Halo saudara-saudara, ketemu lagi sama fic Ka yang lain. ya mau gimana lagi idenya dateng gitu aja XD. Tapi maaf sebelumnya, fic ini mungkin akan jadi fic terakhir yang Ka publish ampe Ka dapet lappie baru, yang lama ilang T_T, ya udah dari padalama-lama kita mulai aja ya
Disclaimer: Om Masashi Kishimoto always selalu, tak pernah never (?)
Warning: OOC, AU, Sakura's POV, OC (for Sakura's parents), dan kegajean lainnya
Mulai kurasakan hembusan nafasnya di samping telinga kananku, rambut merahnya menggelitik hidungku, membuat indera penciumanku itu merasakan getar-getar yang berdesir pelan—seolah membuat diriku serasa melayang, tangan yang tadinya berada di samping tubuh kekarnya kini mulai melingkari pinggangku. Tubuhku benar-benar membeku, hanya jantungku yang semakin aktif berdetak yang masih manyadarkanku bahwa rohku belum meninggalkan jasadnya. Aku melayang.
Matahari di ufuk barat menambah kesan intim bagi kami yang kini saling menempel satu sama lain, di atas karang yang berdebur ombak masih kurasakan nafasnya terus menyapu telingaku yang kuyakin pasti semakin memerah seiring intensitas warna merah yang terlukis di kedua pipiku.
Lelaki yang tak pernah kuduga-duga ini mampu membuatku seakan melayang ke nirwana tertinggi. Teman yang selama ini hanya kusapa ketika bertemu tersebut mendekapku seakan tak ingin kehilanganku dari pandangannya, sangat posesif sehingga aku merasa hanya berada dalam dunianya, aku dan dia, hanya kami berdua.
"Aku mencintaimu tak seluas lautan," ucapnya lirih ditelingaku, "aku mencintaimu tak sepanas matahari, aku mencintaimu tak sekeras karang, aku mencintaimu tak sekuat dekapanku karena aku mencintaimu hanya sebesar titik."
Demi Kami-sama aku baru mendengar orang menyatakan cinta hanya sebesar titik, apa maksudnya? Ingin aku mempertanyakan hal ini kepadanya, tapi aku menunggu.
"Aku tak tahu seberapa besarnya sehingga aku ingin kau yang mengukurkannya," sambungnya masih dengan suara yang lirih, "maukah kau mengukurkannya untukku dengan selalu ada di sampingku hingga aku tak bisa merasakan cinta lagi?" tanyanya kemudian.
"A...Aku –"
Cinta itu datang dan pergi seringan debu…
Tanpa kutahu... ini... cinta...
LOVE? LOVE!
Chapter 1: the dream
A story by
Ka Hime Shiseiten
KRIIINNNGGG
Ingin rasanya kulempar jam weker yang kini tengah berdering indah di samping tempat tidurku, tapi seandainya kulakukan hal itu, itu sama saja aku hanya mencari masalah dengan Kaasanku karena benda terkutuk yang sekarang sedang berbunyi itu adalah hadiah ulang tahunku yang ke tujuh belas darinya. Kalian tahu apa alasan kaasanku tersayang memberikan benda berisik itu? Simpel saja, karena ia malas membangunkanku yang senang mengarungi dunia mimpi. Mengesalkan.
Kuregangkan seluruh ototku agar sedikit menyegarkan badan yang sebenarnya masih ingin bergelung di balik selimut dengan berlama-lama di kamar mandi, hanya saja aku ingat kalau hari ini adalah hari rabu di mana sensei pertamaku adalah Anko-sensei yang terkenal kejam pada murid-muridnya. Aku masih tidak ingin menjadi salah satu korban kekejamannya saja, maka kuputuskan untuk segera membilas badanku.
Guyuran air yang sekarang sedang membasahi badanku mengingatkanku pada saat-saat sebelum weker jelek itu berbunyi. Saat itu aku bermimpi sedang dalam posisi berpelukan dengan teman sekelasku Akasuna No Sasori, dia mengatakan hal-hal romantis yang andai dalam alam nyata bisa membuatku merinding tujuh hari tujuh malam. Bagaimana tidak, kalau di kelaspun aku hanya menyapanya kalau sedang kebetulan bersimpangan saja?
Dia memang tampan, tak sedikit teman sekelasku yang memujinya. Bahkan sebagai nilai plus, dia juga ramah pada siapa saja tapi bukan berarti aku menyimpan perasaan aneh-aneh padanya karena hatiku telah terpaut pada seseorang yang menurutku jauh lebih tampan darinya, Uchiha Sasuke.
