Title : Happiness Delight
Chapter 1 : Justice for Love
Author : Initial D
Cast :
- Kim Minseok / Xiumin
- Park Chanyeol
Supporting cast :
- Kim Joonmyeon / Suho
- Kim Youngwoon / Kangin
- Park Jungsoo / Leeteuk
- and others
Rating : T
Genre : Family, Hurt/Comfort
Warning : GS, Gender-Switch, typo merajalela(?), OOC, don't bash, don't like don't read..
Don't CTRL+A - CTRL+ C - CTRL+V ..
Don't be plagiarism..
- HAPPY READING -
- Tokyo
- 5.15 pm
Gadis bersurai chestnut di sana tersenyum sendu ketika melihat selembar foto usang di genggamannya. Foto keluarga kecilnya yang beranggotakan empat orang dengan senyum terkembang.
Ayah, ibu, kakak laki-lakinya, dan dirinya sendiri. Tanpa sadar ia menitikkan air matanya tanda rindu. Rindu akan semua yang telah ia alami dalam keluarga kecilnya. Ia mendongak menatap langit kelabu yang siap menumpahkan segala keluh kesahnya melalui hujan.
"Bodohnya aku," ucapnya lirih seraya mengusap kasar salah satu kelopak matanya yang basah. Andai ia tak memilih pilihan itu mungkin ia tak akan terpisah jauh dari kedua orangtua dan kakak laki-lakinya. "Bahkan aku rindu ayah dan Suho Oppa," lanjutnya tersenyum tipis. "Ibu juga," setelahnya ia menunduk dalam diam.
Ibu. Ketika ia ingat kata itu ia hanya mampu tersenyum sendu. Entah mengapa, masa lalunya tak begitu seindah apa yang telihat dari luar. Hubungannya dengan sang ibu tak sebaik hubungan para gadis lain yang selalu dekat dan bermanja dengan sang ibu.
Ia berbeda.
Di saat gadis lain tertawa bersama sang ibu, ia hanya mampu tersenyum bersama sang ayah.
Di saat gadis lain tersenyum karena dukungan sang ibu, ia hanya mampu menunduk dan berdoa untuk dirinya sendiri.
Di saat ia jatuh dan butuh sosok penyemangat hidup, tak ada orang lain yang peduli padanya terkecuali sang ayah. Bahkan ibunya tidak. Sang ibu lebih memilih untuk menyibukkan diri memberi kasih sayang yang berlebih untuk sang kakak. Walau sebenarnya, kakak laki-lakinya mengerti akan perasaan sang adik yang menginginkan keadilan.
Di saat ia meraih posisi kedua di sebuah turnamen beladiri, bahkan tak ada yang peduli akan prestasinya kecuali sang ayah yang menghargai akan kerja keras sang anak. Sedangkan ibunya? Hanya meremehkan.
Di saat sang kakak hendak meneruskan studi strata duanya, ia harus mampu puas dengan gelar sarjana strata satunya. Apakah wanita harus selalu berada di bawah laki-laki? Apakah tidak ada sedikit saja keadilan untuknya? Entahlah, mungkin itulah garis hidupnya.
Di saat kakak laki-lakinya naik pelaminan dan menikah dengan gadis pujaan hatinya, Minseok harus menerima kenyataan jika ia harus menikah dengan seseorang untuk melunasi hutang keluarganya.
Adilkah? Entahlah. Katakanlah Minseok adalah seorang yang munafik jika ia berkata itu adil.
Lagipula, tak ada yang mampu membelanya kala itu. Keputusan final sang ibu hanya mampu membuat sang ayah tersenyum sedih. Ingin sekali menolak keputusan sang ibu. Namun, apa daya? Ia harus menghadapi realita yang ada. Minseok menikah dengan putra orang itu dan mereka aman. Kejamkah? Entahlah, bagi Minseok, asal mereka aman, ia akan terus bersyukur atas segalanya. Termasuk kehidupannya kini.
Minseok adalah gadis sederhana yang gemar menekuni bidang olahraga. Gadis sederhana tanpa riasan makeup dan gaya glamor di kepribadiannya. Bahkan ia adalah gadis yang tak pernah menyangka jika kehidupannya benar-benar berubah semenjak ia menikah dua tahun lalu.
Tentang menikah, Minseok bukanlah gadis yang naik pelaminan dengan seorang pria berusia lanjut dengan banyak harta. Tapi, baiklah. Ia menikah dengan pria kaya, namun bukan seorang pria berusia senja dengan keriput yang merajalela. Bahkan ia menikah dengan pemuda tampan, perhatian, penuh kasih sayang dan ramah pada siapa saja. Apa yang kurang darinya?
