Chapter 1 : Sakura & Naruto
'Because I can't go to the future… without knowing the meaning of the words that you told on that day…'
-
Namikaze Sakura menatap keluar jendela. Awan mendung bergelung di kejauhan, siap mencurahkan hujan deras kapan pun. Ia duduk di tepi tempat tidur berseprai putih, mengabaikan aroma tajam dari obat-obatan di ruangan yang hampir seluruhnya didekorasi dengan warna putih itu. Jemarinya bergerak pelan, menggenggam tangan seorang pria yang tertidur lelap di sebelahnya, Namikaze Naruto. Sahabatnya. Kakaknya. Suaminya. Cintanya.
Naruto tertidur lelap, wajahnya begitu damai seakan tidak terjadi apapun. Tapi Sakura tahu telah terjadi perubahan besar pada fisik suaminya itu. Kanker mengubah segalanya. Kulitnya yang semula kecoklatan memucat, dan mata biru dibalik kelopak yang sedang terpejam itu, biasanya memancarkan semangat dan harapan, tapi kali ini hanya ada keputusasaan. Sakura bahkan sudah tak pernah melihat senyum terkembang di wajah Naruto lagi.
Air mata jatuh membasahi pipi putih Sakura bersamaan dengan turunnya titik hujan pertama.
"Sakura…" bibir Naruto bergerak perlahan, menyebut nama istrinya dengan suaranya yang melemah itu.
Sakura cepat-cepat menghapus air matanya. Ia tidak ingin Naruto melihatnya menangis, suaminya itu selalu berkata kalau senyumanlah yang harus mengiringi kepergiannya, dan Sakura sebisa mungkin akan mengabulkan hal itu, walaupun itu adalah keinginan terakhir Naruto.
"Ya?" tanggap Sakura, memaksakan seulas senyum.
Naruto membuka matanya, cercah semangat di sana hampir sirna. "… Ada sesuatu yang harus kau tahu… tentang masa laluku…"
Sakura sedikit terhenyak. 'Ada yang masih belum ia katakan padaku selama lima tahun masa pernikahan kami?'
"Apa itu?"
Naruto melepaskan tangannya dari genggaman Sakura. "Tolong… ambilkan sebuah buku… di tasku…"
Sakura menoleh ke atas bufet di samping kepala tempat tidur Naruto. Di atasnya terletak sebuah tas yang Sakura sadari sebagai tas kesayangan suaminya, sejak mereka sama-sama kuliah di Juilliard School of Art delapan tahun yang lalu. Sakura bangkit dan mencari buku yang dimaksud Naruto. Ia sedikit tertegun ketika melihat satu-satunya buku yang ada di dalam tas adalah…
"Ini?" Sakura mengeluarkan buku harian biasa bersampul kulit dari dalam tas. Setahunya, buku harian itu datang setahun setelah pernikahan mereka melalui paket. Dan ia masih ingat dengan jelas ekspresi suaminya begitu melihat buku itu. Naruto terdiam selama beberapa menit sambil memandangi sampulnya, dan kemudian langsung memasukkannya lagi ke dalam kotak pembungkusnya tanpa membacanya terlebih dahulu. Ia melarang keras Sakura untuk menyentuh buku itu, apalagi membacanya. Sedangkan Naruto sendiri juga melakukan hal yang sama. Mereka tak pernah mengungkit-ungkit buku harian itu lagi setelahnya.
Tapi entah kenapa hari ini Naruto memintanya untuk…
"Bacakan untukku, Sakura."
Sakura memandang Naruto heran. Ia kembali duduk di sisi suaminya, tapi sama sekali belum melaksanakan perintahnya. Ia ragu.
Naruto menghela napas pelan, dan menggenggam tangan Sakura. "Ada sesuatu tentang masa laluku… yang harus kau tahu, Sakura… dan satu-satunya cara hanya dengan… membaca buku itu…"
Sakura mengalihkan pandangannya dari mata biru Naruto ke buku harian di pangkuannya. Ia yakin sepenuhnya tak ada rahasia di antara mereka berdua, tapi pada kenyataannya Naruto masih menyembunyikan sesuatu darinya. Ia benar-benar ingin tahu… tapi kalau Naruto menyimpannya dalam-dalam selama ini, ia ragu, apakah ia benar-benar ingin tahu? Ia takut. Ia takut kalau ia tidak bisa menerima kenyataan yang disembunyikan suaminya. Ia takut kalau kenyataan itu terlalu menyakitkan.
"Sakura… let the story begin... "
Sakura menatap mata suaminya, bimbang. Tapi akhirnya ia membuka sampul buku harian itu, dan menghadapi halaman pertama penuh tulisan rapi.
"Tolong bacakan untukku…" ulang Naruto, memejamkan matanya. Sekilas, Sakura melihat seulas senyum samar di wajah suaminya, membuatnya menggenggam tangan Naruto lebih erat, dan ia mulai membaca.
"Sasuke's journal, sebelas Januari, dua ribu sembilan." Sakura berhenti membaca. Ini buku harian sepuluh tahun yang lalu. Ia menatap suaminya yang masih memejamkan mata, seakan meresapi apa yang dibacakan oleh Sakura. "Siapa itu Sasuke, Naruto?"
Naruto hanya tersenyum kecil. Senyum tulus pertama yang Sakura lihat sejak enam bulan yang lalu, ketika Naruto pertama kali divonis mengidap kanker mematikan. "Kau akan tahu kalau kau menyelesaikan membaca buku harian itu… jadi, selesaikanlah apa yang sudah kau mulai, Sakura…"
Sakura kembali menunduk menatap buku harian, merasa tak ada gunanya bertanya lebih lanjut. Naruto tampak sedang menantikan sesuatu, sesuatu yang hanya ada dalam buku harian itu. Sakura tak punya pilihan lain selain meneruskan. Ia berdehem pelan, dan kembali membaca tulisan rapi yang tertera di tiap lembaran buku harian. "Sasuke's journal, sebelas Januari, dua ribu sembilan…"
_To Be Continued_
Disclaimer : Masashi Kishimoto, Deluhi, Tohoshinki, James Patterson, David Fincher
A/N : comeback-nya saya setelah lama vakum dari dunia FFn. Kenapa bukannya melanjutkan Hana To Yume malah bikin ini? Tabok saya karena itu u.u saya masih belum tahu mau dibawa kemana cerita yang terlalu teen itu. Dan saya nggak terlalu pintar bikin fluff, jadi sekali lagi, saya kembali ke genre awal saya, angst. Maaf kalau mungkin mengecewakan, apalagi saya telah lancang membuat Sakura sebagai istri Naruto. Dan sebelum melanjutkan ke chapter 2, saya cuma mau memberi peringatan, sudut pandang penceritaan di fic ini berubah-ubah antara Sakura centris, Sasuke's POV, dan Sasuke centris jadi mohon hati-hati.
Mind to review?
