"Bagaimana hubunganmu dengan Johnny hyung, hyung?" Taeyong menoleh, menatap lekat dongsaeng dalam bandmatenya itu. Matanya bergerak, mencari jawaban tepat yang bisa di lontarkan pada Jaehyun.
"Biasa saja." Walau pada akhirnya hanya dua kata yang sungguh tak bermakna. Taeyong memalingkan wajahnya, menatap langit hitam yang kini bertaburan bintang dengan cahayanya yang terlihat sangat indah dan apalagi remang-remang lampu mendukung pemandangan yang sangat menakjubkan itu. "Memang mengapa kau bertanya seperti itu?" Tanyanya tanpa melihat Jaehyun yang kini tengah tersenyum miring, menertawakan sesuatu secara diam-diam.
"Karena aku bosan." Katanya yang membuat Taeyong menoleh, menatap Jaehyun yang kini terlihat sedang tidak baik-baik saja dimatanya.
"Kau baik-baik saja, Jaehyun." Taeyong bergerak perlahan mendekati Jaehyun, tangannya yang tidak memegang kantong belanjaan kini terjulur, menggapai dahi Jaehyun, memastikan keadaan fisik dari namja yang lebih muda dua tahun darinya itu.
"Hyung." Taeyong menggumam perlahan, menjawab panggilan Jaehyun, dongsaengnya itu menatap dirinya dengan wajah sangat serius. "Mau menjadi selingkuhanku, tidak?"
Taeyong tersentak, dia pasti salah dengar, walaupun presentasinya cukup sedikit, jika dari jarak sedekat ini, dia salah mendengar. Tapi dia pasti salah mendengar, Donghyuck tadi memang berteriak cukup kencang didekat telinganya dan mungkin saja membuat salah satu syaraf pendengarannya tidak bekerja dengan baik –atau dia memang mengharapkan seperti itu.
"Ap—Pa?" Taeyong mundur perlahan, dia kini tepat menatap mata bulat hitam jernih milik Jaehyun. Banyak orang yang berkata bahwa mata tidak pernah bisa berbohong.
"Kau, Taeyong hyung, maukah kau menjadi selingkuhanku?"
Dia mendengar dengan jelas, dan tidak ada kebohongan dalam mata itu. Taeyong menggeleng perlahan, tidak, Jaehyun pasti sedang dalam keadaan terbawahnya, bukan demam tentu, tetapi mungkin kepala Jaehyun telah terpukul sesuatu sehingga syaraf-syaraf kesadarannya telah copot.
"Jadi bagaimana hyung?" Jaehyun bertanya dengan antusias, wajahnya –Tuhan, mohon katakan bahwa ini hanya mimpi atau apakah ini tanggal satu april sehingga ketika dia berkata 'iya', Jaehyun akan berkata 'april mop'.
Tidak. Angin musim dingin baru saja menyampainya ketika hendak keluar dari dorm, jadi pasti Jaehyun-
"Kau gila? Apa kesadaranmu hilang? Kau pasti sudah gila Jung Jaehyun." Taeyong berkata sambil berbalik, dia dengan sigap melangkahkan kakinya menjauhi Jaehyun, walaupun namja itu kini telah berteriak memanggil namanya. "Anggap saja, aku sama sekali tidak mendengar perkataanmu tadi." Teriaknya, dia mengangkat tangannya, menutupi jalur pendengarannya, mencoba menghalangi setiap kata yang dilontarkan oleh Jaehyun.
"Hyung, biar kujelaskan dulu." Taeyong hanya dapat mendengar Jaehyun berkata seperti itu sebelum akhirnya bergegas memasuki lift dorm mereka.
Tingkat kegilaan adik tak sedarahnya itu, memang menanjak akhir-akhir ini. Taeyong mengusap wajahnya dengan kasar, berusaha menghilang memori yang baru saja dia dapatkan.
Boring
Jung Jaehyun X Lee Taeyong
NCT member
AU, Romance, Hurt
Chaptered
NCT belongs to God, Their Parents and SM entertainment
"Mengapa wajahmu begitu? Apa sesuatu terjadi?" Yuta langsung menyapanya ketika kakinya kini telah sampai di ruang televisi di dorm mereka.
