Renjun tidak bisa tenang, ia berdiri di halte, tangannya disembunyikan ke dalam saku mantel lantaran angin musim salju berhembus menyapu kulit tangan telanjangnya hingga masuk melalui pori-pori menusuk ke tulang dan sukses membuat seluruh tubuhnya ikut menggigil. Ugh! ia sangat membenci musim dia tidak duduk di bangku halte untuk menghangatkan diri ?
Lupakan tentang suhu yang begitu dingin, ingat bahwa Renjun sedang tidak tenang. Kakinya dihentak-hentakan ke tanah, pandangannya melongok ke kanan kiri-padahal ia hanya perlu melongok ke trotoar bagian kanan dari sisi halte ini memandang laki-laki berjalan ke arahnya dengan ciri seragam kuning khasnya.
Sebenarnya Renjun hanya perlu menunggu, karena hal ini sudah rutin dilakukannya setiap saja hari ini berbeda setelah seminggu mereka tidak bertemu, tepatnya Renjun yang menghilang.
Mendadak ia dan keluarga harus pulang ke Tiongkok karena ada kerabat yang meninggal dunia. Parahnya hingga detik ini Renjun tidak sempat mengabari perihal ini ke Jeno sama sekali, apalagi ia dan sahabatnya berbeda sekolah.
Ponselnya rusak karena suatu insiden dan harus menginap di tempat servis di korea tentunya. Sebenarnya ia bisa pinjam ke orang tua atau kerabat lainnya, tetapi Renjun tidak pernah bercerita soal ponselnya yang rusak mengingat orang tuanya amat hemat atau pelit-menurut Renjun. Khawatir kalau ketahuan ia pasti akan dicoret dari daftar ahli waris, iiih lebih baik mati gaya tanpa ponsel daripada nggak dapet warisan. Pasalnya sudah kali kelima Renjun berganti ponsel karena rusak akibat kecerobohannya lagi Renjun payah dalam mengingat angka-angka nomor telepon yang rumit, lengkapnya lagi semua id akun sosial media Jeno sangat aneh dan sulit diingat-baginya.
Tinggalah Renjun disini sambil merutuki dirinya sendiri menanti Jeno di halte tempat biasa mereka menaiki Bus yang sama dengan kegundahan di hati, apakah Jeno masih sama? apa Jeno masih menganggapnya setelah dirinya menghilang begitu saja? Awalnya masa bodo lah gampang urusan sama Jeno.
Tapi kenyataannya sekarang jantung Renjun tiada henti bergejolak, ia baru menyadari bahwa dirinya tidak tahan terlalu lama jauh dari Jeno, entah sejak kapan mungkin ia menyukai Jeno..
Renjun menghela nafas berat ketika Bus sudah tiba, meskipun ingin tetapi ia tidak bisa menghabiskan lebih banyak waktu lagi untuk menunggu Jeno tanpa kepastian di halte, lagipula ia tidak mau telat masuk sekolah di hari pertamanya setelah mengambil cuti. Tentang memikirkan bagaimana keadaan Jeno akan lanjutkan di dalam Bus saja.
Langkahnya terhenti ketika hendak naik ke Bus tiba-tiba seseorang yang muncul dari belakang mendahuluinya, menggenggam tangannya. Hampir saja Renjun mematahkan tangannya jika sosok tak asing itu tidak menoleh singkat memberikan seringai tipis di tepi bibir kirinya sebelum menuntun Renjun naik ke dalam Bus lalu mendudukinya di dekat jendela lalu mengisi bagian yang kosong disamping Renjun.
Lee Jeno pelakunya. Ia sedang menahan diri untuk tidak memeluk si mungil ini tapi tidak bisa menahan tawa melihat Renjun cemberut mempoutkan bibir merah muda cerahnya itu, sungguh menggemaskan dan kali ini warnanya memang amat mencolok.
"Jadi daritadi kau dibelakangku? kenapa tidak bilang huh!" Jeno memang tidak peka, Renjun kan pingin ada acara pelukan melepas rindu.
Suara Renjun yang nyaring, amat merdu di telinga Lee Jeno. Jeno terkekeh. Apalagi ketika Renjun mencubit lengannya lebih tepatnya hanya mantelnya karena jari-jari mungil itu tidak sampai mengenai kulitnya.
