Karma, anak yatim piatu yang hidup sendirian di suatu kota yang terisolasi. Hidup bak sampah di dalam sangkar. Ia memiliki impian untuk melarikan diri, mengangankan kebebasan, cinta, dan kehangatan di luar sana. Suatu hari ia bertemu dengan Asano Gakushuu, mereka saling mengikat janji untuk bersama-sama keluar dari kota ini.

Songfict Jailbreak (脱獄) -Neru

~AsaKaru~

.

.

.

DISCLAIMER

Assassination Classroom (暗殺教室) (c) Yūsei Matsui

Jailbreak / Datsugoku (脱獄) (c) Neru / oshiire-P

.

.

.

Note :

Akhirnya, bisa publish fict pertama~AU, slight ShoAi (mungkin), OOC, OOT, TYPO, etc. Enjoy~

.

.

.

Chapter 1

" Promise "

.

.

.

Seorang anak dengan surai jingga bak buah jeruk berjalan gontai di atas tanah menyusuri gang-gang pengap. Bau gas bumi menyengat, menusuk indera penciumannya. Orang-orang awam akan merasa tidak nyaman—bahkan muntah ketika menyium bau itu.

Tidak dengan anak itu—Asano Gakushuu. Ia telah duabelas tahun tinggal di negara Dystopia ini. Kota ini merupakan kota buangan. Kecelakaan fatal pada tahun-tahun lampau menyebabkan kota ini terisolasi—terkurung di antara dinding-dinding yang tinggi. Jauh dari dunia luar. Wabah penyakit, teror, tekanan dari pemerintah, dan masalah-masalah lain terus menerus berlanjut dan menghantui para warga—tidak akan pernah berhenti. Tak heran lagi Asano, Ia sudah hafal betul dengan kondisi tempat tinggalnya ini.

Hari ini ia melarikan diri dari rumah untuk kesekian kalinya. Jujur, dalam benaknya ia tidak pernah merasa nyaman sekalipun berada di dalam rumahnya sendiri. Bisa dibilang, hubungan dengan keluarganya tidaklah dalam kondisi yang baik. Ayah Asano termasuk ke dalam organisasi kepolisian. Harusnya ia senang dan bangga akan hal itu, warga yang bukan keturunan anggota kepemerintahan tidak akan dijamin hidupnya—singkatnya, dipastikan hidup menderita. Tetapi tidak dengan Asano, ia sangat membenci ayahnya. Sekalipun ayahnya adalah orang elit atau apapun itu.

Ketika Asano berumur lima tahun, ia terjerumus dalam suatu insiden yang berbahaya. Seorang pencuri masuk ke dalam kediaman Asano, pencuri itu menodongkan pistolnya kepada Asano kecil. Ibu Asano sontak berusaha melindungi anaknya. Namun naas, Ibunya tidak selamat karena tertembak tepat pada jantungnya. Beruntungnya, Asano dapat terselamatkan. Sedangkan pencuri itu... berhasil meloloskan diri.

Seusai kejadian itu, Ayah Asano memilih untuk menutup mulut tentang apa yang terjadi di hari itu. Ia tidak sekalipun membahas kejadian itu. Tidak pula menjawab pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan Asano kecil. Hey ayolah, ayahnya adalah anggota kepolisian bukan?

.

.

.

'Kenapa ia tidak berusaha sedikitpun untuk menyelidiki kasus itu, menangkap pencuri—tidak, pembunuh itu—atau membalaskan dendam ibunya?'

'Kenapa ayah hanya diam saja?'

'Apakah ayah sudah tidak peduli lagi dengan ibu... atau bahkan aku?'

'Ataukah... ternyata ia dalang dari semua insiden ini?'

.

.

.

Pikiran Asano dipenuhi oleh prasangka buruk tentang ayahnya. Kebencian menyelimuti hatinya. Terapi seiring berjalannya waktu, seiring ia bertumbuh menjadi lebih besar. Ia berpikir bahwa ia sendiri tidak ingin ambil pusing lagi tentang kejadian itu. Ia memutuskan untuk memilih kabur dari ayahnya, dan merutuki diam-diam ayahnya itu. Entah apa yang akan dilakukan orang tua itu, ia sudah tidak akan peduli.

Asano menghentikan langkahnya. Netranya menangkap sosok anak yang seumuran dengan dirinya. Dilihatnya anak itu dengan cermat. Anak itu tampak kusam, kotor, berbadan kecil, dan kira-kira lebih pendek 3 cm darinya. Pandangan mereka bertemu. Anak dengan surai merah itu terkejut dan segera berlari menjauhinya ketika melihat Asano.

"Hey! tunggu dulu!—" seru Asano seraya berlari mengejar anak itu. Ia berusaha menyusul anak itu. Tetapi anak itu kian mempercepat langkahnya—berusaha melarikan diri dari Asano.

DUAK!!—

"Aduh!.." rintih si surai merah. Kakinya tersandung batu sehingga tubuh kecilnya ambruk pada jalanan kering.

