Let Me Love You

Summary:

Byakuya boleh saja pria paling tampan yang ada di muka bumi, tapi itu bukan jaminan dia bisa mendapatkan wanita yang diinginkannya, apalagi jika gadis itu bernama Rukia. AU.

Chapter 1

Rukia tidak sekalipun memandang langsung Byakuya ketika pria itu ke rumahnya. Memang beberapa teman Jushiro sering bertandang ke rumah, namun baru kali itu Rukia bertemu pria berambut hitam legam tersebut. Biasanya Kyouraku yang sering mampir. Selain untuk urusan kerja, juga untuk ngobrol-ngobrol saja. Tentu saja sambil menggoda Rukia. Kalau sudah begitu, biasanya Jushiro dan Retsu akan mengingatkannya supaya tidak menggoda anak angkat mereka.

Setelah mengucapkan salam, Rukia langsung masuk ke kamarnya. Dia memang agak pemalu. Tidak mudah baginya langsung akrab dengan orang baru. Kalau saja Byakuya tidak terlanjur melihatnya, gadis mungil itu akan lebih memilih masuk lewat pintu samping. Tapi demi kesopanan terhadap rekan orang tua angkat yang sudah berbaik hati merawatnya yang sebatang kara, Rukia membatalkan niatnya dan menunduk sambil mengucapkan, "Selamat siang."

Entah kenapa Rukia merasa malu. Mungkin karena pria itu masih muda. Sekilas dia melirik Byakuya, cuma sedetik namun dia mendapat gambaran samar tentangnya. Cakep, begitu pikirnya.

"Rukia, sudah datang?" seorang wanita muda cantik berambut panjang melongok ke kamar.

"Ah, Ibu," Rukia meloncat dari kursi tubularnya dan mencium ibu angkatnya. "Iya, aku baru saja datang."

"Kalau kau bilang mau pulang, aku kan bisa menjemput."

Rukia cuma meringis.

"Lapar kan? Ayo makan bareng," Retsu meraih bahu Rukia.

"Bersama tamu, Bu?" Rukia mengernyit. Dia tidak suka makan bersama dengan orang yang tidak dikenalnya.

"He em. Oh, Byakuya Kuchiki bukan sekedar tamu. Kakeknya orang yang sangat dihormati ayahmu. Dan lagi, mereka kerja bareng satu kantor. Jadi, Byakuya bukan orang asing. Jushirou sering ngobrol dan main dengannya kok," jelas Retsu.

Rukia mengangguk. Rambut hitamnya bergoyang karena gerakan tersebut.

Selama makan, Rukia hampir terus berdiam diri. Sesekali dia bersuara ketika Jushirou menanyakan kuliahnya atau Retsu menawarkan sushi. Suara berat Byakuya menimpali ucapan suami istri tersebut, namun yang diobrolkan adalah masalah pekerjaan yang sama sekali tidak dimengerti Rukia.

Selama itu, Rukia cuma menatap piringnya.

Xxx

Orang tua Rukia meninggal ketika dia masih bayi. Kecelakaan, begitu yang sering dia dengar. Kakak satu-satunya juga meninggalkannya tak lama kemudian. Dia beruntung dibesarkan oleh pasangan Ukitake dan Unohana yang begitu baik hati dan menyayanginya seperti anak sendiri. Pasangan tersebut tidak dikaruniai anak, karena itulah dia diangkat untuk mengisi keceriaan di rumah mereka yang besar.

Akhirnya Rukia memiliki Ukitake sebagai nama keluarga. Ibu angkatnya sendiri tetap mempertahankan nama gadisnya sebelum menambahkan nama suaminya.

Mereka pasangan yang luar biasa. Rukia tidak pernah merasa kekurangan, baik materi maupun kasih sayang. Dia tumbuh menjadi gadis serius dan pemalu.

