oceanus et musica laetificant cor

Hetalia – Axis Powers © Hidekaz Himaruya. penulis tidak mengambil keuntungan material apapun atas pembuatan karya; ditulis hanya untuk kesenangan.
Pairing: Prussia/Hungary. Genre: Romance. Rating: T. Other notes: AU, untuk universe baby, let me go home. untuk pruhunweek 2016.


.

.

{ day 1: happy birthday }

.

Gilbert masih mencium aroma lautan Karibia saat ia terbangun. Dua menit setelah duduk, membuka mata, dan mengulang-ulang kejadian semalam, dia mengerti di mana dia berada.

Ruang tengah penginapan kayu, dengan lima orang yang tidur seperti sarden. Ia dan Francis berebut selimut—yang berujung imbang karena pada akhirnya tidak ada satupun yang memakai, selimutnya bergumpal di antara mereka. Ludwig aman dengan kantong tidurnya, berjarak lima langkah dari Mei, dan Alfonso berada di pojok, dipisahkan oleh ransel dengan Francis.

Tidak akan seperti ini jadinya jika mereka sedang berada di Eropa. Ia bangkit, tersenyum sambil menggosok-gosok kepalanya sendiri, memikirkan bahwa Januari di perairan tropis memang menyenangkan, meski tak dia pungkiri dia rindu salju.

Saat berada di depan cermin kamar mandi, dia tercenung.

Januari.

Tanggal berapa?

Dia raba saku celana tanggungnya, tetapi ponselnya tak ditemukan di sana. Dengan berjingkat-jingkat dia kembali ke tempat tidur massal itu dan membongkar bagian bawah bantalnya, kantong depan ranselnya, tetapi baru ditemukannya di dalam gumpalan selimut yang diperebutkan.

Delapan belas Januari, dengan tiga pesan obrolan masuk dari Elizaveta.

"Gawat."

Gilbert melompat-lompat jinjit lagi melewati Francis dan Alfonso untuk menyingkap tirai dan kemudian terus ke depan, membuka pintu penginapan. Rumah panggung itu dituruninya dan dia duduk di atas batu yang langsung menghadap pada pantai, yang masih begitu sunyi, begitu tak bernyawa. Debur ombak pun seperti meredam dirinya sendiri.

Cuma tiga pesan, dan firasat Gilbert mengatakan bahwa hal ini tidak mungkin sesuatu yang darurat, atau mungkin akan membuat Elizaveta menceramahinya. Namun tetap saja, dia membukanya dengan waspada—seakan-akan di sana Elizaveta sudah menabuh genderang perang.

Hallo,

Gil, maukah mendengarkan ini?

Memuat pesan suara itu butuh beberapa waktu, Gilbert terkantuk-kantuk menunggunya.

Lama menunggu, Gilbert baru menyadari lagi bahwa pesan tersebut terdiri dari rekaman satu menit empat puluh detik. Pantas saja, awas kau Liz. Dia sempat memangku dagunya sendiri dan seringkali menutup matanya—berharap bisa kembali tidur. Namun rasa antusias memenangkan segalanya.

Dua setengah menit, Gilbert selesai dan penantiannya beres—tetapi tidak selesai sampai di situ rasa penasarannya. Pesan suara yang ia tunggu ternyata bukan suara Lizzy yang ia harapkan. Sebuah permainan piano yang benar-benar asing, meski ada sedikit petunjuk dari perasaannya sendiri, bahwa Elizavetalah yang memainkannya.

Sampai akhir tak ada petunjuk apa-apa.

"Dasar perempuan ini. Maunya apa, sih?" Gilbert tak mau membuang waktu. Ditekannya tombol panggil dan tak mau peduli pada zona waktu. Persetan. Barangkali di sana masih dini hari, tetapi siapa yang memancing duluan?

Benar saja, ketika telepon itu diangkat yang menyambutnya adalah suara mengantuk Elizaveta yang, jika saja hari ini bukan delapan belas Januari, maka dia pasti akan mengomeli, dan langsung tidur lagi dan tidak akan menghubungi sampai Gilbert pulang dinas lapangan. Memang hubungan yang gila, pikir Gilbert.