Kulangkahkan kakiku menuju kamar tidur kembali dan berbenah untuk bersiap ke sekolah sebelum kaasan menceramahiku karena terlalu lambat. Kupakai seragam sailor kebanggaan sekolahku yaitu Konoha Gakuen lalu menyisir mahkota merah muda yang sudah semenjak lahir menjadi ciri khasku dan membiarkannya tergerai begitu saja, tak lupa memoles tipis wajahku dengan bedak berwarna natural untuk menambah kesempurnaan penampilanku hari ini.
Aku duduk bersebelahan dengan tousan di meja makan, kami memang hidup bertiga karena aku adalah anak tunggal. Tapi, bukan berarti karena aku adalah seorang anak tunggal maka bisa bermanja-manjaan karena tousan bilang jika aku bersifat manja maka akan menyusahkanku kelak. Tousanku bernama Haruno Sora dan kaasanku yang sekarang sedang menyiapkan sarapan adalah Haruno Hana.
"Sakura, kau tak melupakan payungmu kan?" tanya kaasan sambil menyediakan makanan untuk tousan.
"Tidak, aku selalu menyimpannya di tas," lalu kugigit roti bakar yang saat ini tinggal setengahnya, "aku tak mau mendapat ceramah panjang lagi gara-gara demam karena tak membawa payung," sambungku sambil menggembungkan pipi yang ditanggapi kikikan kecil dari tousan.
Di kelas sudah banyak sekali orang yang kuprediski alasannya sama denganku yaitu tak mau berurusan dengan Anko-sensei. Kutelusuri seluruh ruangan utuk melihat siapa saja yang pagi ini sudah siap menerima pelajaran menyeramkan dari Anko-sensei, sebenarnya dia cantik hanya saja sikapnya yang kejam membuatnya jadi perawan tua dan membuatnya tambah kejam. Ironis sekali.
Tempat duduku adalah tempat yang paling stategis yaitu bangku ke tiga paling dekat jendela, hal ini memudahkanku untuk melihat Sasuke-kun yang sedang menggiring bola di lapangan sekolah kami. Selain itu dari sini juga aku bisa melihat hamparan langit biru yang menurutku bisa menentramkan hati.
Kualihkan mataku yang sedang memandang ke luar jendela ke arah pintu, aku hanya penasaran saja kenapa teman-temanku mulai berisik ketika ada seseorang tadi datang. Hal pertama yang kulihat adalah warna merah yang sangat indah membingkai wajah putih mulus dan dihiasi sepasang permata berwarna hazel. Siapapun yang melihatnya akan beranggapan sama denganku kalau makhluk berambut merah ini sangat indah untuk dipandangi. Ya, yang datang adalah bintang dari kelas kami, Akasuna No Sasori.
Menatap senyuman lembutnya mengingatkanku kembali pada mimpi tadi pagi
BLUSH...
Gawat! Bisa-bisa kalau dia melihatku memerah seperti ini, dia akan menganggapku menyukainya. Lagi pula ada apa dengan diriku yang tiba-tiba memerah hanya karena melihat senyuman dia? Padahal setiap hari juga aku kan melihatnya? Ah mimpi tadi bisa membuatku gila. Harusnya yang aku mimpikan kan Sasuke-kun yang siang nanti mengajaku kencan, aduh aku jadi tidak sabar.
Sepanjang hari kucoba untuk melupakan mimpi gilaku semalam dengan membayangkan kencanku dengan Sasuke-kun, karena ini adalah hari yang kunantikan setelah sekian lama aku mendekati Sasuke-kun. Aku menyukainya semenjak hari pertama masuk ke sekolah ini, aku bertabrakan dengannya yang pada hari itu ketika aku bangun kesiangan dan hampir terlambat masuk ke kelas pertamaku. Dengan wajah stoic-nya dia menunjukan kelas yang akan kutempati selama setahun ke depan dan dari situlah aku mulai mengagumi ketampanannya.
Tak terasa bel penanda berakhirnya pelajaran hari ini telah berdentang. Kuregangkan otot-ototku yang terasa sangat kaku sekali. Kubereskan buku-buku yang berserakan diatas mejaku – yang sebenarnya hanya hiasan- dan mulai memasukan ke dalam tas punggung pinkku.
"Sakura, tadi Kakashi-sensei memanggil kita berdua untuk segera menemuinya sepulang sekolah."
Terdengar suara lembut dari sebelah kananku yang sangat kutahu itu suara milik siapa.
"Ada apa?" tanyaku bingung, tidak biasanya sensei mesum itu memanggilku, apalagi berdua dengan Sasori, benar itu suaranya Sasori.