"Oh. Tidak apa-apa. Kau belum tidur?" Taeyong menghela napasnya perlahan, dia memaksakan untuk tersenyum berharap Yuta sama sekali tidak bisa membaca apa yang ada di fikirannya.
"Iya, aku baru mau ke atas. Jaehyun mana?" Tanyanya, wajahnya memang terlihat kebingungan ketika dia melihat Taeyong sampai sendirian di dorm seingatnya tadi Taeyong pergi bersama Jaehyun membeli semua persediaan kulkas mereka.
"Oh Jaehyun." Yuta menyeringitkan dahinya ketika mendengar nada aneh yang keluar dari mulut Taeyong. "Dia dibelakang tadi kami berpisah dijalan." Kegugupan kini tercetak jelas di wajahnya, tangannya bahkan terangkat keatas, menggaruk tengkuknya –yang diyakini Yuta sama sekali tidak gatal. "Aku mau ke dapur dulu, memasukkan barang belanjaan ini ke kulkas." Katanya sambil mengangkat kantong yang berada dalam genggamannya lalu melenggang pergi ketika Yuta telah memberikan anggukkan kepala.
Ketika dirinya sampai didepan kulkas, Taeyong tak langsung memasukkan barang belanjaan –seperti yang dia katakan pada Yuta tetapi Taeyong hanya berjongkok, dia mencoba memperlambat detak jantungnya yang entah sejak kapan berdetak kencang.
Setelah detak jantungnya beranjak normal, Taeyong membuka kulkas lalu mulai mengatur beberapa barang.
"Hyung." Seharusnya Taeyong mengambil kantong belanjaan yang berada di tangan Jaehyun tadi sehingga Jaehyun sama sekali tak perlu repot-repot datang kemari dan Taeyong hanya perlu menghindarinya beberapa hari lalu hubungan mereka akan membaik setelahnya.
Taeyong hampir saja melangkah pergi tetapi tangan kuat milik Jaehyun berhasil menghentikannya.
"Dengar penjelasanku dulu, hyung." Taeyong beringsut kembali ke berjongkok, tangannya kembali memasukkan beberapa barang yang sempat mereka beli. Walau keadaannya sangat dingin karena kulkas yang terbuka lebar, Taeyong malah merasa seluruh badannya panas, dia bahkan belum berani menatap Jaehyun walau hanya melirik.
"Aku sedikit bosan dengan hubunganku dengan Ten hyung. Dan aku juga tahu kau mengalami apa yang aku rasakan." Jaehyun mengambil sebuah apel lalu meletakkannya dengan sembarang, sehingga Taeyong harus kembali mengambilnya dan meletakkannya dengan benar. "Aku mendengar waktu kau berbicara dengan Yuta hyung kemarin malam." Tambahnya ketika Taeyong seperti ingin membuka mulutnya.
"Aku tak perlu jawabanmu sekarang hyung. Pikirkan saja dulu selama semalam, aku menunggumu besok di atap SM setelah latihan." Katanya sambil perlahan mengusak surai hitam milik Taeyong lalu beranjak meninggalkan Taeyong yang kini telah terduduk di atas lantai dengan wajah sangat kusut.
Jaehyun kini perlahan memejamkan matanya, angin malam dan lantunan musik lembut yang berasal dari music playernya sungguh menurunkan tegangan di setiap ototnya. Ditambah pemandangan kota Seoul yang sangat cantik apalagi ditemani oleh bintang-bintang yang sangat jarang terlihat, kini terpasang bak lampu-lampu kristal di langit.
"Jaehyun." Tangannya dengan sigap melepas earphone lalu menoleh menatap sosok yang kini telah duduk disampingnya, walau mata itu tidak fokus menatapnya tetap menatap langit sama seperti yang dia lakukan tadi.
Jaehyun tidak tahu berapa lama namja berstatus leader itu telah duduk disana, tetapi dia dapat melihat wajah itu basah, mungkin Taeyong pergi ke restroom terlebih dulu dan baru menemuinya disini, sebenarnya dia juga sudah lupa berapa lama dia duduk disini.
"Jadi?" Jaehyun melayangkan pandangannya tepat kearah namja dengan wajah seperti gambaran manhwa itu, perlahan senyum miliknya terangkat, entah apa yang membuatnya seperti itu, Jaehyun sepenuhnya tak tahu.