Xxx

Malam itu mereka bertiga menonton tv. Itu bukan kegiatan favorit mereka sebenarnya, namun Rukia merasa jika duduk bersama dengan tv menyala adalah salah satu cara bagi keluarganya untuk menghabiskan waktu bersama. Dari pagi sampai siang- sering sampai sore-, mereka disibukkan dengan urusan pekerjaan atau kuliah. Baru menjelang malam mereka bisa berkumpul. Apalagi sejak kuliah Rukia tinggal di flat dekat kampusnya. Waktu yang ada benar-benar dimanfaatkan.

Kadang tidak semuanya menonton acara yang ditayangkan benda kotak tersebut. Seperti sekarang, Retsu sedang mengupas apel di meja belakang sofa, dan Rukia membaca manga favoritnya. Cuma Jushirou yang mengubah-ubah channel televisi, mencari acara yang pas.

"Rukia, kau sudah punya pacar?"

Hampir saja gadis bermata violet itu menjatuhkan manga yang dipegangnya. Dia menoleh ke arah ayahnya, yang menanti jawaban putrinya dengan sabar.

"Ehm, belum. Kenapa Yah?"

Dulu sekali Rukia memanggil mereka Ukitake-san dan Unohana-san. Tapi kedua orang tua tersebut setengah memaksanya memanggil mereka 'Ayah' dan 'Ibu'. Rukia kecil menurut. Ketika dia benar-benar menyebut mereka dengan panggilan itu untuk pertama kalinya, air mata membanjiri pipi Retsu sedangkan Jushirou berkaca-kaca.

"Masih belum bisa melupakan bocah berambut merah model nanas itu?"

Rukia terkikik. "Bukan karena itu, Yah," jawabnya. "Renji teman yang oke, tapi kami tidak cocok pacaran. Biasanya curhat dan bercanda, eh, waktu pacaran malah jadinya kikuk. Tidak seru."

"Ayah pikir kalian cocok," Jushirou tersenyum. "Selain tingkahnya yang blak-blakan, dia anak yang baik."

"Memang," Rukia membenarkan. "Tapi kami sudah sepakat untuk berteman saja."

"Tidak adakah teman priamu yang menarik?" sang ayah terus bertanya. Biasanya dia melontarkan pertanyaan-pertanyaan seputar roman cuma untuk menggoda anaknya.

"Banyak yang menarik, tapi aku tidak yakin ada yang tertarik padaku," jawab Rukia sambil lalu.

"Tidak juga bocah berambut oranye menyala itu?"

"Ichigo cuma menganggapku teman. Aku juga sama."

"Sepertinya ada sesuatu, nih," Retsu duduk diantara mereka dengan piring di tangan. "Ada apa, Yah?"

Jushirou meluruskan duduknya. Matanya bersinar dan senyum usil tersungging dibibirnya. "Byakuya meminta nomor ponselmu. Kalau boleh sih."

"Byakuya?" sesosok laki-laki tinggi melintas dalam kepala Rukia.

"Wah wah, pria paling tampan di Seireitei tertarik pada putri kecil kita," ujar Retsu dengan takjub.

"Ibu!" seru Rukia malu.

"Tapi dia pemberani, lho. Jarang ada yang langsung minta nomor langsung ke ayahnya," sang ibu mengedipkan mata.

"Bagaimana, Rukia?"

Rukia menimbang-nimbang. Baru kali ini ada pria seperti Byakuya. Selama ini pria yang ingin berkenalan dengannya langsung saja datang dan mengulurkan tangan atau minta dikenalkan lewat temannya. Bahkan meminta nomornya lewat Renji atau teman wanitanya.

Tak bisa dipungkiri, jantungnya berdegup lebih kencang. Beberapa kali dia dekat dengan teman prianya, dan bisa dihitung dengan jari berapa kali dia berpacaran, namun tidak ada diantara mereka yang setua Byakuya.

"Jangan memaksa, Yah," Retsu mengingatkan suaminya. Kalau menyangkut putri kesayangannya, wanita lembut itu bisa jadi sangat galak.

"Tidak," Jushirou cepat-cepat menyanggah. "Kalau Rukia tidak mau, tidak apa-apa kok."

