Hallo sodara/i-ku, apakah kalian dalam keadaan sehat? Sukurlah bila kalian dalam keadaan sehat rohani dan jasmani.
Saya Aoyama Eiichi ingin berbagi majinasi kembali tentang Maetantei Naruto. Seperti halnya yang kemarin, saya menjadikan Sasuke sebagai narator.
Saya berencana mengumpulkan semua kasus yang Naruto tangani dalam fict ini. Ceritanya ini catatan kasus yang Naruto tangani bersama sasuke. Semua kasus terdiri dari oneshot. Jadi, tiap part- langsung tamat.
Tanpa banyak ngomplah lagi, saya persembahkan...
-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-
Naruto:
Masashi Khisimoto
Meitantei Naruto
'The Case-book of Naruto'
(story):
Aoyama Eiichi
Warning:
ou, ooc, death chara, typos, etc.
Pair:
?
GENRE:
Crime/Friendship
-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-
Meitantei Naruto:
The Case-book of Naruto
CASE 1
Death In Love
Sebenarnya kasus ini tadaklah begitu merumitkan bagi Naruto. Kasus ini pun tidak lah terjadi jauh dari kami, malah saat kasus ini terjadi, kami tengah berada di tempat kejadian. Catatan ini aku publikasikan setelah aku mendapatkan persetujuan dari orang-orang yang bersangkutan didalam kasus ini.
Death In Love
"Jadi, kapan kita akan berangkat, Dobe?" tanyaku kepada sobatku yang tengah meneguk secangkir teh hangat yang biasa menemaninya disaat pagi seperti ini.
"Jangan terburu-buru begitu, Teme, tempat pesta itu tidak lah jauh," ujar Naruto santai.
Ya, aku lupa menceritakan kami akan menuju kemana. Aku bersama Naruto mendapat undangan dari pimpinan perusahaan 'GRAMEMARU', perusahaan penerbitan buku-buku terlaris di Asia. Ya, salah satunya bukuku yang memuat kisah Naruto juga tentunya, walaupun bukuku tidak selaris yang lain. Kami di undang untuk hadir dalam pesta ulang tahun anaknya yang kebetulan mengidolakan Naruto.
"Ya, terserahlah," kataku pasrah.
"Kau tahu, Teme. Aku sebenarnya paling tidak suka untuk pergi ke pesta,"
"Aku tahu, Dobe. Kau lebih suka diundang menyelesaikan kasus, bukan?"
"Ya, begitulah," ujarnya singkat. Naruto melirik arloji di tangan kirinya, "Well, saatnya kita berangkat, Teme," sambung Naruto setengah hati.
Kami pun mulai melaju menuju kediaman Sarutobi dengan menaiki taksi yang telah Naruto pesan. Naruto duduk disampingku dengan matanya yang biru menandakan agak sedikit bosan.
"Jangan bosan begitu, Dobe,"
"Kau tahu aku bosan kenapa?"
"Aku tahu," ujarku mantap.
"Kau tahu pun tidak akan mengubah keadaan, Teme," kata Naruto malas.
"Hey, seminggu tanpa kasus kau nampak bosan hidup, Dobe," kelakarku mencoba menghiburnya.
"Apa aku egois?"
"Tentu kau egois, Dobe, lihat! Betapa damainya Konoha tanpa ada kejahatan yang meresahkan. Kau malah nampak bosan,"
"Ya, anggaplah itu hadiah kecil dariku, Teme," ujarnya singkat dan tidak berbicara apapun lagi.
Dalam taksi yang kami tumpangi begitu hening tanpa ada seorang pun yang berbicara. Aku lihat Naruto tengah memejamkan matanya dan mengatuk-ngatukan jemari telunjuk kanan ke paha kanannya.
Sekitar lima belas menit, kami telah sampai di tempat yang kami tuju.
Rumah yang megah yang berdiri kokoh dengan sebuah plang yang bertuliskan 'Sarutobi House' tengah dipenuhi banyak tamu undangan. Dari mulai penulis novel hentai 'Jiraia' sampai penulis novel religi seperti 'Rei Kankurou' pun hadir dalam acara ulang tahun anak bungsu dari keluarga Sarutobi ini.