"Minseok," panggil seseorang. Suaranya berat nan lembut dalam nadanya. Ia menoleh sesaat ke sumber suara sebelum menatap langit kelam masih setia menemaninya di rooftop mansion keluarga Park. Terduduk di salah satu bench usang di sana dengan hembusan angin sepoi yang menerpa adalah kegemaran barunya semenjak menginjakkan kaki di mansion besar ini. "Minseok," suara itu lagi. Gadis Kim itu tersenyum lembut ketika pemuda yang telah resmi menjadi suaminya mendekapnya dari belakang.
"Ada apa Chanyeol?" Tanya gadis itu pelan. Foto usang itu masih berada di genggaman tangannya. Ia kembali menatap foto itu sekilas.
"Minseok, kau bisa pulang ke Korea jika kau ingin," ucap pemuda itu terdengar tegar. Gadis ini menggeleng pelan.
"Tidak bisa Yeol, itu sudah kesepakatan kita," ucap Minseok tersenyum tipis. "Aku tidak bisa meninggalkanmu," lanjutnya lirih. Chanyeol mengeratkan dekapannya. "A-ah!" Rintihan gadis itu membelalakkan mata sang pemuda sebelum melonggarkan dekapannya.
"Apa lagi yang kau dapat?" Tanya pemuda itu sendu. Minseok kembali menggeleng.
"Bukan hal besar Yeol," tidak puas, pemuda itu bersimpuh di hadapan gadisnya.
"Kau ingin berbohong padaku?" Tanyanya sedih. "Kenapa kau selalu sabar dengan tindakan keluargaku yang bahkan berniat untuk menyingkirkanmu Minseok?" Pemuda itu menggenggam salah satu tangan gadis di hadapannya yang terbebas. "Hari demi hari, lebammu bertambah banyak Minseok, kau ingin mengelak?" Gadis manis itu menggigit bibir bawahnya kuat. "Apa kau pikir aku rela jika tubuh istriku terluka seperti ini hmm?" Minseok terenyuk. "Tidak,"
"Yeol," Minseok tersenyum walau getir. "Aku tidak apa," sergah gadis itu. Pemuda di hadapannya menatap wajah sang gadis tepat di matanya. Dalam.
"Minseok, apa kau bisa membantuku?" Tanya pemuda Park itu bergetar. "Jujur, jika aku melakukan ini tanpamu, usahaku tak akan pernah berhasil," lanjutnya. Minseok menghembuskan napasnya pelan. Sangat pelan.
"Apa yang bisa kubantu Yeol?" Gadis ini tersenyum lembut. Minseok menatap iris hitam sang pemuda teduh. "Katakanlah padaku," ucapnya. Chanyeol tersenyum sendu.
"Keluarlah dari sini Minseok, keluarlah dari kehidupanku," pemuda Park itu menundukkan kepalanya.
"A-apa?" Sesaat tadi, Minseok seakan berhenti bernapas. Sesak mulai memeluk parunya. "K-kau mengusirku Yeol?" Suara lembut gadis manis itu bergetar. "Chanyeol," sebuah isakan lolos dari celah bibir ranumnya.
"Minseok," pemuda Park itu mendongak menampilkan bulir air mata yang membasahi kedua sisi pipinya. "Kau berjanji membantuku bukan?" Minseok menghirup oksigen secukupnya.
"Yeol, tapi kau tak perlu mengusirku,"
"Tolong lakukan ini Minseok," pinta Chanyeol di sela tangisnya. "Tolong jangan berpikir jika aku tak mencintaimu," ucapnya. "Aku sangat mencintaimu, dan aku melakukan ini karena kau," lanjutnya. "Aku ingin orang yang kucintai bahagia Minseok,"
"Yeol, aku bahagia," timpal Minseok cepat. Pemuda Park itu menggeleng.
"Kau akan bahagia jika tanpa aku di dekatmu Min, ayolah,"
"Yeol,"
"Minseok, aku tahu kau ingin keadilan, apa kau pikir adil jika di antara kita berdua hanya aku yang bahagia?" Minseok terdiam. "Mungkin kau bisa berkata jika kau bahagia, tapi tidak dengan pandanganmu, tatapanmu sendu Minseok,"
"Y-Yeol,"
"Kembalilah ke Korea," Chanyeol mengeratkan genggamannya pada tangan sang gadis.
"Yeol,"
"Jangan khawatir dengan keluargamu," Minseok mulai terisak kencang.
"Y-Yeol,"
"Mulai saat ini, aku akan berhenti menjadi boneka kakek-nenekku," buliran air mata bening pemuda Park itu semakin gencar menuruni pipi mulusnya.
"Yeol,"
"Temukanlah kebahagianmu Minseok, secepatnya,"
"Y-Yeol, ini peraturan Yeol," Chanyeol menggeleng.
"Minseok, mengertilah, aku tahu kau adalah orang yang paling patuh pada apapun, tapi jangan untuk peraturan pada perjanjian konyol ini," suara berat pemuda tampan itu bergetar hebat. "Kau ingin menolongku kan?"
