Chapter 1 : Panggilan
Sudah satu bulan sejak tragedi pertarungan Bishamon dan penyihir yang melibatkan Yato dan Yukine hingga mereka berdua hampir mendapat hukuman surga. Usai tragedi itu, nama Yatogami dan hafurinya terkenal dengan sebutan si pembelah surga dan menjadi perbincangan di kalangan para dewa dan shinki. Satu bulan sudah berlalu, namun Yukine masih saja gusar. Bagaimana jika saat itu Bishamon berhasil membunuh penyihir, kira-kira apa yang terjadi pada Yato jika itu terjadi.
Ayah atau penyihir merupakan garis hidup Yato, kematian penyihir juga berarti kematian Yato. Yato yang lahir dari harapan seorang penyihir tentu saja sekarang merasakan dilema berat. Keberadaan penyihir itu sendiri juga merupakan bahaya bagi para dewa dan shinki. Tsuguha, shinki Bishamon sudah menjadi salah satu korbannya. Namun, Yato juga belum mau menyerahkan hidupnya, dan Yukine pun tidak ingin kehilangan Yato.
Aroma kuah oden menguar di udara. Yukine kembali dengan aktifitas rutinnya, bekerja sambilan di kios Kofuku-san. Kesehatannya sudah membaik. Mimpi buruk itu juga cukup jarang muncul akhir-akhir ini.
"Yukine belikan aku bir, aku lelah sekali. Kemarin aku membunuh banyak ayakashi. Aku perlu penyegaran!" Yato muncul sambil merengek, dengan rambut acak-acak ditambah wajah tololnya. Yukine menggenggam kuat sendok oden ditangannya, tampak menahan amarah. Bebannya sebagai pembimbing serasa bertambah dua kali lipat melihat kelakuan bodoh Yato pagi ini.
"Daripada kau minum bir, cari kerja sana dewa jersey!" ketus Yukine lalu melanjutkan kegiatan mengaduk odennya. Ia berencana memasak lebih banyak karena Hiyori bilang akan datang untuk mengajar hari ini.
Gadis berambut panjang dengan seragam sekolah tertutup mantel merah muda muncul, gadis itu tidak lain adalah Iki Hiyori. Ia nampak membawa beberapa buku pelajaran baru. Sudah satu tahun sejak Hiyori mulai mengajari Yukine belajar, sekarang seharusnya Yukine pun naik satu tingkat. Yukine harus mulai belajar pelajaran kelas tiga SMP.
"Sepertinya akan sulit ya" Yukine menyorot setumpuk buku dimeja setengah bergidik. Hiyori tersenyum, dan mengangkat kepalan tangannya keatas.
"Kau pasti bisa Yukine-kun"
Yato berjalan dengan mata setengah mengantuk menuju panci berisi oden. Ia tersenyum menghirup aroma gurih disana, belum juga berhasil menyuap, sebuah buku melayang tepat menghantam kepala pria berambut biru tua itu. "Apa-apaan kau Yukine?! Perlakukan tuanmu dengan baik!" Yato mendengus sambil mengusap-usap kepalanya.
"Salahmu sendiri, itu untuk makan siang!"
Sepucuk surat jatuh dari langit dihalaman kios Kofuku-san. Yukine berjalan keluar dan meraih kertas dibalut amplop putih itu. Jika jatuh dari langit, itu berarti surat dari surga. Yukine gugup, ia berharap ini tidak ada hubungannya dengan tragedi sebulan lalu. Tragedi itu cukup membuatnya trauma hingga sekarang. Ia membuka segel surat dan mulai membaca kertas didalam amplop.
Surat Perintah Perburuan Penyihir
Jantung Yukine seakan tertombak, badannya langsung lemas melihat kalimat yang tertera disana, Hiyori menutup mulutnya, matanya melebar. Surga mulai memburu penyihir. Itu berarti nyawa Yato juga terancam. Uluran tangan dari belakang tubuhnya meraih sepucuk surat ditangan Yukine. Yukine membalikkan badan, melihat Yato yang mulai membaca surat itu. Air muka Yato berubah serius, ia terlihat gelisah. Sama gelisahnya dengan Yukine.
"Yato! Kita harus melindungi ayahmu! Hanya itu yang bisa kita lakukan" Yukine kehilangan kesabaran. Sekarang hampir musim dingin, namun berita tadi seakan merubah atmosfir menjadi panas. Hiyori memandang dua sahabat baiknya itu dengan raut wajah cemas.
Yato hanya diam. Wajah pria itu memucat. "Tidak ada yang bisa kita lakukan" sahutnya lirih.
Mata Yukine melebar mendengar kalimat itu. "Apa maksudmu?!" tanyanya lirih namun menusuk.