"Sepertinya semua novelis di undang kemari, Teme," komentar Naruto setelah turun dari taksi yang kami tumpangi.
"Begitulah," balasku singkat.
Ketika kami tengah berada di pintu masuk kediaman Sarutobi ini, kami disambut hangat oleh si pemilik rumah.
"Selamat datang, Mr. Sasuke," sapa Asuma Sarutobi si pemilik kediaman.
"Terimakasih atas udangannya, Sir," balasku.
"Oh, suatu kehormatan bila anda bisa datang kemari, Mr. Naruto," ujar Asuma berbalik kepada Naruto.
"Begitu pula saya, Mr. Asuma," kata Naruto sopan.
Pesta berlangsung sangat meriah, ada yang minum-minum, ada yang menari, ada pula yang hanya berdiam diri.
"Anda benar-benar Maetantei Naruto itu? Sir," tanya Konohamaru si anak yang tengah berulang tahun di tengah pesta yang meriah.
"Begitulah," jawab Naruto tersenyum ramah.
"Saya telah membaca buku yang Mr. Sasuke tulis tentang anda, dan saya sangat kagum akan sosok yang ada dihadapn saya sekarang,"
"Kau terlalu membesar-besarkan," kata Naruto merendah.
"Maaf, Sir, saya tinggal dulu," ujar bocah berusia empat belas tahun itu.
"Dia anak yang bersemangat, Teme," komentar Naruto saat Konohamaru telah pergi.
"Begitulah. Dia itu menyukai buku yang aku tulis juga ya, Dobe," kataku senang.
"Itu karena aku, Teme,"
"Ya... ya... ya..."
Tanpa terasa, pesta yang sangat meriah ini telah berlalu. Semua tamu telah pulang, tamu yang tersisa kini hanyalah kami dikarenakan Konohamaru ingin berbincang sejenak bersama Naruto.
"Jadi, apa anda pernah menangani kasus asmara?" tanya Konohamaru kepada Naruto.
"Sepertinya belum, hm, apa kau sedang jatuh cinta, Kid?" tukas Naruto mengedipkan mata kanannya genit.
"I... Itu tidak mungkin, Sir," kilah Konohamaru tergagap.
"Apa benar kau sedang jatuh cinta, Nak?" timpal Asuma. Aku yang melihat bocah itu yang terus menerus digoda oleh Naruto dan Ayahnya, ingin sekali tertawa melihat raut wajah Konohamaru yang merona merah.
"Ti... Tidak," lagi-lagi Konohamaru berkilah.
Ditengah obrolan kami, terdengar teriakan Kurenai Yuhi isteri Asuma Sarutobi berteriak dari lantai atas. Kami pun tersentak mendengar teriakan wanita berusi tiga puluh tujuh tahun itu berteriak. Tanpa menunggu komando, kami berlari menuju arah teriakan itu berasal.
Kami melihat Kurenai tengah terguncang menghadap pintu sebuah kamar yang terbuka.
"Ada apa, Isteriku?" tanya Asuma mendekap Kurenai.
Kami mengingukuti arah pandangannya. Kami terperangah dengan apa yang kami lihat dihadapan kami. Seorang wanita sekitar duapuluh lima tahun-an menggantung dengan leher yang terikat oleh seutas tali yang menggaet keatap yang menggantung sebuah lampu gantung yang mewah. Hanya ada sebuah ranjang yang berada dikamar itu tanpa ada apapun yang berada didalam kamar ini.
"Dia bunuh diri," komentar Konohamaru.
"A... Anko..." gumam Asuma tidak percaya.
"Lihat, ada sebuah kertas," kataku menunjuk ke arah tempat tidur.
"Saya akan mengantar isteri saya dulu ke kamar kami," pinta Asuma yang kemudian memapah Kurenai.
Naruto mengambil kertas itu yang bertuliskan tulisan tangan oleh sebuah pensil. Setelah Naruto membacanya, ia menyerahkan kertas itu kepadaku.
Selembar kertas itu bertuliskan;
Maafkan aku atas kesalahanku saat ini, jujur saja aku menyesal telah berbuat kalian kehilangan bayi kalian, Asuma.