"Entahlah, mungkin tentang rancangan festival musim panas."
Akhirnya aku berdiri dari mejaku bersama Sasori untuk menemui Kakashi-sensei, dan ketika di depan kelas kulihat Sasuke-kun sedang bersandar pada tembok, sepertinya dia sedang menungguku.
"Sasori, kau duluan saja. Aku ada urusan sebentar," ucapku pada Sasori yang hanya ditanggapi dengan senyuman olehnya.
Kulangkahkan kakiku mendekati Sasuke-kun yang masih bersandar pada tembok sambil memandangku. Jujur saja aku merasa malu kalau ditatap terus seperti itu oleh mata elangnya.
"Sasuke-kun, maaf kau harus menungguku lebih lama lagi. Kakashi-sensei memanggilku, sepertinya untuk membicarakan rancangan festival musim panas bulan depan, apa kau tak keberatan?" tanyaku hati-hati, aku sangat tahu dengan sifatnya yang tidak sabaran apalagi kalau harus menunggu seseorang.
"Hn," jawabnya sambil berbalik, "aku tunggu di parkiran," lanjutnya masih sambil berjalan.
Saat ini aku sedang bertiga di ruangan Kakashi-sensei. Kakashi-sensei sendiri sedang membaca novel bersampul oranye dengan judul Icha-Icha Paradise.
"Mungkin kalian telah mengira tujuanku memanggil kalian berdua kemari," katanya memulai pembicaraan tanpa mengalihkan matanyanya dari buku misterius yang sedang dia pegang, "aku sudah percaya pada kalian untuk bidang seni maka dari itu aku percayakan rancangan festival kelas kita pada kalian," lalu dia mulai menurunkan bukunya dengan pandangan yang menusuk sehingga membuatku merinding, "kalian pasti mau kan?"
Dengan susah payah kutelan ludah dan melirik pada Sasori yang sedang ada di sebelahku, yang kulirik hanya tersenyum manis.
"Aku terserah pada Sakura saja, Sensei. Kalau aku sendiri tentu mau karena itu hobiku," jawab Sasori dan meminta persetujuan dariku, sialan.
"Ah baikalah, aku pun menyetujuinya." Dengan sangat terpaksa akhirnya kuputuskan untuk ikut merancang persiapan festival musim panas nanti.
Keluar dari ruangan Kakashi-sensei membuat wajahku kusut, aku malas sekali kalau harus disuruh mengurusi hal seperti itu, walaupun itu keahlianku tapi tetap saja mengatur orang itu tidaklah mudah. Kalau tidak ingat ada janji kencan, malas sekali aku berkeliaran sekarang terlebih ada pekerjaan besar yang menungguku.
"Kau sepertinya tidak senang akan pergi denganku?" tanya Sasuke-kun datar, saking datarnya aku tak menyadari itu sebuah pertanyaan.
"Aku senang, hanya saja tugas dari Kakashi-sensei menyebalkan sekali." Aku bersungut-sungut kesal.
"Naiklah!" perintah Sasuke-kun sambil menyerahkan helmet berwarna putih padaku, dan akupun naik pada motor sport berwarna biru donker miliknya.
Motor yang dikendarai kami berhenti di sebuah kafe mungil di tengah kota konoha, kafenya kecil hanya saja ditata sedemikian unik menjadi sangat menarik. Nuansa kafe ini sendiri seperti rumah boneka karena banyak sekali boneka di sini, aku tak pernah tahu kalau ada kafe ini di sini. Banyak sekali muda-mudi yang sedang berkencan seperti kami di sini dan memang pas sekali mengingat suasana romantis yang tercipta dari kafe bernama 'Pupet Cafe' ini.
"Kau mau pesan apa?" tawar Sasuke-kun ketika kami telah menemukan tempat yang kosong.
"Strawberry ice cream saja," jawabku sambil tersenyum.
"Baiklah, tunggu sebentar." Dan Sasuke-kun mulai memesan di meja pemesanan makanan.
Aku baru tahu kalau Sasuke-kun mempunyai selera romantis juga, aku kira dia hanya akan mengajakku kencan ke sembarang tempat dan tak pernah terlintas di otakku akan memilih kafe ini untuk first date kami.
"Kau suka dengan kafe ini?" tanya Sasuke-kun sekembalinya dari memesan makanan.
"Ya, suasananya nyaman. Walaupun berada di pusat kota tetapi tidak bising, selain itu nuansa romantisnya terasa sekali sekalipun banyak boneka yang menonjolkan kesan kekanak-kanakan, yang mendekorasi kafe ini sangat hebat." Aku memuji dengan mataku yang masih mengawasi setiap detail kafe.