"Oi, Gil, masih di sana?"

"Ah, heh—iya. Kenapa, ha? Musik apa itu tadi?"

"Milik Alexis Emmanuel Chabrier. Musisi Prancis dari akhir abad kesembilan belas—"

"Aku tidak butuh kuliah musikmu." Gilbert memandang laut dan mencoba membayangkan seperti apa wajah Lizzy sekarang. Tiga tahun resmi berhubungan bukan berarti Gilbert pernah melihat seperti apa wajah bangun tidur Elizaveta. Bukan pula ia bermaksud ingin memuji cantik—ah, itu biasa, berselimut kebohongan, bertopeng bualan! Gilbert rasa perempuan yang cantik ketika bangun tidur hanyalah satu dari sejuta, dan Elizaveta bukan salah satunya. Lizzy bukan cantik bahkan ketika dia sedang bermain piano.

Ia 'prajurit' terutama ketika jarinya beradu dengan tuts. Berperang dengan memori-memori bawah sadar tentang not lagu-lagu klasik dan dia menangkan segalanya dengan harmoni dan bunyi-bunyian indah.

"Kau melamun terus, Gil, apa yang sedang kaupikirkan? Kututup, nih, aku mengantuk, tahu! Besok aku ada latihan—eh, maksudku hari ini—aku harus ke Jerman nanti untuk mengiringi seorang penyanyi."

"Iya, iya! Lalu ada apa dengan musik itu? Apa itu hadiah untukku?"

"Selamat ulang tahun. Ulang tahunmu sama dengan penggubah lagu barusan. Aku suka beliau—dan, ya ... selamat ulang tahun untuk kalian berdua."

Sesekali Gilbert ingin mengomentari maniaknya Elizaveta terhadap hal-hal berbau musik, tetapi ketika mengingat bahwa dia juga terlalu cinta pada segala jenis moluska dan terumbu-terumbu karang, maka dia urungkan. Mereka imbang dan tak perlu membawa persamaan ke dalam perdebatan.

"Yeah ... terima kasih."

"Kenapa kau terdengar tidak senang?"

Antisipasi, Gilbert mengelak, "Aku bukannya tidak senang pada hadiahnya, tetapi—ya, ya, ulang tahun. Begitulah. Bukankah kadang ulang tahun itu cukup mengerikan karena kita bertambah 'tua'?"

"Kau takut jadi tua?"

"Kompleks, Liz, dan ini bukan soal kerutan di wajah."

"Ha, sepertinya ini salah sambung. Akan kututup, akan kuhubungi Gil yang asli dulu."

"Hei!"

"Makanya berhentilah bersikap seperti bukan dirimu!"

"Nona Lizzy, yang pintar, yang bisa memanjat pohon tetapi juga bisa meniru teknik Chopin dan beraksi seperti Mozart, apa salahnya memiki banyak sifat sekaligus, meski sifatnya berbeda kutub? Kita manusia, Nona." Sarkastis, tetapi bisa membuat Elizaveta yang kerap membantah menjadi menutup mulutnya. "Bukan hal yang besar, sebenarnya, tetapi kadang-kadang aku berpikir—waktu terus berjalan dan kita sebenarnya tidak pernah berhenti di suatu titik pun, jadi—"

"Gilbert Beilschmidt yang benar-benar kubenci, tapi juga selalu berhasil membuatku tahu bahwa menjadi diriku sendiri adalah kebaikan terbaik, tolong jawab aku."

"Jangan uji aku dengan menebak not balok apa yang dipikirkan Mozart saat iseng mengambil jeruk seorang keluarga Bohemia dalam perjalanannya ke Praha."

"Kau mabuk? Kenapa kaubisa mengetahui cerita itu?!" Elizaveta terdengar tak percaya, kaget sekaligus setengah memekik. Bisa sekali ditebak bahwa kantuknya sudah lenyap kabur entah ke mana.