Aku tidak tahu harus berbuat apa lagi, kesalahan yang telah aku buat terhadap kalian selalu menghantuiku. kaliantahu apa yang telah aku lakukan? Aku telah membunuh bayi yang tidak berdosa. Aku terlalu cemburu kepadamu, Asuma.
Kesedihan ini, kesakitan ini hanya bisa kulalui dengan cara seperti ini.
Begitulah tulisan yang kubaca. Ini jelas sekali kasus bunuh diri karena ada pesan ini yang menguatkan hal itu.
Aku melihat kearah Konohamaru yang tengah memandang wanita yang tergantung itu dengan tatapan berkaca-kaca. Aku beralih kepada sobatku Naruto.
Aku melihat Naruto seperti yang tengah mencari sesuatu, Naruto melangkah menuju jendela dan memeriksanya secara seksama.
"Saya telah menghubungi polisi," seru Asuma yang telah datang tiba-tiba.
"Keputusan yang bijaksana, Sir," ujar Naruto.
Beberapa saat kemudian beberapa anggota polisi yang di pinpin oleh Hatake Kakashi pun datang.
Kini kami tengah berada di ruang tengah, sambil menunggu hasil penyelidikan polisi.
"Korban bernama Anko, dia adalah sepupu dari Asuma Sarutobi,"
Ini jelas kasus bunuh diri," ujar Kakashi yang menghampiri kami di ruang tengah lantai bawah.
"Pembunuh yang tolol dan polisi yang payah," gerutu Naruto.
"Apa maksud anda, Sir?" tanya Hatake agak tersinggung.
"Apa ini pembunuhan?" timpal Asuma.
"Begitulah adanya," ujar Naruto dingin.
"Keren, aku bisa melihat langsung aksi Mr. Naruto," seru Konohamaru berbinar.
"Kakashi, ikuti saya," ajak Naruto kepada Hatake, "Kau juga, Teme,"
Kami telah sampai di tempat kejadian, para petugas hendak membereskan kamar tersebut, namun Hatake menyergah mereka sebelum mengerjakannya.
"Jangan dibenahi dulu, ini kasus pembunuhan," perintah Kakashi Hatake.
"Jadi, ini pembunuhan, Inspektur?" tanya salah seorang petugas.
"Menurut Mr. Naruto," jawabnya, "Atas dasar apa ini kasus pembunuhan?" tanya Kakashi kepada Naruto.
"Kursi," jawab Naruto singkat.
"Kursi?"
"Ya, apa kalian pikir wanita ini sakti dan bisa terbang? Tentu itu tidak mungkin, bayangkan bagaimana wanita ini menggantung dirinya di atas tali tanpa ada sesuatu dibawahnya untuk menggapai tali itu?"
"Be... Benar juga," ujar Kakashi merutuk.
"Jelas ini pembunuhan,"
"Lalu surat itu?"
"Itu agar kasus ini terlihat seperti yang kita lihat, Komandan,"
"Lalu, siapa pembunuhnya?"
"Seseorang yang mempunyai pensil yang kira-kira panjang pensil itu tersisa tiga atau empat senti. Tinggi si pelaku tentunya hampir seratus tujuhpuluh tiga senti meter, si pelaku mempunyai pisau lipat yang tumpul," terang Naruto.
"Darimana anda tahu, Sir?"
"Ikut aku," Naruto mengajak kami mengikutinya ke sebuah jendela yang mengarah ke taman.
"Lihat ini," Naruto menunjukan serpihan bekas rautan pensil yang bertuliskan 'P'.
"Wah, saya belum mengerti, Sir," ujar Kakashi menggaruk kepala bagian belakangnya.
"Ternyata, ada juga yang lebih parah darimu, Teme," Naruto berbisik kepadaku. "Anda tahu pensil jenis apa ini?" Naruto berbalik kepada Kakashi.
"Seperti ini, Sir," Kakashi mengeluarkan pensilnya dari saku baju.
"Tepat, apa mereknya?"
"Paber Calak,"
"Berapa senti dari atas huruf 'P'?"
