WHAT IS THE MEANING OF "KOKORO"?

Disclaimer:

Maaf, saya bukan pembuat Vocaloid. Saya hanya penggemarnya. Dan saya hanya membuat fanfiction ini ^^"
-Christi Jasutan a.k.a. Christi Mashiro

Rating: T

WARNING: JELEK, NGACO, ANEH, TYPO, DLL (?). SAYA BUKAN PRO!

Note:

Saya terinspirasi sama lagu Kokoro-nya Rin. Saya juga suka banget sama lagu ini. Jadi ada kepikiran untuk membuat fic. Mungkin masih beginner, tapi saya harap teman-teman menyukainya, ya ^^
Please review desu~ :3


Kodoku na kagakusha ni tsukurareta robotto
dekibae o iu nara "kiseki"

.

.

Siang itu tampak seorang scientist mengutak-atik sesuatu. Ia memperhatikannya berulang kali apa yang sedang ia kerjakan. Semua tampak diperhatikan dengan baik. Ia mengelap peluh yang mengucur berulang kali. Pagi hingga malam, terus berkerja.

Hingga akhirnya saat sang bulan mulai bersinar di kegelapan, ia mulai menaruh percobaannya itu dan segera memasuki selimut. Sebelumnya ia mengecup percobaan yang sedang dilakukannya.

Apa yang sedang ia kerjakan saat ini?

Robot.

.

.

Ketika fajar mulai tiba, sang scientist sudah mulai bersiap-siap untuk melanjutkan robotnya. Banyak sekali robot yang sudah ia kerjakan. Tapi robot yang kali ini betul-betul spesial untuknya. Selama ini ia begitu menganggap membuat robot adalah suatu "pekerjaan". Tapi kali ini ia begitu senang membuatnya hingga melupakan bahwa membuat robot adalah "pekerjaan" itu.

"Len-sama," panggil seseorang. Ia memasuki ruangan kerja scientist itu sambil membawa baki di tangannya.

Scientist yang bernama Len itu menoleh. Ia hanya berkata, "Neru-san, taruh saja di meja."

"Baik. Len-sama baik-baik saja?" kata pelayan itu yang bernama Neru sambil meletakkan baki itu di meja yang dimaksudkan.

"Ya," jawab Len tanpa menoleh. Ia kembali sibuk pada robotnya sendiri.

"Sa-Saya permisi dulu, Len-sama," ujar Neru. Ia keluar dan menutup pintu pelan-pelan.

Len mengamati percobaannya itu. Robotnya kini baru setengah jadi. Ia merasa sangat senang apabila robot ini berhasil ia buat. Dengan mata azure cantik yang serupa dengannya. Rambut blonde pendek manis yang dipadu dengan pita putih besar yang lucu.

Sepertinya semuanya akan sempurna, pikir Len.

.

.

Neru berhenti sebentar. Ia duduk di balik pintu kamar kerja majikannya itu. Perasaan yang terpendam darinya belum tersampaikan sampai sekarang. Ia dengan sedih menatap lantai.

"Len-sama... Andai saja kau tau bahwa sebenarnya masih banyak perempuan yang peduli padamu. Yang sayang padamu. Yang ci-cinta padamu... Semuanya tak akan seperti ini. Tapi kenapa kau hanya peduli pada sebuah robot yang tak bisa memberimu apa-apa?"

.

.

Len mengecat kembali pita yang ada di kepala robot itu dengan hati-hati. Ia memperhatikannya baik-baik jangan sampai ada celah yang tersisa.

"Selesai!" ujarnya girang. Ia memasang robot itu ke komputernya dengan kabel. Pelan-pelan Len berkutat dengan komputernya.

"Aku harap ini berhasil. Dia bisa bergerak..." Len berdoa dalam hati.

BZZT... BZZT...

Len menunggu reaksinya.

TIUNG! TIUNG! TIUNG!

Eh? Ada yang tidak beres?

"A-Apa? Apa yang terjadi?" tanya Len. Ia segera menyadari sesuatu. Cepat-cepat ia mengambil robot barunya itu dan memeluknya.

