Jan

by

fontaineclaire11


Telapak kaki eloknya berulang kali mencumbu permukaan tanah lembab bekas hujan semalam. Bekas mineral itu memenuhi sebagian area tungkainya hingga warna pucatnya tergantikan oleh warna gelap itu sendiri. Kerikil-kerikil kecil yang terinjak olehnya tak menghalangi kegigihannya menggerakkan tubuhnya mengikuti irama musik pengiring. Kuningan pada pergelangan tangannya saling bertabrakkan, menimbulkan bunyi yang cukup memekakkan telinga. Meskipun demikian, penonton terlalu terpukau dengan lenggok tubuhnya sampai-sampai dengungan perhiasan itu tak punya kesempatan untuk merenggut atensi mereka sedikit pun.

Penari berwajah ayu itu puas bukan main melihat ekspresi yang tergambar pada masing-masing wajah di hadapannya. Ada yang sampai melongo pula. Dagunya semakin terangkat tinggi menghadapi kekaguman setiap pasang mata yang meliriknya penuh damba. Mendapati perhatian seperti itu, sorot matanya berubah semakin congkak.

Gerakan tubuhnya memang tertuju untuk seluruh nyawa di sana, namun lirikannya mengarah kepada satu orang pemuda yang duduk lesehan di barisan paling depan dan paling tengah. Makhluk tampan itu memiliki torso yang kokoh dan menggoda. Otot-otot lengannya membuktikan kerja kerasnya yang melibatkan kecakapan fisik. Ialah Taehyung, si lelaki gagah serba bisa yang jadi idaman jiwa-jiwa lajang di kampung halamannya.

Mari kembali pada objek tatapan Taehyung : yaitu seorang penari bertubuh ramping yang mengenakan selendang berwarna kuning pada tubuhnya. Ia dikenal dengan nama 'Jan'. Tentu bukan nama aslinya, namun Taehyung sering mendengar guru tari pemuda itu menyebutkannya setiap kali 'Jan' melakukan kesalahan. Taehyung memang sengaja selalu melewati gubuk kecil tempat rombongan tari Jan berlatih saat ia akan pulang ke rumahnya supaya bisa mencuri pandang sedikit. Postur tubuh Jan indah sekali, ia paling tinggi di antara teman-temannya, tapi tak lebih tinggi dari Taehyung sendiri. Fitur-fitur wajahnya feminin, apalagi setelah dirias. Jelas Taehyung tergoda oleh bibir tipis berhiaskan gincu itu.

Ia cantik, Taehyung tampan. Mereka berdua saling tertarik satu sama lain.

Sayang, ada beberapa hal yang menghalangi Taehyung berhubungan lebih intim dengan Jan.

Jan perjaka, bukan perawan.

Jan punya jakun.

Kemaluan Jan sama dengan punya Taehyung.

Lenggokkan tubuh Jan boleh gemulai seperti liuk tangkai tanaman yang tertiup angin, tapi tetap saja suaranya seberat lelaki tulen manapun di luar sana.

Di tempat asal mereka, tak pernah ada dalam sejarah lelaki yang saling punya perasaan romantis terhadap satu sama lain. Warga tak memberi toleransi terhadap hal tabu semacam itu. Pria-pria dan kekasih sesama jenis mereka dianggap aib bagi kampung, bahkan tak segan diusir dari tempat tinggal mereka. Sempat terlintas di pikiran Taehyung untuk mengajak Jan kawin lari. Tetapi ia sadar bahwa jika mereka keluar dari kampung ini, mereka tamat. Tak akan ada kampung lain yang mau menerima mereka, apalagi sekarang sudah mendekati musim paceklik. Tentu seorang kepala desa sudah cukup kesulitan berusaha memenuhi kebutuhan pangan warganya. Hanya tambahan dua orang saja tetap akan mempersulit pekerjaannya, belum lagi dengan reputasi jelek yang akan mereka dapatkan gara-gara menerima pasangan homo di kampungnya.

Oleh karena itu Taehyung dan Jan biasa bertemu di ruang ganti pemuda itu setelah pertunjukan selesai, dengan kedok Taehyung mengantar air untuk para penari. Minuman sengaja ditaruh di tempat yang agak jauh supaya semua orang di dalam ruangan meninggalkan mereka berdua, sekadar untuk memenuhi dahaga setelah menari sepanjang malam. Jangan khawatirkan Jan karena ia sudah minum duluan sebelum memberitahu teman-temannya bahwa air untuk mereka sudah datang. Setelahnya ia bebas bermesraan dengan Taehyung selama beberapa menit, biasa maksimal tiga per empat jam.