"Sekitar tiga centi. Oh ya, saya paham sekarang. Lalu darimana anda tahu pisau lipat yang tumpul?"
"Jelas sekali itu dari serpihan ini. Si pelaku menyerut pensil tidak begitu rapih dan agak kasar, ini menyimpulkan bahwa dia memakai pisau tumpul untuk merautnya,"
"Tinggi badan?"
"Lihat ini," Naruto menunjuk sebuah tulisan yang berada di dinding sebelah kanan jendela yang bertuliskan 'LOVE',"
"Maaf, Sir, saya memang bodoh. Tapi jujur saja saya belum mengerti," Kakashi menyesali diri.
"Secara alamiah, manusia akan menulis di depan dinding sejajar dengan matanya. Saya telah mengukur ini, dan hasilnya seratus enampuluh tiga, itu hanya dihitung tinggi badan sampai mata. Lalu kita tambahkan jarak mata menuju ujung kepala atas sekitar sepuluh centi. Jika kita menggabungkannya atau menambahkannya jumlahnya menjadi seratus tujuh puluh tiga centi." terang Naruto.
"Tapi, bisa saja ini telah ditulis sejak lama?"
"Tidak, ini masih baru. Bila sudah lama, jelas warnanya akan sedikit buram atau kelabu. Tapi, ini? Jelas masih hitam pekat. Si pelaku mungkin tak sengaja menulis ini, tadinya mungkin ia hanya ingin memperuncing pensil saja. Namun setelah dia berpikir, hal ini akan menguatkan death mesage itu."
"Hebat... benar-benar hebat, Sir," ujar Kakashi kagum.
"Apanya yang hebat," balas Naruto, "Kita hanya perlu berfikir terbalik-, sekarang kumpulkan semua penghuni di ruang tamu!"
Semua telah berkumpul di ruang tamu. Dua orang pelayan wanita, Shion dan Matsuri. Satu orang tukang kebun, Jun Nawaki. Dan sisanya, Aku, Naruto, Asuma, Kurenai, Kakashi, dan terakhir Konohamaru.
"Bisa aku meminta alibi kalian?" tanya Kakashi.
"Pertama anda, Ny. Shion," seloroh Naruto, "Ikuti kami!"
Kini kami telah berada di tempat kejadian yang telah dibereskan, hanya ada aku, Naruto, Kakashi, dan Ny. Shion.
"Aku tengah berada di dapur dari mulai pesta dimulai hingga selesai. Saya kemudian menuju belakang rumah untuk memberikan Nawaki makanan. Disana saya melihat Jun yang tengah berbincang dengan Miss. Anko, namun ketika saya menghampiri mereka, mereka nampak menyembunyikan sesuatu dari saya, entah apa itu, Sir. Dan setelah saya menyerahkan makanan, saya langsung kembali ke dapur berbenah kemudian saya menuju kamar saya,"
"Anda katakan menyembunyikan sesuatu?"
"Ya, mereka berbincang namu ketika saya datang mereka langsung berhenti,"
"Ok, anda boleh kembali. Suruh Nawaki datang kemari!"
"Baik, Sir,"
Menunggu orang yang akan di interogasi, aku melihat Naruto memejamkan matanya dan menopang dagunya dengan kedua tangannya yang bertautan.
Tak lama, Jun-pun datang menghadap Naruto.
"Well, Nawaki, bisa anda ceritakan dimana anda sebelum dan sampai kasus ini terjadi?" tanya Naruto.
"Saya akan menceritakan semuanya, Sir. Saat pesta berlangsung, saya berada di halaman belakang sedang mengurusi tanaman,"
"Berapa lama anda biasa mengurus semua tanaman itu? Di hari-hari biasa, tentunya,"
"Sekitar lima sampai enam jam,"
"Ok, lanjutkan!"
"Saat saya sedang mengurusi tanaman, Ny. Anko datang kepada saya, 'Jun' sapa Ny. Anko kepada saya, saya langsung menoleh ke arahnya, lalu kami mengobrol seperti biasa kami berdua ketika berada di taman,
"Seperti biasa?" sambar Naruto.
"Ya, Sir, kami biasa mengobrol di taman,"
"Biasanya, apa saja yang kalian bicarakan?"