DUARR! Seketika komputernya meledak.

Len menghembuskan napas lega. Robotnya tidak apa-apa sekarang. Tapi komputernya itu?

"Len-sama! Len-sama! Len-sama tidak apa-apa?" Dengan terburu-buru Neru memasuki kamar kerja majikannya itu.

"Aduh... Saya tidak apa-apa. Tak usah buru-buru begitu," kata Len.

"Ada yang terluka?" tanya Neru lagi.

"Tidak. Untung saja saya sadar. Akhirnya robot ini tidak terkena ledakan komputer." Len tersenyum ke arah robotnya sambil mengelus-elus kepalanya.

"Souka... Saya permisi dulu, Len-sama," kata Neru sambil menahan dadanya yang sakit.

.

.

Berhari-hari Len kembali bekerja dengan robotnya. Ia meneliti apa ada yang salah dengan robotnya itu. Sang scientist bingung dengan komputernya. Apakah programnya bermasalah atau bagaimana?

Akhirnya pada hari Minggu malam...

"Semoga berhasil," gumam Len. Ia memasang kabel pada robot itu dan menyambungkannya ke komputer. Len mulai beroperasi dengan komputernya - sekali lagi.

BEEP!

Len menekan suatu tombol berwarna merah dengan keras.

Seketika terjadi keanehan pada sang robot. Matanya terbuka. Rambutnya dan juga pitanya tertiup lembut oleh angin. Matanya yang indah berwarna azure itu menatap Len. Seketika sebuah senyum terukir jelas di wajah Len.


dakedo mada tarinai hitotsu dake dekinai
sore wa "kokoro" to iu puroguramu

.

.

"A-Apa? Aku berhasil!" seru Len girang. Ia memeluk robot itu dengan erat. Si robot hanyalah diam tak berkutik.

"Siapa kau?" Tiba-tiba sebuah suara yang kecil nan imut keluar dari mulut robot itu.

"Aku? Aku yang membuatmu." Len tersenyum senang padanya.

"Maaf. Aku tak kenal denganmu," kata si robot itu yang membuat Len agak heran.

Len melepas pelukannya dan membantu robot itu bangun.

"Maaf. Aku spontan saja. Namaku Kagamine Len," jawab Len sambil membungkuk sendiri.

"Namaku?"

"Namamu..." Len berpikir sejenak. Kemudian ia menyahut, "Kagamine Rin!"

"Rin?" tanya robot yang diberi nama Rin oleh Len.

"Ya. Nama yang cantik bukan? Sekarang, maukah kau bermain bersamaku sebentar?" Len mengambil tangan Rin. Langsung saja Rin menepiskan tangan Len yang menyentuh tangannya.

Len yang kaget tak bisa berkata-kata.

"Jangan sentuh aku," kata Rin. Ia keluar dari kamar kerja Len dan pergi entah kemana.

Len terduduk lemas di lantai. Ada apa dengan robotnya? Kenapa robot yang ia kerjakan bertahun-tahun ini begitu dingin terhadapnya? Kenapa? Kenapa robot itu tak punya perasa...? Sudahlah. Hal itu tak perlu ditanyakan.

Len baru sadar. Tangan Rin begitu dingin. Sedingin es. Apakah hatinya itu juga dingin seperti terbuat dari es?

.

.

Neru kaget ketika melihat seorang perempuan keluar dari kamar kerja majikannya. Apa yang sebenarnya terjadi? Sejak kapan ia ada di kamar kerja Len-sama? Len-sama kan tidak minat dengan perempuan, pikir Neru dalam hati. Karena tidak sabar, ia memanggil Rin dan menyapanya.

"Nona, siapakah Anda? Mengapa Anda bisa ada di dalam kamar kerja Len-sama?" panggil Neru dengan hati-hati.

"Maaf. Aku tidak mengerti apa yang kau katakan itu. Dan aku juga tidak peduli pada orang yang mengaku-ngaku bahwa ialah yang membuatku," ketus Rin dingin dengan tatapan menusuk pula.