"Chanyeol,"
"Bantulah aku mengurangi dosaku Minseok,"
"C-Chanyeol," Minseok terisak beriringan dengan suara guntur yang mulai besahutan. "Aku tidak bisa Yeol,"
"Kau ingin membantuku kan?" Sebuah ciuman lembut ia daratkan pada permukaan kulit tangan sang gadis.
"Yeol, aku tidak bis-"
"Harus!" Ucap pemuda Park itu tegas walau bergetar. "Minseok, jika kau terus bersamaku, apa kau rela diduakan dengan gadis lain?"
"Yeol,"
"Kakek-nenekku berniat menikahkanku dengan gadis kaya pengusaha fashion! Apa kau rela?" Chanyeol mulai berbicara dengan serius.
"A-aku re-"
"Stop!" Interupsi Chanyeol. "Apa kau mencintaiku?" Tanya pemuda itu tegas. Minseok mengusap matanya yang berlinang.
"Tentu aku mencintaimu Yeol! Tentu!" Pemuda Park itu mencium bibir gadis di hadapannya dalam. Setidaknya, jika memang rencananya berhasil, biarkanlah ini menjadi akhir candu baginya. Keduanya menutup kelopak mata mereka dalam kelembutan pertautan bibirnya. Chanyeol merelakan candunya pergi.
"Jika kau benar-benar mencintaiku, keluarlah dari kehidupan boneka bisnis pengecut ini Minseok," pemuda tampan itu bangkit dengan tubuh tegapnya yang bergetar hebat. Minseok bangkit dari duduknya sebelum mendekap foto keluarga kecilnya kuat dalam pelukan. Ia mendongak menatap wajah tampan pemuda berstatus suaminya itu dengan matanya yang memerah karena tangis. Dengan perlahan, Chanyeol memeluk tubuh mungil Minseok erat sebelum mengecup pucuk kepalanya berkali-kali. "Aku akan menceraikanmu," ucapnya. "O-orang yang kucintai berhak mendapat kebahagiaan yang lebih dari ini Minseok," getaran tubuh Chanyeol semakin hebat ditambah lagi dengan suaranya yang semakin serak. "Aku yakin, ayah dan ibuku di surga sana bahagia jika melihatmu bahagia," lanjutnya. Isakan Minseok kini berubah menjadi tangisan hebat yang memilukan.
Ia teringat akan sesuatu.
Dua tahun lalu, Minseok untuk pertama kalinya bertemu dengan keluarga Park. Suami-istri yang mengaku sebagai kedua orangtua Park Chanyeol tersenyum lembut ke arahnya. Mereka mengaku bahagia ketika putra mereka menikah dengan gadis manis yang patuh dan berbakti. Mereka mengaku jika mereka amat sangat bersyukur memiliki menantu yang pengertian seperti Minseok.
Sama halnya dengan Tuan dan Nyonya Park, Minseok bahagia kala itu. Seminggu berada di kediaman keluarga Park, untuk pertama kalinya ia merasakan kasih sayang yang utuh dan adil dari ayah-ibu Chanyeol. Namun sayang, kebahagiaan Minseok tak berlangsung lama. Sembilan hari setelah pernikahannya dengan Chanyeol, kedua orangtua pemuda Park itu meninggal karena kecelakaan hebat. Semenjak kejadian itu, Chanyeol mulai mengabdi pada kakek-neneknya. Dan semenjak itu pula, Minseok terus mendapat tindakan tidak menyenangkan dan membahayakan dari kakek-nenek Park. Namun itu akan menjadi kenangan pahitnya ketika ia berhasil membantu rencana Chanyeol.
Gadis ini tersenyum tipis.
"Terima kasih Park Chanyeol," ungkapnya tulus. Kedua lengan mungilnya ia lingkarkan pada tubuh proporsional sang suami. Mencoba membiarkan rasa hangat yang akan ia rindu merasuk ke lubuk hatinya yang terdalam.
Tangisan pemuda Park itu semakin menjadi ketika kalimat akhir Minseok kembali terngiang dalam telinganya. Dengan segenap keberanian yang ada, ia menguatkan hatinya. Ia rela melepas gadis manis korban perjodohannya walau terasa berat asalkan ia bahagia. Ya, Park Chanyeol rela akan hal itu.
Suara ledakan guntur semakin menjadi di langit kota Tokyo yang kelam bak malam. Titik demi titik air mulai berjatuhan membasahi bumi. Namun kedua insan yang akan segera berpisah itu nampak enggan sekadar berlindung dari tangisan langit yang semakin gencar menumpahkan airnya walau deras menyertai. Terpaan angin kencang yang membentur tubuh mereka pada akhirnya tak mampu memisahkan kedua manusia yang terhanyut dalam pelukan penuh kehangatan itu.
To be continued/ DELETE?