"Aku ingin menanyakan sesuatu dulu kepadamu." Taeyong menggerakkan badannya, menghadap Jaehyun. Dia hanya ingin menatap bola hitam itu dan memastikan bahwa Jaehyun sama sekali tidak sedang mempermainkannya. "Apa yang membuatmu ingin melakukan- hal seperti ini?" Taeyong sama sekali tidak sanggup mengatakan hal itu, bahkan dia sempat menggigit bibir bawahnya mencegah kata itu terlontar.
"Sudah kukatakan, hyung. Aku sedikit bosan dengan hubungan percintaanku. Kata orang, jika kita bosan dengan sesuatu kita hanya perlu untuk melakukan sesuatu yang lain dan kebosanan kita akan hilang." Taeyong menganggukkan kepalanya perlahan. "Kau bosan dan aku juga bosan, bukankah kita bisa saling menguntungkan, hyung?"
"Bagaimana kalau ada yang tahu?" Tanyanya dengan perasaan khawatir yang sangat terbaca oleh Jaehyun.
"Kita hanya perlu bertingkah laku seperti biasa. Bukankah kita sudah terbiasa melakukan skinship? Tak akan ada yang tahu." Taeyong memalingkan kepalanya perlahan, menatap jauh ke pemandangan kota Seoul yang tersaji indah.
"Apa yang terjadi setelah kebosanan kita telah hilang?" Tanyanya sambil memejam matanya perlahan, melakukan hal yang sama dengan apa yang dilakukan oleh Jaehyun.
"Tak peduli apapun yang terjadi, kita akan selamanya menjadi saudara, hyung." Kata Jaehyun dengan sangat mantap.
"Baiklah." Taeyong mengangguk walaupun dirinya tidak begitu yakin bahwa semua yang akan mereka jalani akan membawa kebaikan atau keburukkan.
Apapun yang terjadi, dia berharap tidak akan ada yang terluka.
"Jaehyun!"
Taeyong berteriak kencang. Wajahnya kini terlihat khawatir, beberapa saat yang lalu, Jaehyun menghubunginya, dari nada bicaranya ada sesuatu yang salah dengan adiknya itu. Bahkan Jaehyun sempat berteriak sebelum sambungan telepon mereka terputus. Namja kelahiran 97 itu sempat mengatakan dia berada di Sungai Han, tetapi dia sudah berkeliling Sungai Han tiga kali dan sama sekali tidak menemukan tubuh besar itu dimanapun.
"JAEHYUN." Dia berteriak lagi, kini dia berada disebuah taman, tak ada satupun orang yang bisa dia tanyakan di sekitar sini. Apa dia perlu berkeliling untuk sekali lagi?
Taeyong memberhentikan langkahnya ketika pendengarannya menangkap sebuah suara aneh. Dia mengedarkan pandangannya, mencari sumber suara yang menghasilkan bunyi. Taman ini memang agak jauh dari sumber pencahayaan dan suasana yang cukup mengerikan apalagi ada beberapa pohon yang cukup menjulang tinggi –yang menurut perkataan Yuta mungkin merupakan tempat persembunyian para hantu.
Taeyong menggeleng kepalanya perlahan, besok dia tidak akan nonton film horror lagi dengan namja Jepang itu.
Ketika suara itu terdengar, Taeyong memberanikan dirinya menoleh, tetapi sedetik kemudian dia merutuki kebodohannya. Dia melihat sesosok tubuh dibalik pohon tersebut, dia langsung membalikkan badannya, membelakangi sosok itu. Langkah kakinya bahkan tidak bisa dia gerakkan, Taeyong dapat merasakan sosok itu perlahan mendekatinya, sosok yang membuat bulu kuduknya berdiri dan kaki-kakinya tidak bisa melangkah.
Taeyong menutup wajahnya dengan kedua tangan, mulutnya berkomat-kamit tidak jelas, tubuhnya bergetar hebat, apalagi ketika dua buah tangan menyentuh pundaknya. Taeyong ingin sekali berteriak tetapi bibirnya terasa kelu dan beku.
"Makanya jangan terlalu banyak nonton film horror, hyung."
Tunggu, dia mengenal suara itu.