Neru kaget. Ia berpikir, pasti inilah apa yang dikerjakan Len selama bertahun-tahun lamanya. Dan ini balasannya pada Len atas kerja kerasnya selama ini?

"Nona... Len-sama membuat Anda selama bertahun-tahun. Ha-Harusnya Anda berterimakasih p-pada Len-sama, Nona!" kata Neru yang tak bisa memendam perasaannya itu dengan terbata-bata.

Rin menatap tajam Neru.

"Aku tidak peduli. Aku tidak kenal dengannya. Aku juga tidak kenal denganmu. Tak usah ikut campur urusanku," katanya lebih dingin dari yang sebelumnya.

"Ada apa?" Len keluar dari kamar kerjanya. Ia mendapati Neru dan Rin berada di luar.

"Ada apa?" tanyanya lagi.

"Len-sama, betulkah ini robot yang Anda buat?" tanya Neru hati-hati.

"Ya. Memangnya kenapa?" balas Len.

"Eh... Tidak apa-apa," jawab Neru tergagap.

"Rin, di dalam saja. Di luar dingin, lho," kata Len lembut.

Rin menatap matanya dengan pandangan menusuk. Ia mengangguk dan memasuki kamar Len.

"Selamat malam, Neru-san," kata Len sambil menutup pintu. Neru hanya mengangguk.

.

.

.

"Rin, kau mau tidur dimana?" tanya Len.

"Aku? Tidak usah. Aku disitu saja," jawab Rin. Tangannya menunjuk sebuah sudut yang berada di dekat lemari.

"Apa tidak kedinginan?" tanya Len tidak yakin.

"Tidak apa. Aku disitu saja," jawab Rin. Ia masih menunjuk sudut itu.

Len menghela napas, lalu ia tersenyum.

"Ayo, tidur di sampingku saja. Hangat, lho..."

"Apa? Tapi, kan..."

"Tidak apa. Kau kan, robotku."

Akhirnya Rin setuju. Ia berbaring di kasur Len dan tidur membelakanginya. Sedangkan Len membelakanginya juga. Hangat sekali keadaan malam itu. Rin dapat merasakan kehangatan itu di balik selimut. Tapi kehangatan itu tak dapat mencairkan hatinya...

.

.

"Ohayou, Rin," sapa Len.

Rin terbangun. Ia segera turun dari tempat tidur dan berjalan ke arah pintu.

BLAM! Pintu terbanting keras saat Rin menutupnya.

Kenapa dia seperti itu? Kenapa ia dingin sekali padaku dan pada semua orang? Apakah robot memang tidak punya perasaan? Len bertanya-tanya dalam hati.

.

.

"Nona Rin," panggil Neru.

Rin menengok. "Kau lagi?"

"Maafkan aku. Tapi... Bisakah kau membuat Len-sama berhenti mencintaimu? A-Aku sayang padanya! Tapi ia hanya memerhatikanmu. Ia tak pernah memerhatikanku! Ia hanya menganggap bahwa aku pelayannya! Nona Rin, tolong... Ini hanya permintaanku sekali seumur hidup!" seru Neru secara tiba-tiba. Butir-butir air mata membasahi pipinya.

Berapa banyak pun air mata yang dikeluarkan Neru, tak mungkin itu dapat mencairkan hati Rin yang dingin. Dengan perkataan yang menusuk dan nada yang tajam, Rin membalas.

"Aku tidak peduli padanya. Dan aku juga tidak peduli denganmu. Kalian semua bukan siapa-siapaku."

Neru kaget sekali mendengarnya. "KAU KETERLALUAN, NONA RIN!" teriak Neru pilu. Ia segera berlari sambil menahan air matanya yang keluar dengan cepat.

Hati. Hanyalah hati yang Rin butuhkan saat ini.


ikuhyaku toshi ga sugi
hitori de nokosareta
kiseki no robotto wa negau

.

.

Bertahun-tahun Rin hidup dengan seperti ini. Hidup yang menurutnya MEMBOSANKAN. Tak jarang ia berkata kepada Len, penciptanya, "Kenapa kau membawaku pada dunia ini? Lebih baik aku tak usah berada di dunia ini."