Tak banyak yang dikatakan Jan dalam pertemuan-pertemuan mereka. Pemuda itu selalu menanggapi pertanyaan yang dilontarkan Taehyung padanya dengan jawaban singkat sekaligus misterius. Karena itu pula tak banyak yang Taehyung ketahui tentangnya selain nama, pekerjaan, serta sebagian kecil masa lalu Jan. Informasi yang berhasil dikoreknya yaitu bahwa Jan sudah suka menari sejak ia baru bisa berjalan. Kedua orang tuanya adalah seniman. Ibunya juga seorang penari, sedangkan ayahnya musisi. Jan selalu menyukai cara ibunya bergerak, mengikuti gairah tubuhnya untuk berlenggak-lenggok sesuai ketukan alat musik. Jan ingin menjadi seperti ibunya. Lebih tepatnya, Jan ingin bisa menari seperti seorang wanita. Tentang bagaimana lelaki itu bisa berakhir di sini, Taehyung masih belum tahu. Jan selalu bungkam setiap kali ditanya.

"Kau tahu lebih banyak tentangku daripada aku tahu tentangmu."

Ucap Taehyung saat pertemuan mereka yang ke-sekian kalinya malam itu. Mereka duduk berhadap-hadapan di balik tirai tempat Jan biasa mengenakan kostumnya. Agak sempit karena ada beberapa properti panggung dan rambut palsu yang diletakkan di situ.

Jan tersenyum.

"Apa yang ingin kau ketahui dariku? Kau tahu aku tertarik padamu, tuan Taehyung." serangkaian kalimat itu terucap begitu saja dengan nada main-main dari mulutnya. Sorot matanya nakal, ingin menggoda Taehyung.

Padahal Taehyung yakin sekali usia Jan jauh lebih muda darinya. Kenyataannya dalam hubungan mereka, ialah yang selalu dipermainkan seperti seekor anak anjing naif. Jan selalu sukses membuatnya frustasi, kemudian membuatnya besar kepala dalam sekejap.

"Banyak. Banyak sekali. Jika kau ingin aku menyebutkan semuanya, teman-temanmu nanti sudah keburu kembali. Mari mulai dari perkenalan. Hai, aku Taehyung. Siapa namamu?" Taehyung menjulurkan tangannya kepada Jan.

Dengan senang hati Jan menyambut jabatan tangan berurat itu.

"Seperti yang kau ketahui, tuan. Aku Jan. Teman-teman memanggilku begitu."

Jawaban Jan mendatangkan dengusan tidak puas dari Taehyung. Ia memutar bola matanya malas, kemudian membuka ikat kepalanya.

"Yah, aku sudah menduga jawabanmu, sih. Tolong simpan benda ini untukku? Aku menitipkannya supaya punya alasan untuk bertemu lagi denganmu." diberikannya kain merah itu pada Jan.

Kedua telinga Jan memanas beriringan dengan suara tawanya yang lumayan menggelegar. Ia membiarkan Taehyung melilitkan benda itu pada pergelangan tangannya.

"Kau benar-benar sudah menyerah untuk bertanya? Tak ingin mencoba lagi?"

"Untuk apa? Kalau yang ditanya tidak mau jawab?"

Jan terkekeh pelan.

"Aku lari dari rumah saat usiaku sepuluh tahun. Tepatnya delapan tahun yang lalu. Kampung asalku tidak begitu jauh. Orang tuaku tidak mau aku jadi penari. Mereka ingin anaknya jadi orang sukses di kota..."

Ceritanya terpotong sejenak begitu Taehyung berhasil membentuk pita di ujung ikat kepalanya. Jan mengangkat tangannya ke atas, mendekatkannya ke arah lampu sehingga ia bisa melihat bercak keringat Taehyung di bagian ujung kain itu.

"...aku tidak mau, Taehyung. Kehidupan kampung adalah yang paling tepat untukku. Udara di sini segar, kita bebas berlarian telanjang kaki di padang rumput, dan jangan lupakan rasa kekeluargaan warganya. Lalu aku putuskan untuk lari demi mengejar mimpiku. Beruntunglah bakat alamiku diturunkan dari ibuku. Aku berhasil diterima sebagai anggota rombongan ini."