"Tidak apa-apa, aku mau kok," Rukia berharap semoga wajahnya tidak seperti kepiting rebus, meski dia bisa merasakan pipinya mulai panas. "Byakuya-san cuma ingin berkenalan kan? Bukan bilang mau macam-macam."

"Macam-macam bagaimana?" Jushirou nyengir.

"Ayah tahu sendiri, kan?" Rukia balik bertanya.

"Pertamanya sih kenalan dan berteman. Siapa tahu lama-lama..." Retsu sengaja menggantungkan kalimatnya, memberi kesempatan Rukia meneruskan lanjutan kalimat tersebut di benaknya.

Merasa tidak akan menang dari orang tuanya, Rukia cuma tersenyum simpul.

Xxx

"Hey, Kecil," Ichigo Kurosaki menarik kursi di depan Rukia. Sinar matahari jatuh ke kulitnya yang kecoklatan.

"Ada apa, Kepala Api?" tanpa mengalihkan matanya dari deretan rumus di diktatnya, Rukia balas memanggil temannya dengan sebutannya sendiri.

Menyebalkan sekali, gara-gara ukuran tubuhnya yang super imut, Ichigo sering menyebutnya 'Kecil'. Dulu Rukia marah-marah dan langsung melayangkan tendangannya ke betis Ichigo, tapi lama-lama dia capek sendiri.

"Nanti nonton, yuk," ajak Ichigo.

Rukia mengangkat kepalanya. "Sori, aku sibuk."

"Aku yang traktir deh."

"Oke kalau begitu."

"Rukia, Rukia," cowok itu menggelengkan kepalanya. "Kalau bayar sendiri, kau akan bilang sibuk. Tapi kalau ada yang bayarin, kau akan melupakan 'kesibukanmu'."

"Tidak juga," Rukia menaikkan alisnya. "Aku bisa bayar sendiri, kok."

Tentu saja Ichigo tidak akan membiarkan Rukia membayar tiketnya. Dia berprinsip, dia yang mengajak, dia yang membayar. Harga dirinya terluka kalau cewek yang diajaknya sampai mengeluarkan uang. Apalagi, lebih baik dia ditelan bumi daripada dibayari oleh cewek. Meskipun, satu-satunya cewek yang diajaknya adalah Rukia. Well, cewek ketiga sebenarnya, selain adik kembarnya Karin dan Yuzu.

"Kenapa tidak mengajak salah satu anggota Ichigo Kurosaki fan club saja? Pasti cewek itu langsung ke surga saking senangnya."

Kerutan di dahi Ichigo semakin dalam. Dia paling tidak suka jika ada yang menyinggung fan club yang-entah-siapa-mendirikannya. Aneh sekali, pikirnya. Cap berandalan sudah melekat didirinya sejak dahulu kala, banyak yang takut kepadanya. Herannya, kenapa ada yang mau repot-repot mendirikan fan club untuknya dan tiap valentine tiba, dia harus pulang membawa paling tidak dua kantung kertas jumbo berisi coklat dari penggemar ceweknya- yang dia bahkan tidak ingat nama maupun wajahnya. Membayangkannya saja sudah membuatnya merinding.

Rukia melayangkan senyum lugunya. Tentu bukan lugu beneran. Justru jika dia tersenyum seperti itu, Ichigo langsung curiga. Pasti ada udang di balik batu.

Gadis mungil itu tahu benar bagaimana membuat jengkel Ichigo, apalagi jika teman cowoknya itu menyinggung soal tubuh kecilnya. Dia tahu, satu-satunya yang membuat Ichigo kheki setengah mati adalah keberadaan fan clubnya.

Ichigo mengurungkan niatnya untuk melontarkan protes ketika ponsel temannya berbunyi.

Rukia meraih benda kecil yang tergeletak tak jauh dari kotak pensilnya. Tidak ada nama, cuma nomor saja. Pelan, dia menekan tombol answer.

"Halo?"

TBC

A/N: Ini fanfic keduaku di fandom Bleach. Feedback please!