Len hampir putus asa dengan robot yang ia buat itu. Maka ia terkadang menasihatinya secara perlahan-lahan. Tetap saja Rin tidak mau mendengarkannya. Ucapannya yang terkadang menyakiti hati Len juga ia lontarkan. "Kau tidak mengerti perasaan 'sebuah' robot. Kita ini berbeda." Dan akhirnya ia berjalan meninggalkan ruangan itu dan menutup pintu dengan keras - seperti biasanya.

Len merasa agak terguncang dengan apa yang dilakukan Rin padanya. Ia selalu bertanya-tanya dalam hati. Apakah ia salah membuat Rin? Apakah ia salah mengerjakan sesuatu yang berharga baginya selama bertahun-tahun? Apakah ia salah membawa Rin ke kehidupan ini?

"Kau tidak tau perasaanku. Kita itu berbeda," kata Rin seperti biasanya pada Len di sore hari itu.

"Tapi, Rin..." Rin langsung menyela ucapan Len sebelum ia selesai mengucapkannya.

"Kau tidak tau perasaanku!" seru Rin. Ia berjalan dengan langkah gontai ke arah pintu.

Len menarik napas kemudian berkata.

"Tidak. Bukan aku yang tidak tau. Kaulah penyebabnya. Kau tidak memiliki hati."

Rin berhenti sejenak. Tanpa menatap Len, suaranya keluar dengan pelan.

"Hati? Apa itu?"


shiritai ano hito ga
inochi no owari made
watashi ni tsukutteta
"kokoro"

.

.

"Hati? Apa itu?"

"Hati. Hatimu sedingin es. Hatimu itu tidak peduli terhadap apa pun. Kau tak peduli pada apa yang terjadi atau siapa pun. Hatimu... beku," tutur Len singkat.

"AKU TAK PERLU HATI!" teriak Rin. Ia segera keluar dari kamar kerja Len dan membanting pintu keras-keras.

Neru yang melihat apa yang terjadi itu tampak ketakutan. Kenapa? Kenapa Rin seperti ini?

Len menghela napas sejenak. Ia merasa sangat sedih. Apa yang telah ia buat selama ini, tidak dihargai. Tidak diperhatikan. Tidak...

Rin harus mengetahui apa itu arti hati! Harus! Itu adalah sebuah harus! Len bertekad. Ia akan mencairkan hati Rin. Dengan semua kekuatannya. Apakah Rin akan sadar bahwa hati itu penting?

.

.

Berhari-hari, Len kembali berkutat dengan pekerjaannya. Setelah membuat robot Rin, ia tak pernah lagi bekerja. Ia ingin sekali menghabiskan waktunya bersama Rin.

Rin yang melihat Len bekerja keras seperti itu menjadi bingung. Selalu saja, saat Len menatapnya dengan pandangan ramah, ia membuang muka. Selalu saja ada kata-kata yang terlontar dari mulutnya. "Aku tak memedulikanmu!"

Len terus bekerja. Siang malam tanpa henti.

Pagi.

Siang.

Malam.

Satu hari.

Satu bulan.

Satu tahun.

Bertahun-tahun...

Rin memandangi Len dengan perasaan yang kecut. Hatinya mulai mencair sedikit demi sedikit.

"Rin!" panggil Len.

"Kenapa?" balas robotnya itu.

"Mari kesini. Aku membuat sesuatu yang menarik untukmu!" seru Len dengan berseri-seri. Tampak terlihat dari wajahnya bahwa ia lelah. Tapi semangatnya itu tetap berkobar untuk membuatkan hati untuk Rin.

"Apa ini?" tanya Rin. Ia kembali disambung dengan sebuah kabel. Seperti dulu. Sebelum ia dapat hidup. Len tersenyum pada Rin. Ia menekan tombol merah seperti dulu lagi.

BZZT!

Rin terguncang. Seketika perasaannya mulai terasa berubah...


TO BE CONTINUED