"Jung Jaehyun."
Tawa kini terdengar, Jaehyun dengan wajah menyebalkannya, tersaji didepannya. Dia ingin sekali melempar wajah Jaehyun yang tampan ke dalam Sungai Han.
"Aku pulang." Taeyong hampir saja meninggalkan Jaehyun dan tawanya itu tetapi tangan Jaehyun yang memegang pergelangan tangannya berhasil menghentikan semua aksinya.
"Aku hanya bercanda, hyung." Suaranya yang sangat lembut itu teralun, tangannya bahkan menarik pergelangan tangan Taeyong, membuat namja dengan tubuh kurus itu mendekat.
"Kau tahu, aku terburu-buru tadi kesini." Serunya kesalnya, dia menggerakkan tangannya, mencoba melepaskan pagutan tangan Jaehyun.
"Arrata, kelihatan kok, hyung." Katanya sambil melirik tubuh Taeyong yang hanya dibalut t-shirt putih tanpa jaket yang menemaninya, mengingat betapa dinginnya hari ini. Jaehyun membuka perlahan jaket yang dia kenakan lalu memasangkannya tepat pada tubuh kecil Taeyong. "Mau bagaimana lagi? Kau menghindariku selama seminggu penuh, padahal aku ingin membicarakan tentang kencan." Tambahnya yang membuat Taeyong kini memalingkan wajahnya.
"Mianhae. Tetapi karena aku sudah disini, sebutkan apa yang kau inginkan?" Seru Taeyong dengan tak sabaran, membuat senyum Jaehyun –entah bagaimana, merekah, sikap tsundere hyungnya ini memang sudah akut tingkat tinggi.
"Kencan yang sama sekali belum pernah kau atau aku lakukan." Taeyong memalingkan wajahnya kembali menatap Jaehyun, sebuah kerutan bingung kini tercetak jelas di dahinya. "Bermain basket."
"Jaehyun, sepertinya kau memang harus memeriksakan dirimu ke rumah sakit."
Entah apa yang harus disalahkan Taeyong sekarang, Jaehyun dengan segala kegilaannya atau dia dengan kemampuan olahraganya yang nol besar.
Jaehyun mengusap pelunya dengan tangannya, senyumnya terangkat puas ketika bola berwarna merah yang dua kali lebih besar daripada bola sepak itu masuk ke dalam keranjang dengan tepat. Kepalanya bergerak perlahan, menjatuhkan pandangannya pada Taeyong yang kini terduduk di lantai dengan pelu keringat yang bertebaran dan napas yang tidak beraturan.
Lee Taeyong dan staminanya yang payah.
"Aku capek, Jaehyun-ie."
Lihat itu, bahkan dia sampai mengeluarkan aegyo, padahal seorang Lee Taeyong sangat jarang mengeluarkan aegyonya, hanya ketika ada sesuatu yang dia sangat inginkan saja.
"Hyung kita baru saja main selama lima menit."Serunya sambil menggapai bola yang kini datang kearahnya. "Kau bukan capek tapi kau malas karena kau sama sekali tidak bisa bermain basket, bukan?" Taeyong mengerucutkan bibirnya, semua perkataan adiknya itu selalu saja benar. "Ayo berdiri, aku akan mengajarkanmu bagaimana memasukkan bola ke dalam keranjang yang baik dan benar." Tangannya terjulur tepat kearah Taeyong, membuat Taeyong dengan sigap menyambutnya, membawa tubuh kurus berdiri, berjarak sangat dekat dengan Jaehyun.
Jaehyun lalu bergerak hingga dadanya kini menyentuh punggung Taeyong, tangannya terangkat mengatur sedemikian rupa hingga Taeyonglah yang memegang bola tetapi tangan besarnya-lah yang kini memegang tangan Taeyong.
Desir hebat kini melanda tubuhnya. Apalagi helaan napas Jaehyun kini tepat mengenai lehernya. Terkutuklah tinggi badannya.
"Kau hanya perlu menaikkan tanganmu seperti ini lalu menebak tepat kearah keranjang." Taeyong menggelengkan kepalanya ketika suara-suara itu mengalir tepat menuju telinganya. Dia harus fokus, dia melepas bola dengan agak ragu, tetapi anehnya, bola basket itu bergulir perlahan sebelum akhirnya masuk kedalam keranjang dan membuat bunyi keras ketika menyentuh lantai.