"Banyak, Sir, dari mulai bergosip, sampai soal curahan hati," jawab Mizuki Jun agak sedikit malu.
"Saat Nona Shion datang, anda sedang membicarakan apa?"
Mizuki nampak enggan menceritakannya, namun dia akhirnya menceritakannya juga. "Sebenarnya saya menyukai Shion, Sir, Saya meminta nasehat dari Ny. Anko. Namun sebelum Ny. Anko menjawab, Shion keburu datang, jadi kami langsung kelagapan," jawab Mizuki agak bersemu.
"Sampai kapan anda berbincang dengan Ny. Anko?"
"Sekitar pukul dua sore,"
"Lalu setelah itu anda melakukan apa?"
"Saya langsung pulang, ke kamar saya yang berada di belakang rumah,"
"Lalu?"
"Sekitar dua jam kemudian yaitu barusan, Matsuri datang menemui saya dan menyuruh saya datang kemari hingga saya bisa berhadapan dengan anda, Sir,"
"Anda boleh kembali ke ruang tengah, suruh Matsuri menghadap saya," perintah Naruto.
"Apa yang anda dapatkan dari dua orang itu, Mr. Naruto?" tanya Kakasi setelah Jun pergi.
"Mereka bicara apa adanya," jawab Naruto, singkat. Aku tahu Kakashi belum atau tidak puas dengan jawaban Naruto, namun ia tidak ingin mengganggu Naruto.
Naruto berdiri dari tempat duduknya dan berbisik kepada Kakashi.
"Saya akan laksanakan, Sir," balas Kakashi yang kemudian keluar.
"Apa yang kau bisikan?" tanyaku.
"Hanya menyuruhnya menggeledah semua kamar," jawab sobatku Naruto.
"Anda memanggil saya, Sir?" ujar Matsuri yang telah masuk ke ruangan ini.
"Oh, anda. Silahkan duduk. Nah sekarang ceritakan keterangan anda! Dari pagi sampai kejadian,"
"Pagi tadi saya hanya di dapur bersama Shion, lalu saya kekamar tanpa ada kegiatan lain. Saat saya berada di kamar saya, saya mendengar teriakan Madam Kurenai, lalu anda menyuruh saya mengumpulkan pelayan dan tukang kebun, Sir,"
"Hanya itu?"
"Ya,"
"Anda boleh keluar sekarang,"
Kini tinggal kami berdua yang berada di kamar ini.
"Dobe, apa kau tidak menyuruh Matsuri memanggil Asuma atau Konohamaru? Apalagi Kurenai, secara dia orang pertama yang menemukan korban," tanyaku.
"Aku tidak ingin buang waktuku percuma," ujar Naruto, "Kautahu, Teme, apa yang pertama kali aku lihat dari orang-orang tadi?"
"Raut wajah?"
"Salah! Aku melihat bahu mereka semua, tapi memang dia itu penjahat yang tolol, Teme,"
"Bahu? Apa hubungannya?"
"Aku jelaskan semuanya di ruang tamu,"
.
.
Kini kami telah berkumpul kembali. Hanya Kakashi yang tidak ada karena dalam misi yang Naruto berikan.
Aku melihat Miss. Kurenai tengah tertunduk sembari menahan air matanya. Sedangkan Asuma berusaha menenangkannya.
"Ok, semuanya telah berkumpul," seru Naruto.
"Apa anda sudah tahu siapa pembunuhnya, Sir," tanya Konohamaru penuh minat.
Beberapa saat Naruto berdiri tegak dengan mata terpejam dan kedua tangannya ia masukan kedalam saku celananya.
"Atas dasar apa anda membunuh 'dia', Jun Mizuki," tukas Naruto akhirnya. Semua terperangah mendenar ucapan Naruto yang tiba-tiba.
"Ma... maksud anda apa, Sir," ujar Mizuki tergagap.
"Anda pikir Mizuki pembunuhnya, Mr. Naruto?" sambar Shion.
"Aku harap bukan dia, tapi semua fakta mengarah kepadanya," balas Naruto.
"Tapi, Sir, Mizuki tidak mungkin melakukan itu. Dia orang yang sangat baik," sergah Asuma.
