor berdiri dengan muka yang pucat pasi dan bengong.

Beberapa bapak-bapak sibuk menghancurkan batu-batu karang yang ada di ladang yang sudah bersih dan beberapa pemuda lainnya membersihkan pertanian. Claire dengan santainya duduk di kursi malas kakek-kakek sambil dipijati seorang pemuda.

"Eh, Emily ya? Selamat datang!" sahut Claire sambil turun dari singgasana kursi malasnya. "Pertanianku keren kan? Bapak-bapak di sini baik hati ya, pada mau membantuku membersihkan pertanianku dalam satu hari ini!"

Taylor hanya bisa bengong.

"Iya, Clairecchi keren!" puji Emily polos. "Kami harus pergi dulu ya! Dadah Clairecchi!" tambahnya sambil menarik Taylor pergi.

Setelah sudah sampai lagi ke pantai, Emily memasang senyum jahil. "Nah, Emily menang kan?"

"Me, memangnya... Sertifikat kelulusan apa yang dia dapat waktu kau lihat ke kopernya?" tanya Taylor setengah memaksa, tidak rela karena kalah.

"Emily lihat sih sertifikat biro jodoh terbaik! Memangnya kenapa?"

Taylor kembali bengong hingga matanya memutih pucat. Pantas saja bisa jadi playgirl!

"Gimana, Taylor-chan jadi kan ngetraktir Emily makan malam?" tanya Emily polos.

"I... Iya..." jawab sahabatnya pasrah.