Taehyung mengangguk-angguk paham. Ia cukup puas dengan jawaban Jan kali ini. Setidaknya pemuda itu tidak terlalu sok jual mahal. Tak berhasil menemukan topik pembicaraan lagi, mereka kembali bertatapan selama beberapa saat, mendalami warna bola mata satu sama lain.

"Tak ingin bertanya lagi, tuan-ingin-tahu-segalanya?"

"Yah, melihat kemurahan hatimu barusan aku ingin menanyakan namamu lagi sebenarnya. Itu saja. Jika kau tak mau jawab, tak apa. Sebaiknya aku segera pergi." Taehyung beranjak dari duduknya. Salah satu tangannya sudah memegang ujung tirai ketika Jan tiba-tiba menarik ujung celananya.

"Kau pernah rasakan gincu?"

Sebelah alis Taehyung tertekuk naik, menyiratkan kebingungan yang terjadi dalam pikirannya. Apa gerangan yang dipikirkan Jan hingga bertanya seperti itu? Jelas, gincu bukan makanan yang bisa dirasakan. Jelas pula bahwa ia lelaki yang tak akan pernah bersentuhan dengan benda kebutuhan wanita semacam itu.

"Jangan konyol. Aku tak pernah pakai gincu. Tentu saja tidak tahu rasanya." jawabnya enteng. Beda dengan Jan yang memang perlu gincu untuk kostum sehari-harinya, ia hanya seorang pekerja kasar yang tak butuh riasan apapun pada wajahnya.

Tanpa aba-aba, Jan langsung berdiri cepat lalu menarik paksa tengkuk pria yang lebih tinggi di hadapannya itu. Taehyung kaget bukan main. Kedua bola matanya membulat selama beberapa saat, sedangkan bibir Jan asik mengeksplorasi permukaan kasar bibirnya. Jadi ini yang dimaksud Jan dengan merasakan gincu. Namun tak sampai beberapa detik kemudian, insting Taehyung menyuruhnya untuk meraup belahan bibir tipis itu pula, mencicipi rasa gincu itu sendiri. Sebagian sisi waras Taehyung menyuruhnya untuk berhenti, karena ia akan meninggalkan warna merah di sekujur mulutnya, dituduh minum darah atau habis memperkosa anak perawan, lalu dipukul warga sampai babak-belur. Sisi lainnya yang sudah dikuasai nafsu menyuruhnya untuk meneruskan kegiatan laknatnya sampai para penghancur suasana kembali ke ruang ganti ini.

Jan bedebah, umpatnya dalam hati. Taehyung tidak bisa berhenti. Bahkan tangannya mulai bergerak menuju pinggang pemuda itu, meremasnya kuat-kuat hingga Jan memekik kecil karena terkejut.

Sayangnya kesenangan mereka harus berhenti sampai di situ. Sayup-sayup bisa didengarnya suara kelompok Jan tak jauh dari ruang ganti. Dengan panik, Taehyung melepas pagutan bibir mereka, lalu mengelap bibirnya dengan ujung ikat kepalanya yang terikat pada tangan Jan. Jan sendiri nampak masih belum rela melepas kepergian Taehyung untuk malam ini.

"Kau sudah mau pergi?"

"Kau tak dengar? Teman-temanmu sudah di luar. Oh ya, terima kasih untuk kisah kehidupanmu tadi. Senang rasanya kau mau berbagi denganku."

Ia membalikkan badannya menuju arah berlawanan, menuju ke pintu belakang. Satu-satunya jalan keluar aman jika jarak rombongan Jan sudah sedekat ini. Tetapi Jan kembali menarik tangan Taehyung bahkan sebelum ia sempat menarik gagang pintu. Taehyung hanya melemparkan tatapan bertanya kepadanya tanpa mengeluarkan sepatah kata pun.

"Namaku Jungkook. Senang berkenalan denganmu, Taehyung."

Ia tertawa puas melihat tampang tercengang yang diberikan Taehyung.

"...sekarang pergilah."

Jungkook meletakkan kedua tangannya pada bahu lebar Taehyung, mendorongnya ke arah pintu belakang.

.

.

The End

.

.


28/05/2019

01:36 AM

Halo~ aku kembali gais :( udah lama ga nulis WKWKWK. Guess what, inspirasi emang selalu datang di malam hari. Nih aku ga bisa tidur gegara kepikiran ide ini. Akhirnya aku memutuskan untuk nulis cerita ini deh...

Semoga kalian suka ya...