"Mana mungkin aku lupa karena kau menceritakannya dua kali sehari, enam kali seminggu saat aku pulang ke Swiss waktu itu—ketika kau baru saja membaca ceritanya dari sebuah buku tua!"

"Oh ..." Tetapi bukan Elizaveta jika dia mau mengakui kekonyolan. "Kembali lagi ke pertanyaan. Apakah manusia diciptakan untuk berpikir?"

Mulai lagi, seloroh Gilbert, tanpa suara sebab takut akan prahara. "Iya. Lalu, kenapa?"

"Apakah manusia diciptakan hanya untuk berpikir?"

Dia sudah akan menyambar dengan jawaban serupa, tetapi tercenung sebentar. Ada yang berbeda dari pertanyaan pertama. "Tidak juga. Kita harus—"

"Makanya berhentilah berpikir soal umurmu dan nikmatilah usiamu!" ketus, tetapi lucunya ada tawa yang berikutnya menyusul. "Gil, Gil. Kadang-kadang kau memang membingungkan. Kau mengingat cerita jeruk Mozart tetapi lupa apa yang seringkali kaukatakan padaku. Santai dan nikmati, Liebe."

Gilbert nyaris tersedak ludahnya sendiri.

"Ingat, ya, aku hanya mau memanggilmu Liebe di hari-hari khusus. Selesai tanggal delapan belas Januari, kata itu tidak berlaku," tukas Elizaveta dingin.

Gilbert melompat turun dari batu, berdiri tegak tepat di ujung akhir ombak-ombak sedang yang menjulur bersama buih-buihnya. Lelaki itu tertawa kecil sambil menunggu apa reaksi Elizaveta.

"Sudah, ya, aku mau tidur. Maaf tidak ada kado apapun selain musik. Selamat ... pagi. Ya, pagi. Selamat bekerja lagi, Gil, sampaikan salamku pada ubur-ubur."

"Hei."

Jawaban malas, sepertinya dia menemukan kantuknya kembali, "Apa lagi?"

"Trims nasihatnya."

Embusan napas Elizaveta begitu panjang, "Ya, ya, terima kasih kembali. Selamat pagi."

Ditutup begitu saja. Namun Gilbert terkekeh puas lantas berbalik, bermaksud untuk mencari sesuatu untuk disarap.

Hanya untuk menemukan empat orang bergerombol di pintu. Francis yang menatap sambil menggerak-gerakkan alisnya, Mei yang menyilangkan tangannya sambil tersenyum miring, Alfonso berjongkok di ambang pintu, dan Ludwig yang bersandar pada bingkai pintu sambil menutup mata dan menggeleng.

"He-hei, yang barusan normal, 'kan? Itu tadi Lizzy, pacarku—"

Baru Gilbert sadar mereka semua memegang bantal, dan tiga detik kemudian semua bantal itu dilempar bersamaan ke arahnya.

"Selamat ulang tahun!"

#


oceanus et musica laetificant cor — ocean and music gladden the heart

{ diadaptasi dari vinum et musica laetificant cor – wine and music gladden the heart, asterix and caesar's gift }

* cerita Mozart yang mengambil jeruk (secara ~iseng~) di kebun saat perjalanannya ke praha, dimuat di suatu buku (udah aku beli tapi belum dibaca orz) dan ada kok di internet, worldcat dot org /entity /work /id /477254730.

yang sering ngikutin karya-karya au-ku di hetalia, pasti tahu baby, let me go home. yep, satu universe sama ini, tapi dari sisi tim lama antonio sebelum dia jadi dosen di swiss. setting ini setelah fanfik luciferous, yang mana alfonso (portugal) dan mei (taiwan) bergabung dengan tim francis, menggantikan antonio.

.

.

p.s.: kalo ada plothole, misalnya perbedaan setting, waktu, kejanggalan pairing etc, come on tell me immediately! biar diperbaiki XDb

.

ps.2: happy birthday my baby boy gilz and happy pruhunweek!