Dengan nafas tersengal-sengal, Asano berhasil berada di dekat anak itu. Asano dengan sigap menyodorkan tangannya, menawarkan si surai merah bantuan untuk berdiri. Dengan penuh keraguan, surai merah meraih tangan Asano.

"Uhm.. Sebelumnya, kenapa kamu lari dariku? Apa aku kelihatan seperti penjahat?" tanya Asano dengan pandangan sinis.

"Oh? Ya... tampangmu itu memang kelihatan seperti orang jahat, tahu!" seru surai merah dengan nada mengejek seraya menjulurkan lidahnya keluar.

Asano tersenyum paksa, kepalanya berkedut. Bukannya berterima kasih kasih karena ditolong, bocah di depannya ini malah mengejeknya.

"Ngomong-ngomong, siapa namamu?" tanya Asano berusaha mencairkan suasana. Lagipula, mereka belum berkenalan bukan?

"Karma..." jawab surai merah pelan.

"Karma?" alis Asano dinaikkan, heran mendengar nama yang sedikit errr... aneh itu.

"Ya, namaku Karma. Hanya Karma. Itu masalah buatmu, Tuan tampang penjahat?" ucap Karma mengejek. Asano mendengus kesal.

"Baiklah Karma, setidaknya jangan panggil aku begitu. Aku juga punya nama. Namaku Asano, Asano Gakushuu," seru Asano memperkenalkan dirinya. Karma hanya menjawab dengan aganggukan pelan.

"Jadi... Karma, hari sudah mulai gelap. Kenapa kamu tidak pulang ke rumahmu?" tanya Asano.

"Hah? Pertanyaan itu juga berlaku untukmu, tahu. Gak usah sok kenal, deh!" seru Karma. Asano hanya diam. Perasaannya tadi, ia sudah berusaha bertanya baik-baik... Yang ada malah dibalas dengan begitu.

"Lagipula... Asal kamu tahu, aku ini tidak punya rumah. Aku hidup disini. Bisa dibilang... Jalanan ini adalah tempat tinggalku,"

"Maafkan aku, aku tidak bermaksud—"

"Itu bukan salahmu. Sejujurnya, aku ini memang tidak mengetahui asal usulku. Tidak tahu siapa kedua orang tuaku. Mungkin aku memang ditakdirkan hidup begini. Dan aku sudah terbiasa sendiri disini," jawab Karma. Suasana menjadi hening, Asano tidak berani menatap Karma. Ia semakin merasa bersalah akan perkataannya tadi.

"Hey, Asano..." panggil Karma.

"Hm?—" Asano segera menoleh pelan-pelan.

"Apakah kamu tahu bagaimana keadaan dunia di luar sana?" tanya Karma.

Mata Asano terbelalak. Ia menggelengkan kepalanya dengan cepat. Ia memang tidak pernah berpikir akan hal itu. Sudah didoktrin bahwa dunia luar adalah hal tabu. Itu adalah suatu hal yang dilarang untuk dibicarakan oleh warga di kota ini.

"Entahlah, aku tidak pernah memikirkannya..." jawab Asano ragu.

"Bagaimana jika sebenarnya.. Di luar sana... semuanya sangat indah? Akankah ada kebebasan? Akankah semua umat manusia bisa hidup bahagia? Akankan semua penderitaan ini akan berakhir?"

"Apakah kamu... menginginkan keluar dari sini? Melarikan diri dan melihat dunia luar?" tanya Karma.

Asano tertegun akan perkataan bocah itu. Kata-katanya sungguh menakjubkan, sangat menggugah hati. Tadinya ia sempat mengira bocah itu hanyalah anak gelandangan nakal pembuat onar. Tapi mungkin... ia salah besar.

"Kalau bisa, aku mau!" jawab Asano tanpa menunggu apa-apa.

"Aku ingin bebas, aku muak hidup sebagai sampah disini!" seru Asano lantang.

"Kalau begitu... ayo melarikan diri bersama! Suatu hari nanti, kita berdua... akan behasil keluar dari kota sampah ini!"

"—Asano, ayo berjanji!" ucap Karma seraya menarik paksa tangan Asano, Ia melingkarkan kelingking kecilnya pada milik Asano.

"Baiklah, ayo kita berusaha bersama mulai dari sekarang!" jawab Asano. Senyumnya merekah. Maniknya berbinar-binar.

'Karma... bocah ini sungguh menarik—' pikir Asano di dalam hatinya. Ia merasa sangat bersyukur bisa bertemu dan mengenalnya hari ini.

.

.

.

Akankah janji yang mereka buat dapat terkabul dan terealisasi suatu hari nanti atau tidak... Asano hanya bisa berharap dan menunggu sampai hari itu menjadi kenyataan.

.

.

.

.

To Be Continued

Halo, Euclair disini~ Saya baru di dunia per-fanfict-an xD Dan ini adalah fict pertama saya... Jadi maaf kalau Eu banyak salah~ Krisar sangat diperlukan supaya bisa lebih baik dan berkembang lagi nantinya /._.\

Silahkan tinggalkan jejak bila berekenan, ya~

Thanks,

Euclair