Masuk. Ini pertama kali dalam hidup. Taeyong melompat kecil lalu membalikkan badannya, merapatkan tubuhnya dan memeluk namja yang lebih muda darinya itu. cukup lama dia menenggelamkan tubuh kecilnya itu, dia baru saja sadar sepenuhnya ketika tangan Jaehyun kini melingkar di sekitar tubuhnya membalas pelukkannya. Sontak dengan kekuatan sepenuh tenaganya atau Jaehyun tidak memberikan semua tenaganya, dia mendorong tubuh Jaehyun tetapi tangan Jaehyun bukannya melepas tubuhnya, tangan itu malah berhenti dan memegang lengannya.
Mata indah berwarna hitam milik Jaehyun menusuk tepat kearah matanya, tangannya yang berada di lengan Taeyong menarik tubuh mungil itu. Ekor mata Jaehyun kini beralih menjatuhkan pandangannya pada bibir tipis milik Taeyong. tanpa pemberitahuan, dia mendekatkan wajahnya, mempersempit jarak antara mereka berdua, ketika bibirnya hampir mendarat, Taeyong perlahan memalingkan wajahnya, membuat Jaehyun melepaskan tangannya lalu menjauhkan tubuhnya perlahan.
"Sudah jam satu, ayo kita pulang." Serunya setelah beberapa menit mereka terdiam, Taeyong melirik pergelangan tangannya, dia sebenarnya ingin bergerak pergi tetapi suara Jaehyun menghentikan langkahnya dia tidak menatap wajah Jaehyun, pandangannya kini dia jatuhkan pada lantai lapangan basket.
"Bagaimana kalau kita makan yasig dulu, hyung?"
Taeyong mengambil napasnya perlahan sebelum akhirnya menganggukkan kepalanya.
"Hyung, apa kau ingat pertama kali kita berdua datang kesini?" Taeyong menegakkan tubuhnya, menatap wajah Jaehyun setelah sekian lama tak ingin menatap wajah Jaehyun. Tetapi tak berlangsung lama, Taeyong kembali menundukkan kepalanya sambil kembali fokus ke ramennya.
"Eum." Dia menganggukkan kepalanya, membuat Jaehyun kembali menarik senyumnya melihat tingkah salah satu hyung tertuanya. "Waktu itu kau dihukum oleh pelatih dance kita, bukan?"
"Saat itu, hyung keren sekali." Taeyong menggerakkan tangannya, menghentikan laju air panas yang meluncur turun mengenai ramen miliknya.
"Memang apa yang aku lakukan?" Katanya sedikit bingung. Sebuah dinding besar yang membatasi mereka mulai membentuk lobang, Jaehyun perlahan-lahan mencoba mengebrak semua kecanggungan mereka.
"Waktu itu hyung bilang." Jaehyun menegakkan pundaknya, wajahnya dibuat seserius mungkin. "Sudahlah tidak usah terlalu dipikirkan. Kau hanya perlu belajar dan apa kau ingin makan yasig bersamaku." Dia berusaha keras menirukan suara Taeyong. "Aku kira saat itu hyung sangat keren."
"Saat itu? Bagaimana dengan sekarang?" Taeyong sengaja menyelipkan nada kecewa disetiap kata yang dikeluarkan mulutnya.
"Sekarang?" Jaehyun mengeringai jahil, dia sengaja memberikan jeda, wajah menunggu milik Taeyong-nya lah yang membuatnya melakukan ini semua. "Kau terlihat menggemaskan." Katanya dengan diselingi tawa kecil membuat Taeyong menggeram perlahan.
"Kau benar-benar." Taeyong menarik mangkok berisi ramen miliknya, lalu meninggalkan Jaehyun yang spontan mengikuti pergerakkan Jaehyun. Dia juga memperlebarkan jaraknya dengan Taeyong, dengan sedikit berlari, untungnya dia masih bisa menjaga kestabilan ramen didekapan tangannya.
"Hyung, ingat tidak, waktu itu kita juga berbohong kalau kita makan ramen. Untung waktu itu, hyung berakting sangat bagus, sehingga kita sama sekali tidak dimarahi. Ah,, aku tidak tahu apa yang akan terjadi kalau tidak ada hyung?"