"Jika kita pergi melindungi ayah, surga pasti akan mengetahuinya, mereka memiliki ribuan pasukan. Kita hanya akan berakhir di lingkaran suci dan berakhir seperti Ebisu terdahulu. Dan kau mungkin akan disegel kembali di kotak kurungan itu. Aku tak bisa melihatmu menderita seperti itu lagi. Lagipula, aku rasa sudah saatnya penyihir mendapat balasan atas perbuatannya"
Yang dikatakan Yato memang benar. Berada di posisi Yato memang sulit. Ia harus menentukan bagaimana ia harus mati. Mati dihukum surga atau mati karena garis kehidupannya dibunuh.
Daikoku dan kofuku tiba, mereka berdua tadinya pergi berbelanja keperluan kios. Menyadari suasana yang tidak nyaman ini, Daikoku dan Kofuku menghampiri Hiyori dan gadis itu menceritakan apa yang terjadi. Daikoku dan Kofuku sama terkejutnya dengan mereka berdua, nyawa Yato tengah terancam dan nasib Yukine dipertaruhkan.
"Aku sudah memutuskan Yukine" Yato menatap Yukine dengan mata birunya. "Melindungi ayah sama saja mempertaruhkan nasib seluruh dewa dan shinki hanya demi diriku sendiri. Semua kekacauan ini juga karena ayah jadi Aku setuju penyihir harus dibunuh"
Yukine menggertakan giginya, menarik kuat kerah Yato hingga Yato sedikit terjengkang kedepan dan menatap tajam Yato dengan iris cokelatnya yang sudah mulai berair.
"Kau akan mati Yato!" teriak Yukine. Anak laki-laki itu menangis. Daikoku berlari dan meninju pipi Yato dengan kepalan tangannya.
"Bodoh! Kau pikir jika kau mati kau bisa bereinkarnasi?! Kau bukan Ebisu, dan disini kau hanya punya satu shinki. Yukine! Bagaimana nasibnya jika kau meninggalkannya bodoh"
"Aku tahu!" sela Yato membuat kalimat Daikoku tertahan. Sedang Kofuku dan Hiyori sudah menangis diujung sana.
Yukine terduduk ditanah, matanya menatap kosong kedepan. Kehilangan Yato adalah hal terburuk yang pernah ia bayangkan. Air mata Yukine berderai, ia sudah tidak peduli akan Yato akan tersengat karena tangisannya.
Yato benar. Memang tidak ada yang bisa dilakukan atas masalah ini. Yato memilih mati sebagai pahlawan, demi para dewa dan shinki dan demi kedamaian langit dan bumi. Sebagai pembimbing, ia harus memilihkan jalan yang benar untuk Yatogami. Jika beruntung, mungkin Yato akan terlahir kembali, walau kemungkinan itu sangatlah kecil bagi dewa tak terkenal sepertinya.
Dewa lahir dari harapan dan kepercayaan manusia. Dewa yang tak mendapat kepercayaan manusia hanya akan lenyap. Tidak ada reinkarnasi baginya. Karena ia tidak dibutuhkan. Itulah Yatogami. Dan Yukine harus siap akan hal itu.
Cahaya silau menyorot mereka dari langit, beberapa orang dengan penutup wajah dan kendaraan awan muncul. Yukine berlari kedepan Yato dan membentangkan tangannya, bersiap melindungi tuannya.
"Tenang hafuri Yatogami. Kami menyampaikan pesan sekaligus perintah dari langit" suara berat terdengar, pria dibarisan paling depan yang berbicara.
"Yatogami dan hafurinya Sekki, kalian dipanggil yang mulia Amaterasu Oomikami untuk menemui beliau di Takamagahara"
"APA?!" Daikoku terkejut. Mereka baru saja mengirim surat perintah dan sekarang mendatangi Yato secara langsung. Apa mungkin mereka sudah mengetahui identitas Yato sebagai anak penyihir.
"Kenapa Yato harus kesana?!" Yukine berteriak, iris matanya bergetar. Ia ketakutan. Bukan karena para dewa yang mereka temui sekarang, namun karena nasib Yato yang dalam bahaya.
"Ini menyangkut penyihir yang mengganggu kedamaian surga! Seorang informan mengatakan kau, Yatogami berhubungan dengan penyihir!" Suara berat itu terasa melengking. Nafas semua orang yang mendengarkan seakan tertahan. Kokufu yang sejak tadi mencoba tenang sudah mulai ikut kehilangan kesabaran.
"Informan itu mengatakan bahwa Yatogami, dewa yang sudah membelah surga.."
"Adalah Putera penyihir"
Halo ini Aira, fanfiction ini bukan spoiler ya, murni hanya fanfiction. Hanya saja latar waktunya mengambil dari manga noragami chapter 74. Mungkin sekitar dua puluhan chapter sesudah tamat anime noragami aragoto. Saran dan kritik bisa ketik dikomentar ya 😘 semoga menikmati😘