"Kalau begitu besar kemungkinan festival nanti kelasmu yang akan menang untuk dekorasi terbaik," tanggap Sasuke-kun sambil menatapku dengan sepasang mata onyxnya yang tajam.
"Kenapa begitu? Apa hubungannya dengan kelasku?" tanyaku penasaran.
"Kudengar kafe ini milik salah satu teman sekelasmu, kalau tidak salah namanya Akasuna."
Pesanan kamipun akhirnya datang, pelayannya seorang gadis cantik yang kutaksir usianya tak begitu jauh dariku dan juga Sasuke, dari name tag yang tersemat di jubah hitam bermotif awan merahnya dapat kuketahui namanya adalah Konan.
"Strawberry ice cream untuk seorang gadis cantik dan mocacinno untukmu, benar Sasuke-kun?"
"Kalian saling mengenal?" tanyaku heran.
"Tentu saja. Kakak Sasuke adalah sahabat pacarku, mereka sering berkumpul di sini maka dari itu aku mengenalnya. Kau tak perlu cemburu." candanya sambil tertawa kecil.
"Hn, dari Konan-nee juga aku tahu kalau pemilik kafe ini adalah teman sekelasmu." Sasuke-kun menambahkan, tapi aku lega karena aku kira Konan-san adalah teman wanita Sasuke-kun.
"Oh kamu sekelas dengan Sasori-kun? Dia juga baru datang, dia manager kafe ini, mau kupanggilkan?" tawar Konan-san tapi aku buru-buru menggelengkan kepala mengingat aku masih kesal padanya, karena bagaimanapun gara-gara dia juga aku terpaksa menerima tugas dari Kakashi-sensei. "Kalau begitu aku permisi, masih banyak pelanggan yang harus kulayani. Jaa Sasuke-kun, Sakura-chan."
Kukerutkan kening mendengar kejanggalan di akhir kalimatnya, rasanya aku belum menyebutkan namaku padanya? Bagaimana dia bisa tahu?
"Sasuke-kun, kenapa Konan-san tahu namaku?"
"Aku pernah menceritakanmu padanya." Jawabnya dengan memalingkan wajah, pipinya sedikit memerah. Aku jadi penasaran apa yang dia ceritakan.
"Memang kau menceritakan apa?" tanyaku sambil sedikit menggodanya, wajahnya semakin memerah. Ini harus didokumentasikan, seorang Uchiha blushing.
"Aku menceritakan -"
"Aku senang kalian mampir kemari." Terdengar suara yang sangat familiar ditelingaku, dan ketika kulirik benar saja kalau pemilik suara itu adalah Akasune No Sasori, sang pemilik kafe. "Kalau tahu kalian akan ke sini, tadi lebih baik kita bareng saja ya?"
Baru kali ini aku merasa kalau makhluk yang tadi pagi kusebut indah sangat menyebalkan, tidak bisakah dia melihat kalau kami sedang kencan? Tapi sepertinya kekesalanku sudah terbayar dengan death glare Sasuke-kun pada Sasori.
"Ah maaf, sepertinya kalian sedang ingin berduaan saja ya? Kalau begitu selamat menikmati sajian kafe kami. Dan Sakura besok kita harus mulai merancang untuk festival nanti."
Datangnya Sasori menurunkah mood-ku untuk meneruskan pembicaraan tadi, padahal aku sudah bisa melupakan kekesalanku padanya, benar-benar pasir merah mengesalkan.
"Pembicaraan tadi mau diteruskan?" tawar Sasuke-kun, dia sepertinya sudah tahu kalau aku kehilangan mood dan itu menguntungkannya, tapi menggodanya menyenangkan.
"Aku masih penasaran, bisakah kauteruskan?"
"Aku bilang kalau aku sedang menyukai seorang gadis, nama gadis itu Haruno Sakura, hanya itu," jawabnya enteng, dan sekarang posisi terbalik. Dari jawaban enteng itu, dia berhasil memenuhi wajahku dengan warna merah, tidak sadarkah dia sedang bercerita pada siapa?
"Dan karena sekarang kau ada di sini, jadi maukah kau menjadi pacarku?"
"A... Aku –"
TBC
Makasih buat aya-na rifa'i yang udah bersedia Ka repotin buat ngedit fic ini, tanpa aya fic ini makin ancur aja hehehe
ka minta kesediaannya buat review supaya ada bahan masukan ke Ka, tolong diklik yang biru di bawah ya
MAKASIH!