Taeyong memperlambat langkah kakinya, kini mereka berjalan bersisian.
"Apa yang terjadi jika kau hidup tanpaku, Jaehyun-ah?" Serunya, senyum kebanggaan kini terpampang di wajah animenya.
Benar, apa yang terjadi terhadap hidupku tanpamu hyung.
"Ah,, apa kau ingat juga? Waktu itu..."
Taeyong-nya kembali. Suara dengan penuh antusias itu kembali. Jaehyun seolah berhasil meruntuhkan gerbang kecanggungan antara mereka. Yang perlu Jaehyun lakukan sekarang adalah menikmati waktu bawel Taeyong sambil menimpali perkataannya dengan senyum lebar miliknya.
"Itu keren sekali." Jaehyun menganggukkan kepalanya, membalas kata-kata Taeyong, tangannya juga bergerak membuka pintu dorm mereka, ketika kaki-kaki mereka telah sampai. Ini perjalanan yang sangat menyenangkan, mereka sampai tidak sadar akan waktu yang berlalu.
"Lalu saat kita ."
"Taeyong." Taeyong sontak menghentikan bicaranya, semua kata yang telah disusunnya kini telah berhenti secara mendadak dan bahkan ada beberapa yang berlari sehingga dia seolah lupa apa yang akan dikatakannya ketika suara dingin Yuta memenuhi pendengarannya Yuta belum pernah menggunakan suara jenis ini kepadanya.
Taeyong langsung memalingkan wajahny a, menatap Yuta yang sama sekali tidak menjatuhkan pandangan pada dirinya, tetapi malah mengirimkan sebuah tatapan yang sama sekali tidak bisa dijelaskan Taeyong apa maksudnya, kepada Jaehyun.
"Ada telepon dari Johnny hyung." Kini dia memalingkan wajahnya menatap Taeyong, tangannya dengan cepat menyodorkan smartphone Taeyong.
"Aku lupa membawanya ternyata." Dia tersenyum canggung lalu menyambarnya dengan cepat. "Aku duluan ke kamar, Jaehyun."
"nde jaljayo, hyung." Matanya terus menatap tubuh kecil Taeyong hingga menghilang di balik kamarnya dan Donghyuck.
"Kalian darimana?" Jaehyun langsung memberhentikan langkahnya ketika suara milik Yuta mengusik pendengarannya.
"Yasig." Jaehyun dapat merasakan nada curiga dari setiap kata yang diucapkan Yuta.
"Guerae? Asal jangan ada yang terluka saja." Jaehyun menghela napasnya perlahan, memberhentikan langkahnya, membiarkan Yuta memasuki kamar terlebih dahulu.
"Eoh, hyung."
Setelah menutup pintunya dengan sangat perlahan tentunya, dia bisa melihat sebuah gundukkan Donghyuck, di salah satu tempat tidur dikamar ini. Dia tidak boleh menganggu waktu tidur seorang bayi.
"Kau baik-baik saja?" Nada khawatir berhasil membuat Taeyong mengerutkan dahinya.
"Eum. Memang ada apa hyung?" Taeyong mendaratkan dirinya diatas tempat tidurnya yang kini terlihat sedikit berantakan seperti Donghyuck melakukan sesuatu dengan tempat tidurnya.
"Tidak. Hanya saja selama seminggu ini, kau sama sekali menjawab pesan atau telponku."
Taeyong menghela napasnya perlahan, merasa bersalah.
"Aku hanya sedang sibuk dengan NCT 127, hyung. Maafkan aku. Maafkan aku."
Permintaannya memang bermakna ganda. Pertama, untuk sikapnya selama seminggu ini dan kedua, untuk kebohongan yang telah dia buat.
"Baiklah aku mengerti. Jaga kesehatanmu."
Taeyong mengangguk perlahan ini kebiasaannya memang, tapi Taeyong yakin Johnny mengerti. Dia meletakkan smartphonenya diatas nakas, lalu menelungkupkan badannya dan menenggelamkan kepalanya dibawah bantal miliknya.
Apa yang telah aku lakukan?
TBC
Happy Wednesday :D
Jangan lupa review