"Betul kata suami saya," timpal Kurenai.
"Bagaimana saya melakukan hal itu? Sedangkan waktu kejadian saya berada di kamar saya," Mizuki membela diri.
"Mudah sekali, kejadian terjadi sekitar dua jam yang lalu, saat pesta sedang berlangsung. Saat kau sedang berbincang dengan korban, kau mendapati Shion menghampirimu membawa makanan,"
"Apa hubungannya?"
"Jelas sebuah konspirasi. Kau menyuruh Shion sebelumnya untuk memasukan obat ini kedalam makanan yang diberikannya kepada kalian," Naruto menunjukan sebuah kantung plastik yang berisikan botol kecil, "Ini adalah racun tikus,"
"Saya tidak melakukan itu, Sir," kilah Shion.
"Ini aku temukan di dalam bajumu, Nona," ujar Naruto. Shion meraba-raba saku celananya.
"Kapan anda mengambilnya?"
"Saat kita menuju ke ruang atas. Sudah, itu tidak perlu dijelaskan. Sekarang kita lanjutkan teoriku," ujar Naruto, "Kalian tahu apa yang membuatku curiga kepada kalian?" tanya Naruto. Namun sebelum dua orang itu menjawab, Kakasi datang tiba-tiba sehingga mengalihkan perhatian kami.
"Anda benar, Sir, ini dia barang itu," Kakashi menyerahkan sebuah pensil yang panjangnya sekitar tiga centi dan potongan sebuah dahan bunga.
"Apa ini, Jun Mizuki?" tukas Naruto sarkastik.
"Itu pensil yang biasa saya pakai untuk menulis," jawab Mizuki.
"Menulis Death Mesage itu juga, tentunya," balas Naruto, "Dan potongan dahan ini sangat mewakili apa yang ada di saku bajumu itu,"
"Apa maksud anda?"
"Keluarkan saja," perintah Naruto. Mizuki nampak enggan melakukan hal itu, namun pada akhirnya dia mengeluarkannya juga. Benda itu ialah sebuah pisau lipat yang terlihat bekas meraut sebuah pensil.
"Ok, hiraukan dulu itu. Saat Anko telah keracunan, kau menggendongnya di atas bahumu, itu terlihat jelas olehku karena kusutnya baju bagian bahumu itu," ujar Naruto.
"Mungkin ini bekas saya memikul berak," bela Mizuki.
"Keluarkan bajumu! Dan belakangi kami semua!" Jun melakukan apa yang diperintahkan oleh Naruto. Saat dia berbalik, kami melihat bekas bibir yang memakai lipstik warna merah di bagian belakang pinggang.
"Jelas, bukan? Kau menggendongnya, dan tanpa sengaja kepalanya yang di belakang punggungmu itu, bibirnya menyentuh baju putihmu itu. Lalu kau menggantunnya sedemikian rupa, agar kasus ini terlihat benar-benar bunuh diri, kau menulis sebuah death mesage dengan pensil ini. Namun pensil ini sangat tumpul dan kau malah menyerutnya di jendela oleh pisau lipatmu itu. Tapi, pensil itu tidak bisa runcing dengan sempurna karena pisau yang kau pakai itu sangat tumpul, sehingga, kau harus meruncingkannya dengan menggosokannya ke dinding. Namun itu hal yang ceroboh menurutmu, tapi kau bisa berfikir cepat dan menulis sebuah kata agar menguatkan kasus ini. Dan setelah runcing, kau menulis pesan itu, Mizuki." terang Naruto panjang lebar.
Mizuki dan Shion tertunduk beberapa saat, hingga akhirnya Mizuki mengankat wajahnya dan memandang Naruto seraya tersenyum. "Anda benar, Sir," ujar Mizuki akhirnya.
"Katakanlah ini kebodohan kami," timpal Shion.
"Mizuki, Shion," ujar Asuma tergagap. Kurenai hanya memandang mereka dan tak sanggup berkata-kata.
"Well, saya sudah ketahuan karena kecerobohan saya sendiri," sesal Mizuki.