"Maaf.. awalnya aku tidak mengenalimu karena rambutmu jadi blonde seperti itu. Tapi saat kau menoleh ke samping aku langsung tahu. Kalau sepi, mmmh.. kalau sepi.. a-a-aku pasti sudah memelukmu dari belakang" Bodoh sekali Lee Jeno itu, merayu dengan gugup tidak akan berhasil. Tapi seburuk apapun rayuannya, jika yang dirayu sedang mabuk cinta tetap saja menimbulkan rona kemerahan di pipinya.
"Apa kau tidak tahu betapa khawatir dan rindunya aku padamu,huh?!" bentak Renjun untuk menutupi raut malunya menjadi amarah"Aku yang paling merindukanmu, kau tahu.." ucap Jeno lembut sambil mengusap puncak kepala Renjun. Kali ini bukan merayu, ucapan itu benar-benar keluar dari hatinya.
Tuhan... daritadi Renjun sudah menahan diri, daripada kesal rasa senang justru lebih menguasainya sejak Jeno menggenggam tangannya tadi, hanya saja ia ingin bersikap seperti Renjun yang biasa. Tapi kalau sudah begini, Renjun tidak punya kuasa atas dirinya, tubuhnya mungkin akan membeku.
Benar saja setelah itu tidak ada suara lagi diantara keduanya. Renjun tidak bisa melakukan apapun, pandangannya terus merunduk karena Jeno tak henti memandang keluar jendela hingga tubuhnya sedikit condong ke tubuh Renjun.
Hal sebenarnya yang dilakukan Jeno adalah mengamati wajah Renjun. 'Kau manis dan cantik sekali Renjunnie... berkali-kali lipat lebih cantik dari yang kulihat biasanya' batin Jeno memuji wajah Renjun yang memang sudah dipoles makeup, tentu saja ia ingin terlihat lebih manis atau mungkin cantik di depan orang yang sekarang jadi saja Jeno bukan tipe pria menyebalkan yang akan mencemooh ketika merasa ada yang beda pada diri Renjun..
.
Sudah saatnya Renjun turun dari Bus, ia sudah tiba di halte dekat sekolahnya-Hanlim.
Baru saja ia berdiri lengannya ditahan hingga terduduk kembali "Apa yang kau lakukan bodoh!" protes Renjun sambil memukul-mukul lengan Jeno. "E-eh ini,, kan sudah kukatakan aku yang paling rindu padamu" ucap Jeno susah payah mempertahankan perangkapnya, "Baru bertemu sudah mau pergi lagi" tambah Jeno sambil menahan setiap pergerakan Renjun yang berontak. Hingga akhirnya Bus kembali berjalan.
Bukan Renjun tidak rindu dengan Jeno, kau tahu betapa tersiksanya jauh dari orang yang kau cintai. Renjun sendiri sudah punya rencana, ia akan mengajak Jeno makan malam di rumahnya selepas pulang sekolah nanti.
Namun apa yang akan dilakukan Jeno, apa ia hendak mengajaknya bolos bersama? Renjun hanya bisa menurut saja, menuruti apa yang hatinya mau. Soal sekolah dan oleh-oleh yang sudah dibawanya untuk teman sekelas biar diurus nanti saja.
"Menyebalkan sekali kau ini! memangnya mau membawaku kemana?!" protes Renjun, tidak benar-benar protes, hanya bertanya memenuhi rasa penasarannya. "Setelah membuatku tersiksa selama seminggu, menunggu di halte dan menjemput di sekolah tanpa kepastian. Kau harus dihukum!" ujar Jeno. Hah benarkah begitu? apa Jeno benar-benar tersiksa dan melakukan itu semua demi Renjun? jahat memang ketika saat ini Renjun bersorak dalam hatinya sambil membayangkan penderitaan Jeno.
Apapun hukumannya tentu saja Renjun akan menerima sepenuh hati.
.
TBC
Sebenernya semua LOVE STATION itu pengen dibikin oneshoot. Tapi apalah dayaku yang newbie ini tidak tahu ternyata words nya tidak cukup.
ya sudahlah dilanjut di next chap aja deh..