"Aku ingin tahu apa yang membuatmu membunuh Ny. Anko," tanya Naruto.
"Seperti yang saya tulis di death mesage itu, Sir,"
"Maksudmu anak kami..." sambar Kurenai.
"Benar, Madam,"
"Tapi itu memang kecelakaan, bukan pembunuhan! Kau bodoh, Mizuki," seru Asuma, geram.
"Anda salah, Mr. Asuma, itu memang disengaja. Saat bayi kalian tengah tertidur, aku sedang menggendongnya di pangkuanku dan di sana ada Ny. Anko yang sedang membaca. Lalu, saat saya akan membaringkannya di ranjang saya, Ny. Anko berkata 'Aku ingin menggendongnya, Jun,'. Saya lalu memberikan bayi kalian kepadanya tanpa curiga sedikitpun. Lalu, Mr. Asuma datang dan menyuruh saya membantunya untuk membereskan taman. Setelah saya selesai, saya kembali menemui bayi Mr. Asuma bersama Anko, namun yang saya dapatkan, Wanita jalang itu tengah membekap mulut bayi yang telah saya anggap sebagai anak saya sendiri. Saya berlari kearahnya dan menghentikan aksinya itu, namun bayi yang malang itu telah tak bernafas lagi. Saya berniat memberi tahu Mr. Asuma tentang kejadian ini, namun Ny. Anko mengancam saya dan ingin membunuh saya bila itu saya lakukan," Mizuki nampak tersendak dan menahan air matanya yang hendak berontak keluar.
"Tapi, bayi kami ditemukan terjatuh dari ranjangnya," ujar Kushina tak kalah bersedih.
"Memang benar, Madam, itu karena Anko membanting anak itu dekat ranjangnya dan seakan hal itu memang terjadi," jawab Mizuki, "Setiap saat, setiap waktu, saya selalu terbayang akan wajah si bayi manis nan tampan itu. Sehingga saya ingin membalas dendam untuknya,"
"Motif yang umum," kata Naruto memotong, "Lalu anda, Nona?" ujar Naruto berbalik kepada Shion. Shion tidak menjawab, "Ikuti saya, Nona," Naruto barlalu dari hadapan kami. Shion masih tidak bergeming, namun padak akhirnya ia mengikuti Naruto juga.
Aku tidak tahu apa yang tengah mereka bicarakan. Setelah beberapa saat Naruto kembali bersama Shion.
"Well, Teme, tugas kita telah selesai. Sisanya aku serahkan kepadamu, Kakashi."
.
Meitantei Naruto:
Death In Love
.
Mentari pagi begitu menghangatkan hati, aku melihat Naruto tengah menyeduh secangkir kopi kemudian ia menyandarkan tubuhnya di kursi yang selalu menjadi tempat paporitnya menenangkan diri.
"Apa kau tidak ingin menceritakan apa yang dikatakan Shion, Dobe?"
"Aku sedang malas menceritakannya,"
"Ayolah!" balasku sengit.
"Tidak,"
"Singkat sajalah," aku masih tidak menyerah.
Naruto menghela nafas, "Percuma berdebat denganmu, Teme, tapi singkat saja, ya,"
"OK," kataku penuh minat.
"Shion mengatakan dia pernah melihat Asuma yang sedang bercinta dengan Anko, Shion sebenarnya ingin mengatakan hal itu kepada Kurenai, tapi, itu akan sangat menyakiti Kurenai karena Shion sangat menyayangi Kurenai sebagaimana ibu kandungnya sendiri," kata Naruto akhirnya.
Begitulah kasus kami yang kami lewati di rumah Sarutobi.
Semua begitu cepat, namun yang masih mengganggu pikiranku adala; 'Kenapa mereka tidak menyebutkan nama bayi itu?'
Meitantei Naruto:
Death In Love
F I N
a/n:BAB 1 beres,#NyekaKeringat.
Saya minta dengan sangat kepada teman-teman agar ngereview fict ini #PuppyEyes, mau itu saran, keritik, bahkan flames saya terima dengan senang hati. . .
Bila teman-teman tidak ngeriview, satu kata dari saya...
TERLALU
Next Chapter: Misteri Rumah Kosong.
